~Rasa~

170 24 4
                                    


Gian tampak terfokus ke depan, tepatnya ke arah hamparan lautan biru yang maha luas. Gelombang yang menyapu sampai menyentuh kedua kakinya seakan membawanya kepada ingatan yang saat ini belum ia dapatkan. Ingatannya tentang masa lalu dan asal-usulnya benar-benar raib hilang di dalam kepalanya. Rasa Deja vu yang tak jelas mulai menerpa kepalanya, pusing dan pening. Bibirnya kelu, suaranya hilang entah kemana. Rasanya begitu berat mengucapkan satu kalimat saja.

"Siapa aku sebenarnya?"

"Kenapa aku tidak mengingat sedikit pun tentang diriku dan asal-usulku?"

Gian mundur beberapa langkah menjauhi pantai. Semakin lama ia memaksakan diri untuk mengingat jati dirinya yang sesungguhnya, maka semakin menyakitkan rasa sakit di kepalanya.

Ia mengedarkan pandangannya dan mendapati sosok gadis yang menolongnya itu. Ia tengah sibuk memunguti gundukan demi gundukan kecil rumput laut yang terbawa arus. Gian terpaku, saat paras gadis itu mampu menyedot perhatiannya sebentar.

Wajahnya cantik natural. Matanya indah bagai rembulan. Senyumnya tulus dan menenangkan isi batinnya. Ia meraba dadanya yang berdenyut-denyut kencang. Entah apa yang terjadi padanya saat ini, hanya dengan menatap Dewi seperti tadi. Tubuhnya bisa bergetar tak karuan seperti ini. Padahal keduanya baru bertemu, tapi ia merasakan hal yang aneh di dalam dirinya.

Apa ini semacam perasaan tertarik?

"Ada yang sakit?" tanya Dewi yang entah kapan bisa berada di samping Gian. Pemuda itu sedikit tersentak. Lalu, ia menatap Dewi dengan sayu. Tatapan yang langsung membuat gadis di depannya kikuk.

Dewi baru pertama kali melihat pemuda di depannya terkejut karnanya, cukup lucu.

"Jangan menatapku seperti itu." cetus Dewi sambil menghalangi wajahnya dengan kedua telapak tangannya yang basah. Ada suara cicitan tawa yang Gian dengar. Tanpa di duga, Gian menyingkirkan telapak tangan Dewi yang menghalangi paras indahnya yang tak pernah ia bosan untuk menelisiknya dan menikmatinya, rasanya perlahan-lahan  membuatnya jatuh hati.

Dewi tercengang saat tangannya digenggam begitu lembut oleh telapak tangan yang lebih besar darinya. Apalagi tatapan Gian benar-benar serius sekarang mengarah kepadanya. Membuat kedua pipi Dewi tiba-tiba terasa panas.

"Oh ya. Disana saya menemukan kamu pertama kali." elaknya, sambil melepaskan cengkraman Gian tadi. Langkahnya berhenti di sebuah karang datar yang ukurannya setengah badan Gian.

Gian mematung.

"Kamu enggak ingat sesuatu?" tanya Dewi memastikan.

Gian hanya menggeleng pelan, membuat Dewi mau tak mau menghela nafas berat.

"Terus gimana aku ceritakan kepada kepala kampung kalo gini?" desisnya lirih.

"DEWI!"

Keduanya sontak menoleh ke arah berlawanan. Menatap sesosok pemuda berambut gondrong dengan tas yang masih bertengger di punggungnya.

"Iwan!" cicit Dewi. Ia tahu siapa pemuda keras kepala itu, orang yang selalu memaksanya untuk menjadi kekasihnya. Setelah Iwan pergi merantau, Dewi bisa merasa lega karna terbebas dari paksaan dan gombalan keras kepala pemuda yang selalu menguntitnya ke mana-mana.

"Kamu apa kabar?" tanya Iwan sambil bersiap memeluk Dewi, namun dengan cepat gadis itu menghindar. Membuat Iwan mendengus pelan dan ekor matanya menatap sosok asing bersama dengan kekasihnya.

"Dia siapa? Bukan orang sini, kan?" ucap Iwan ketus, sambil menatap penuh intimidasi ke arah Gian yang malah membalasnya dengan tatapan sangat dingin.

"Dia namanya Gian. Kenapa kamu tanya-tanya?" balas Dewi tak kalah ketus.

"Lho kok gitu! Sayang, aku gak mau ya! Kamu deket-deket sama orang asing ini. Apalagi bukan siapa-siapa kamu." ujar Iwan mulai dengan sifat possesive-nya.

"Kamu emang siapa suka ngatur-ngatur orang? Ini, kan hak aku mau deket sama siapapun." balas Dewi.

"Aku-kan pacar kamu Dew, sini." Iwan mencengkram lengan Dewi agar menjauh dari samping Gian. Namun Dewi menghempaskan cengkraman Iwan hingga beberapakali. Hal itu membuat Iwan semakin memaksa Dewi dan bersikap lebih kasar, menarik tangan Dewi penuh amarah. Melihat gadis di depannya terus menolak dan memberontak. Gian menatap Iwan dengan berang.

Grepp!

Buk!

Tubuh Iwan tersungkur ke atas pasir setelah mendapat pukulan telak dari pemuda asing yang kini beralih memegang lengan gadisnya secara possesiv. Menyembunyikan tubuh Dewi dibalik tubuhnya.

"Sialan. Bangsat! Elu siapa hah!" Iwan murka setelah mendapat penindasan barusan. Ia mencengkram kerah kemeja yang dipakai Gian. "LU JANGAN IKUT CAMPUR URUSAN GUA!" bentaknya tepat di depan wajah Gian.

"Stop. Stop! Udah, udah. Iwan jangan berantem!" relai Dewi mencoba menengahi ke duanya. Meski Gian tak bereaksi apapun, tapi Dewi takut amarah Gian juga ikut tersulut.

"DIAM LO DEWI!" bentak Iwan membuat kedua mata Gian membulat sempurna. Tanpa aba-aba, dengan cepat Gian mencengram kuat tangan Iwan dan melepas dengan mudah cengkraman di kerahnya. Lantas mendorong keras tubuh Iwan yang tak lebih tinggi darinya hingga tercebur ke bibir pantai. Dewi melotot melihat betapa kuatnya Gian membanting tubuh Iwan. Hingga terlempar cukup jauh.

"Sudah Gian. Ayo pulang." seru Dewi panik.

Dengan cepat Dewi menyeret pemuda yang sedang dalam mode marah itu. Ia tidak mau semuanya bertambah runyam.

Keduanya pergi meninggalkan Iwan yang berseru dengan sumpah serapahnya.

                                  



🌊🌊🌊          

 

The Fairy Of Ocean  [END]✔Where stories live. Discover now