~Tentang Dia~

230 27 14
                                    

Suasana rumah milik Dewi tampak ramai oleh orang-orang kampungnya yang merasa penasaran dengan temuan seorang pemuda yang terbawa arus pantai. Mereka tampak sibuk menonton dan saling menyahuti obrolannya masing-masing.

"Orang terdampar ya?"

"Iya. Kasihan sekali. Pasti kapal yang ia tumpangi hancur atau terbawa arus semalam."

"Arus semalam memang dahsyat."

"Iya. Masih untung airnya enggak naik sampai ke perkampungan."

"Ngeri ih. Saya takut bisa-bisa suami kita juga jadi korban!"

"Hush! Kamu kalau ngomong itu."

"Eh, eh. Aku barusan baru lihat orangnya!"

"Gimana-gimana?"

"Tampan bin cakep!"

"Hahahha! Kamu ini bisa aja kalo ngomong."

Itulah samar-samar obrolan yang bisa Dewi tangkap dari para tetangganya, terutama ibu-ibu yang terlihat paling menonjol kalo soal gosip-menggosip.

"Apa Dewi yakin mau merawat pemuda ini?" tanya salah satu ketua di kampung sambil menghisap tembakaunya yang kemudian mengepul dari mulutnya.

Seketika dewi menatap ibunya yang hanya tersenyum tipis. "Iya, pak. Nanti kalo sudah sembuh. Bisa bapak introgasi dan tanya-tanya asalnya." ucap Dewi membuat ketua di kampungnya bernama Sohib itu hanya mengangguk tanda setuju.

Setelah semuanya bubar dan Pak Sohib akan memanggil dokter dari pulau seberang. Memang benar, tempat Dewi tinggal masih cukup terpencil dari dunia luar. Jadi hanya pulau seberang yang menjadi akses segala kebutuhan kampung disini.

Dewi yang duduk disamping pemuda yang masih belum sadarkan diri itu, hanya tersenyum kagum menatap paras pemuda yang begitu tampan itu.

Hidungnya mancung, rahangnya tegas, kulitnya putih agak pucat. Rambutnya coklat terang dan bibirnya tipis berwarna merah.

Benar-benar pemuda yang sangat tampan persis seperti di gambar yang pernah ia temukan terbawa arus laut dulu.

Cukup lama Dewi menatap ketampanan paras pemuda itu hingga ia tak sadar jika dokter sudah datang.

Setelah ditegur ibunya, Dewi membiarkan pemuda itu diperiksa oleh dokter perempuan yang cukup tua.

"Bagaimana Dok,?" tanya Rumanah, alias ibunya Dewi.

"Oh, dia baik-baik saja kok, sebentar lagi juga siuman." ucap Si Ibu dokter sambil tersenyum singkat dan sibuk memasukan kembali alat-alatnya ke dalam tasnya.

"Eh, dokter mungkin keliru. Dia ini yang Dewi temukan tak sadarkan diri tadi pagi di pantai loh. Pasti korban badai semalam Dok, masa gak luka serius gitu." ucap Rumanah tak percaya akan ucapan dokter itu mengenai pemuda yang masih belum sadar di hadapannya.

"Mungkin benar begitu. Tapi memang kondisinya saat ini baik-baik saja kok. Dia hanya pingsan karna terlalu banyak minum air laut. Apalagi tadi airnya sudah keluar dari paru-parunya. Jadi sebentar lagi dia siuman." jelas dokter itu sambil tersenyum kecil.

Rumanah tampak menganga tak percaya.

"Wah, dia bener-bener pemuda yang kuat ya." celetuknya membuat Dewi dan si dokter tertawa renyah.

"Ibu harusnya bersyukur karena pemuda ini baik-baik saja." timpal dokter itu dengan senyum tipisnya di susul anggukan dari Dewi.

"Hehe. Dokter itu-kan saya kaget gitu, tapi beneran dia gak sakit atau luka dalam gitu?" tanya Rumanah sekali lagi memastikan.

Dokter perempuan itu tersenyum bersama dengan Dewi yang menggeleng geli. Tapi tidak menapik, jika ia juga ikut terkejut mengenai keadaan pemuda itu.

"Baik-baik saja, syukurlah." batinnya.

******

Malam pun menjelang.

Rupanya malam ini sama seperti malam kemarin. Malam ini juga hujan turun cukup deras dan di sertai sambaran petir yang memekik indra pendengaran.

Dewi bangun dari tidurnya, suasana dalam rumahnya gelap, karna lampu mati. Jadi ia harus menyalakan lampu minyak sebagai pengganti lampu listrik.

Ia teringat akan keadaan pemuda yang masih belum sadar itu. Langkahnya berjalan menuju ke tengah ruangan rumahnya. Ia bisa melihat tubuh pria itu yang masih terbaring kaku di atas kasur lepek dan selimut tipis miliknya. Ia kemudian mendekat dan duduk di samping pemuda itu. Dewi kembali menatapnya lekat-lekat, lampu minyak di tangannya di letakkan begitu saja di samping pemuda itu.

Tangannya terjulur menempel di dahi pemuda itu. Lantas mengusap sampai ke pipi dengan lembut.

Ssshhh!

Samar-samar Dewi bisa mendengar suara yang lemah keluar dari bibir pemuda itu. Suaranya tenggelam oleh hujan dan suara petir dari luar.

Dewi pun mendekatkan telinganya ke wajah pemuda itu, untuk mendengar lebih jelas apa yang keluar dari mulutnya barusan. Apa mungkin dia meminta sesuatu?

Tapi hanya nafas yang hangat dari pemuda itu menerpa sebelah wajah Dewi. Dewi baru sadar jika betapa hangatnya suhu badan pemuda itu, ia bisa merasakannya sekarang setelah mengikis jarak diantara keduanya.

"Tidurlah yang nyenyak. Besok cepat siuman ya." ucap Dewi pelan sambil kembali beranjak dari samping pemuda itu dan kembali ke kamarnya.




🌊🌊🌊

The Fairy Of Ocean  [END]✔Where stories live. Discover now