❤Bagian 12❤

8.9K 567 131
                                    


Happy reading ☺☺☺

"Aku nggak mau nikah sama dia Kikan. Kamu lagi hamil, jangan banyak pikiran. Aku nggak mau terjadi apa-apa sama calon anak kita." Selepas pulang dari rumah sakit, Kikan terus saja membahas tentang Azki. Ia terus mendesak Arvin untuk menikahi perempuan itu.

"Aku nggak mau Mama mikir aku egois di sini. Kamu pikirin dong dua anak kamu, dia butuh kamu, ayahnya." Tangisan Kikan memenuhi apartemen yang sengaja Arvin beli untuk tempat tinggal sementaranya selama berada di Bandung.

Tadi Arvin menemui Kikan yang sedang menangis di dekat kantin rumah sakit. Laki-laki itu sangat khawatir melihat kondisi Kikan yang tengah menangis. Ia segera menghampiri Kikan dan langsung membawanya ke dalam pelukan sembari terus mengucapkan maaf. Di saat tangisan Kikan reda, perempuan itu langsung meminta Arvin untuk menikahi Azki. Arvin sontak kaget, disini Arvin berusaha mempertahankan Kikan, namun Kikan malah memintanya untuk menikahi wanita lain.

"Dia bukan anakku. Walau aku sudah menyetubuhinya, tapi perempuan itu jalang! Dia pasti sudah tidur sama banyak pria lain di luaran sana." Arvin seolah menampik kenyataan yang sebenarnya kalau pada saat ia melakukan hal itu, Azki masih perawan. Entah karena kondisinya yang tengah mabuk, membuat Arvin tidak sepenuhnya mengingat kejadian yang sebenarnya.

Kikan mendudukkan tubuhnya di pinggiran ranjang. Ia sudah lelah menangis seharian ini. "Aku nggak bisa nerima semua ini Mas, kamu udah khianatin aku. Kejadian itu terjadi 6 tahun lalu bukan? itu artinya kamu udah jalin hubungan sama ku." Nada bicara Kikan melembut. Ia bukannya sudah melupakan kemarahannya. Tenaganya sudah habis karena terus menangis sedari tadi.

"Aku minta maaf Kikan. Saat itu aku benar-benar kacau. Mama nggak ngizinin kita buat menikah, di tambah kamu yang sibuk di modelling. Aku stress, akhirnya aku pergi ke club, dan memesan seorang jalang untuk melampiaskan semua rasa kesal ku. Aku khilaf Kikan, tolong maafkan aku." Tubuh Arvin bersimpuh di bawah kaki Kikan. Sungguh Arvin tidak berniat mengkhianati Kikan dan membuatnya sakit hati. Arvin sangat bingung waktu itu, pikirannya tak bisa berfikir jernih dan akhirnya memilih pergi ke tempat terlarang itu.

Kikan menunduk, ia menatap mata suaminya yang ternyata sudah mengeluarkan air mata. "Kekhilafan kamu sudah merusak hidup orang lain, Mas." Ucap Kikan kemudian menuntun Arvin untuk duduk di sebelahnya. Arvin langsung memeluk tubuh Kikan. Menempatkan perempuan itu pada kehangatan sekaligus ketenangan yang selalu Arvin berikan padanya tanpa pamrih.

"Aku minta maaf Kikan, sungguh aku tidak berniat melakukan itu."

*****

Pukul 10:00 siang mobil Rangga berhenti di parkiran sekolah Rafa dan Zefi. Ia menuruni mobilnya kemudian mendudukan pantatnya di kap mobil.

"Om Rangga!." Rafa dan Zefi baru saja keluar. Mereka segera memanggil Rangga saat melihat mobil Rangga terparkir di halaman sekolah nya.

Rangga merespon panggilan kedua anak berusia 5 tahun itu dengan berjongkok, seraya merenggangkan kedua tangannya, bersiap untuk memeluk kedua anak kembar itu.

"Hay jagoan, Hay princess." Bagai anak dan ayah, mereka saling berpelukan hangat.

"Gimana sekolahnya tadi?" Tanya Rangga sedikit melonggarkan pelukannya demi melihat wajah kedua anak kembar itu. Zefi membalas ucapan Rangga dengan senyum smiley faces-nya seolah memberitahu kalau anak perempuan itu sangat senang di sekolah.

"Zefi nangis." Ucapan Rafa membuat senyum di wajah manis Zefi luntur. Rangga yang tengah memperhatikan Zefi pun turut mengalihkan pandangannya pada Rafa yang masih setia dengan wajah datarnya.

"Ihh, Kak Rafa, kan udah janji nggak bakal bilang siapa-siapa. Kak Rafa nakal, Zefi bilangin bunda lho." Zefi mengerucut. Ia melipat kedua tangannya di depan dada seolah tengah marah pada kakaknya. Rangga terkekeh, ia mengacak rambut Rafa, gemas dengan kelakuannya yang datar namun selalu jahil pada adik perempuannya.

My twinsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang