~Wujud Asli~

122 15 10
                                    

Semua mata tertuju kepada sosok manusia setengah serigala yang menampakan wujud aslinya. Tatapannya mengintimidasi setiap orang yang ada di sana. Sudut matanya kemudian tertuju kepada Dewi yang tengah meringkuk menahan rasa sakit akibat ulah Iwan. Tatapannya seketika sayu melihat keadaan gadisnya.

"Gian."

Dewi menutup mulutnya, begitu terkejut melihat wujud asli pemuda yang selama ini tinggal di rumahnya dan telah bersamanya hingga ia merasakan jatuh cinta.

"Akhirnya kau keluar juga makhluk pengganggu!" ucap salah satu pria kelompok itu sambil menunjuk dengan pedangnya yang mengkilat tertimpa cahanya bulan.

Gian hanya mendengus. "Kalianlah yang mengganggu kami."

"Sepertinya kau berbeda dengan para saudaramu itu." cerca pria tadi sambil menyunggingkan senyumnya.

Memang, Gian adalah manusia serigala yang berbeda. Jika para sodaranya akan menjadi serigala biasa. Tetapi Gian terlihat seperti manusia serigala. Semua bagian tubuhnya membesar membentuk otot-otot dan urat-urat yang terlihat menakutkan. Matanya sebelah merah dan sebelah lagi perak. Taringnya panjang dan terlihat sangat tajam. Kukunya memanjang dengan ujung meruncing.
Di tambah suara deru nafasnya yang besar dan berat.

GRAUUUWW!

Warga langsung berhamburan kabur dari tempatnya setelah mendengar auman nyaring yang bisa membuat setiap bulu kuduk merinding. Semua ricuh mencari tempat persembunyian, kecuali tujuh pendekar dan Iwan yang terlihat ketakutan di tempatnya.

"Persetan. Ayo bunuh makhluk itu."

Para pria berseragam dengan pedang itu langsung maju dan menerjang Gian. Namun tak seperti yang mereka duga, makhluk itu lebih gesit dan lincah. Ia melompati mereka semua, kemudian menyerangnya satu-satu persatu.

Serangan Gian membabi buta, setiap serangan dari para pendekar. Gian bisa berhasil menghindar dan membalasnya berkali-kali lipat.

"Sial! Dia lebih hebat dari yang kita kira. Keluarkan pistol kalian!" seru ketua kelompik yang merasa kewalahan.

Setelah dua orang gugur, kelimanya mengeluarkan pistol masing-masing. Dan melepaskan tembakannya ke arah Gian.

Dor! Dor! Dor! Dor! Dor!

Suara peluru melontar, memekik telinga penduduk pulau yang sedang bersembunyi ketakutan.

Gian menghindar sambil menerjang cepat.

Dor! Dor! 

"Kena!" 

"Awas!" 

BRRUKK! 

"Akh!"

"SIAL!"    

Dor! Dor! Dor!

"PERSETAN!"

Beberapa dari mereka langsung membuang pistolnya saat peluru sudah tak tersisa. Makhluk itu hanya terkena empat tembakan saja, tetapi monster tidak sedikit pun kewalahan. Ia malah semakin berang menghabisi satu persatu lawannya.

Gian menggeram panjang sambil mencengkram kepala salah satu dari mereka. Meremasnya seperti sebuah jeruk. 

"AAAAAAAAKK!" 

"GIAAANNN! BERHENTI!"

Jeritan Dewi spontan membuat mahluk itu terpaku, ia menatap gadis yang paling ia cintai itu menatapnya dengan penuh ketakutan.

Sontak Gian melemparkan mayat yang kepalanya di mremukannya barusan. Berjalan pelan, mendekati Dewi. Tersisa tiga orang yang masih mematung dengan keringat dan luka di sekujur tubuhnya. Mereka saling memandang termasuk Iwan yang tiba-tiba muncul dari tempat persembunyiannya dan mendekati tiga pendekar yang tersisa.

"Kelemahan mahluk itu adalah Dewi, Tuan. Kita harus menjebaknya." desis Iwan kepada tiga pendekar yang langsung mereka setujui.

"Kamu bukan Gian. Kamu ... BUKAN GIAN!" lolong Dewi sambil mundur saat Gian melangkah maju ke arahnya. Isakan kekecewaan serta ketakutan mendominasi diri Dewi.

Manusia serigala itu berhenti melangkah, tiba-tiba wujudnya kembali berubah menjadi Gian, pemuda polos yang Dewi kenal. Tatapannya menatap sayu ke arah Dewi. Sambil lenganya mencoba menggapai Dewi yang semakin mundur.

"D-D-De-W-Dewi."

Dewi membelalak ketika namanya keluar dari bibir Gian. Pemuda yang selama ini diam membisu. Sekarang dengan suara yang serak dan dalam, ia memanggil namanya.

Dewi menutup mulutnya sambil menagis pilu. Ia tidak tahu lagi harus apa. Di kepalanya ia harus menjuhi Gian, karna dia bukan manusia sama sepertinya. Benar apa kata Iwan waktu itu.
Tapi, di lubuk hatinya yang paling dalam, ia ingin selalu bersama dengan Gian. Pemuda yang sudah membuatnya jatuh cinta. Ia menolak pilihan pertamanya itu secara gamblang.

"De ... Dewi."

Panggilan Gian membuat Dewi tidak bisa mundur lagi. Ia ingin sekali memeluk tubuh Gian yang penuh dengan luka. Ia tidak bisa menjauhi Gian yang seperti sekarang. Hatinya tetap jatuh kepada pemuda yang bukan manusia itu. Ia pun dengan mantap melangkah maju untuk menggapai Gian. Ia tidak peduli dia manusia atau bukan, karna ia tahu Gian. Makhluk yang selalu menjaganya.

Namun tanpa diduga tiba-tiba lengannya ditarik kuat hingga jatuh ke belakang. Iwan. Dia pelakunya, yang menarik lengan Dewi hingga gadis itu meringis kesakitan.

ARRRRRRGGGGG!

Gian kembali menjadi seperti semula. Apalagi melihat Dewi yang di seret paksa oleh Iwan. Tubuh Dewi terlihat beradu dengan kerikil-kerikil yang tajam, menyisakan jeritan kesakitan yang tidak digubris oleh Iwan. Ia tetap menyeret Dewi paksa.

Cresss!

Akhh!

"GIAAAAANNN!"

Satu tusukan anak panah berhasil menembus bahunya. Ia meringis saat ujung anak panah itu telah di olesi oleh racun yang seketika menjalar ke seluruh tubuhnya.

"BUNUH SEKARANG!" teriak Iwan membuat tiga pendekar tadi mengeluarkan belati-belati kecil. Bersiap menerjang mahluk yang terlihat semakin lemah itu.

"TIDAK ... LEPAS!" Dewi menendang kemaluan milik Iwan yang langsung membuat sang pemiliknya merenguh kesakitan. Seketika cengkraman Iwan terlepas.

Langkah Dewi cepat, terserok-serok menuju Gian. "Tidakk! Giaaan!"

BUGH!

Creshh!

DUAK!

Tubuh Gian terkapar, keluar darah dari dalam mulutnya. Luka sayatan di sekujur tubuhnya yang terkena racun dan bekas anak panah tadi terus saja mengeluarkan darah segar tanpa henti. Di tambah tusukan belati yang amat dalam. Kembali mengeluarkan derasnya si cairan merah berbau anyir itu.

Dewi menerobos ketiga pemuda itu dengan kasar. Ia mendekap tubuh Gian yang terluka parah.

"JANGAN SAKITI GIAN ... PERGI" jerit Dewi sambil memeluk erat tubuh terkapar Gian. Nafasnya tersenggal-senggal.

"MENYINGKIR ... ATAU KAU JUGA AKAN IKUT MATI!" bentak pendekar itu sangar. Menunjukan pedangnya yang cukup panjang ke arah Dewi.

"Lebih baik aku mati!" desis Dewi menatap ketiga pendekar itu dengan geram.

"Baiklah, itu maumu." ucap salah satu pendekar itu, membuat Dewi mengeratkan pelukannya kepada Gian, pemuda itu setengah sadar, ia terus saja menggelengkan kepalanya. Tanda bahwa pilihan Dewi salah besar.

"Enggak! Aku gak mau ninggalin kamu Gian. Lebih baik kita mati sama-sama ya." desis Dewi mencium kening Gian sekilas dan menatap iris mata pemuda itu.

"Aku sudah banyak kehilangan orang yang ku sayang, dan itu tidak akan terjadi lagi. Karena aku menyukaimu, Gian. Apapun rupa milkmu sekarang." bisik Dewi dengan air mata yang ikut berjatuhan.

Gian tersenyum tipis.

"Dewi aku juga sayang kamu." balasnya lirih.

                                🌊🌊🌊   

 

 

 

 
 

The Fairy Of Ocean  [END]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang