~Bulan Purnama~

107 15 8
                                    

Dewi terlelap dengan kedua matanya yang sembab. Tangisannya baru terhenti setelah seharian ini. Apalagi malam sudah menuju larut dan Gian menemani gadisnya itu, terbaring lemah di atas pembaringan. Sesekali dapat ia dengar isakan kecil yang lolos dari bibir Dewi. Pegangan tangan Dewi telah terlepas dari tangannya.

Gian menyingkirkan helaian rambut yang menghalangi paras Dewi. Mengusap lembut sisa air mata di pipi Dewi. Ia tentu sangat mencintai gadis di depannya kini. Lebih dari apapun, ia akan mengorbankan nyawanya demi menyelamatkan dia, Dewi Purmana Rembulan.

Meskipun ia gagal melindungi Rumanah yang telah pergi dengan tenang. Tak bisa dipungkiri jika hatinya terasa ikut terluka melihat keadaan Dewi sekarang ini.

Gadisnya telah kehilangan sebelah hidupnya. Sama persis sepertinya, kehilangan sosok anggota keluarga adalah hal yang paling menyakitkan.

Gian menatap nanar lekuk wajah Dewi yang semakin pucat.

"Aku berjanji akan menjag--- Arrrggh!"

Tiba-tiba ia merasakan sesuatu mendesak dadanya, seakan-akan ingin keluar dari dalam tubuhnya. Ia menengok ke arah sinar bulan yang terpancar menerobos kaca jendela yang ternyata terbuka.
Gian sekuat tenaga mencoba menahannya, meskipun keringat mulai membanjiri tubuhnya. Bola matanya perlahan-lahan berubah, kuku-kukunya memanjang.

Ia menggeleng-geleng cepat. Ia tidak mau berubah menjadi wujud aslinya, waktunya tidak tepat saat ini.

"Tidak untuk sekarang ... Tidak" pekiknya membatin.

"Akh ... Aku tidak kuat!"  Ia bangkit dan melangkah cepat.

BRAKK!

Gian memasuki kamar satu-satunya yang berpintu, kamar tempat penyimpanan karung-karung padi. Ia menyandar di balik pintu sambil sesekali mengejang-ngejang dan mengerang tertahan. Supaya Dewi tidak mendengar suaranya. Ia menatap celah-celah kecil dari ventilasi ruangan. Baru sadar jika malam ini adalah malam bulan purnama. Ia teringat apa kata peri laut di mimpinya supaya menghindari cahaya bulan penuh.

"Gian?"

Gian tersentak saat mendengar panggilan dari Dewi. Ia sudah terbangun dari tidurnya. Dan ia sekarang berada di balik pintu yang ia sandari.

"Gian? Kamu di dalam?"

Dewi mengetuk pintu leuit beberapa kali. Tadi ia terpaksa bangun ketika samar-samar melihat Gian berlari panik dan mendebrak pintu leuit serta masuk ke dalam ruangan penyimpanan padi ini.

Dewi bertanya-tanya, untuk apa Gian kesana. Di tambah suara erangan aneh hingga geraman tertahan terdengar dari dalam.

Gian bertambah panik ketika pintu mulai di ketuk oleh Dewi hingga sedikit dorongan pintu dari luar. Tapi Gian sekuat tenaga menahan pintu yang sama sekali tidak memiliki kunci. Ia mati-matian menahan perubahan wujudnya sambil menelan suara erangan di tenggorokannya. Ia tidak mau memperlihatkan wujud aslinya kepada Dewi, dia nanti pasti ketakutan dan menjauhinya.

"DEWII! DEWII! KELUAR KAMU! BAWA MAKHLUK ITU. CEPAT. ATAU KAMI MASUK SECARA PAKSA!"

Dewi terkejut mendengar teriakan yang cukup ramai berasal dari luar rumahnya.

"Ada apa lagi ini?" pikirnya heran, sambil berjalan ke jendela rumahnya.

Menyibakan tirai merah tipis agar ia dapat melihat keributan apa di luar dari balik kaca jendela yang agak buram akibat suasana malam yang semakin larut.

"Hah! Mau apa meraka datang kemari?" batinnya panik.

                                🌊🌊🌊

        

  Leuit' dalam bahasa sunda adalah tempat penyimpanan padi atau lumbung dalam bahasa indonesia.

Follow agussetiawan2001 😴

The Fairy Of Ocean  [END]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang