~Rumit~

137 16 6
                                    

Seperti biasa, pagi sudah menjelang. Rumanah telah bersiap untuk pergi mencari ikan bersama teman-temannya. Memang setelah suaminya meninggal, ia sendiri yang harus terjun langsung mencari ikan. Tapi semuanya juga tidak memberatkan baginya, karna ia sudah terbiasa mencari ikan dari dulu, bersama ibu-ibu lainnya.

Rumanah tersenyum melihat Gian yang tengah memperbaiki atap rumahnya. Ia senang sekali selama Gian tinggal di rumahnya. Pemuda itu bisa melakuka hal yang tidak bisa ia lakukan, seperti mengangkat karung padi yang luar biasa berat. Tapi Gian terlihat mudah sekali mengangkat itu tanpa sedikitpun rasa berat di raut wajahnya dan banyak hal lagi yang membuat Gian adalah pemuda yang kuat.

Rumanah juga sudah berharap dari dulu memiliki anak laki-laki. Ia bersyukur jika tuhan memberikannya melewati Gian meskipun ia tidak bisa bicara sekalipun, itu tidak masalah menuritnya. Gian sudah menjadi bagian terpenting di rumahnya sekarang. Tapi akhir-akhir ini pemikirannya bergelut ketika ia harus mau tak mau menyerahkan Gian kepada ketua kampung. Keduanya sudah sepakat jika Gian sadar dan sembuh, maka ia harus siap melihat Gian pergi.

"Wi, ibu pergi ya! O-ya, Gian?"

Pemuda yang baru turun dari atas dengan tangga itu menatap Rumanah.

"Kamu setelah ini makan. Jangan keluyuran, jangan jauh-jauh dari Dewi. Atau kamu tidur saja. Ibu gak mau kalo kamu keliatan oleh Pak Sohib ya." ucap Rumanah sambil mengusap rambut Gian yang penuh dengan juntaian sarang laba-laba yang berasal dari atap rumahnya.

Gian tersenyum, satu lagi seseorang yang harus ia jaga. Ibunya Dewi sangat menyayanginya seperti anaknya sendiri.

"Kamu dengarkan apa kata ibu?" tanya Rumanah yang langsung diangguki cepat oleh Gian.

"Ibu belum berangkat?" tanya Dewi yang baru selesai menjemur pakaiannya.

"Iya ini mau berangkat. Tapi kayaknya hari ini ... ibu ngerasa cemas ninggalin kalian berdua." serah Rumannah sambil mengusap tengah dadanya dengan gusar.

"Ibu mungkin cuma prasangka. Tapi kalo ibu lagi gak enak badan mending jangan pergi dulu." cegah Dewi.

"Eeeh, udah enggak kok. Ibu udah baik-baik aja sekarang. Kalau begitu, ibu pergi yah. Jaga diri kalian."

Rumanah melambai sambil pergi menjauh dan hilang menuju pantai.

"Apa sekarang?" tanya Dewi sambil membersihkan sisa helaian benang laba-laba di rambut Gian.

"Makan dulu." Dewi menarik lengan kekar Gian untuk kembali masuk kedalam rumah.

"DEWI!"

Keduanya terlonjat kaget saat Iwan tiba-tiba datang. Raut mukanya berubah ketika melihat Gian berada di samping Dewi. Gambaran semalam masih terekam jelas di matanya. Iwan menelan salivanya kasar, tangannya mengepal keras.

"Dewi, kamu jangan dekati pemuda itu lagi. Di-dia berbahaya buat kamu." seru Iwan menggebu-gebu, sambil telunjukanya menunjuk lurus ke arah Gian.

"Kamu tuh ngomong apa? Jangan suka nge-fitnah orang. Dosa!" Dewi menghela nafas sambil menggelengkan kepalanya.

"Kamu harus percaya sama apa kataku Dew, dia itu ... Monster! Pemuda yang kamu lindungi itu sebenarnya makhluk mengerikan!" seloroh Iwan kini dengan sedikit bentakan.

Dewi menaikan satu alisnya. "Kamu gak salah makan hari ini Wan, atau semalem kamu mabok apa bisa sampe gak jelas gini."

Iwan menghela nafas berat, memang sulit jika tanpa bukti. Ia melihat raut Gian yang terlihat panik dan terkejut atas apa yang diucapkannya.

"Kalau kamu gak percaya. Gian itu monster. Tanya sama dia!" serunya putus asa.

Dewi spontan menatap Gian yang berada di sampingnya. "Benar begitu?"

Sontak Gian menggeleng cepat membuat Dewi pun semakin tidak percaya akan yang diucapkan oleh pria berbadan cukup bingsor tadi.

"Dewi, suatu saat nanti, kamu pasti menyesal! Aku udah lihat sendiri siapa si Gian-mu itu. Monster! Pergi dari sini! Menjauh dari Dewi. Bangsat!" cerca Iwan marah. Ia benar-benar jijik melihat raut Gian yang mudah sekali menjadi setenang mungkin, apalagi di hadapan Dewi.

"Iwan, lebih baik kamu yang pergi. Jangan bikin ulah lagi. Atau aku panggil Pak Sohib!"

"Panggil aja Dew, panggil! Biar semua tahu siapa Si Penipu ini. Makhluk menjijikan. Kamu harusnya jangan deket-deket sama dia Dew. Bahaya! Ini demi keselamatan kamu." Iwan keukeuh.

"Ngawur! Kamu beneran mabok Wan, sudah ku bilang jangan bikin keributan lagi. Gian baik-baik aja, kamu suka bikin perkara tau gak!" sungut Dewi kesal.

"Dew, ku mohon percaya sama aku. Si bangsat itu ben--"

"Udah aku gak mau denger yang aneh-aneh lagi dari kamu! Lebih baik kamu pergi! Ayo Gian." Dewi menarik tangan Gian masuk kedalam rumahnya. Sebelum itu Gian menatap mengancam kearah Iwan.

"BANGSAT. CIH, PENIPU! DEWI AWAS AJA SUATU SAAT NANTI KAMU PASTI MENYESAL UDAH GAK PERCAYA SAMA OMONGAN AKU!" teriak Iwan sedikit frustasi.

 

                              🌊🌊🌊

The Fairy Of Ocean  [END]✔Where stories live. Discover now