"Cepat masuk! Besok hari jadi pernikahan mama dan papa loh. Kamu mau sakit?" Tanya Jacob yang membuat Fiona langsung mendongak dari posisinya. Gadis itu benar-benar melupakan bahwa dirinya sedang berderai air mata dan wajahnya memerah karena menangis.

Jacob yang melihat wajah kakaknya terlihat sembab karena menangis, tidak mengatakan apa-apa. Jika Fiona ingin mengatakan apa yang terjadi kepada Jacob, ia pasti sudah melakukannya. Anak itu hanya merasa marah dan penasaran siapa yang membuat Fiona menangis.

"Aku lupa!" Seru Fiona terlihat panik. "Apa yang harus kita lakukan?" Jacob mengusulkan untuk membuat sarapan esok hari. Tapi untuk melakukan itu, mereka harus bangun lebih pagi daripada kedua orang tua mereka. Padahal Fiona tidak bisa bangun pagi, setidaknya tidak lebih pagi dari mamanya.

"Ugh, kamu tahu aku tidak bisa bangun pagi. Aku bukan morning person seperti mama." Gerutu gadis itu.

"Ya, makanya kamu harus tidur lebih cepat dan berhenti menonton film sampai pagi!" Jawab Jacob ketika mendengar Fiona mengeluh. Hal itu membuat Fiona memutarkan bola matanya karena ia baru saja dinasehati oleh seorang anak kecil berusia sepuluh tahun.

"Bagaimana jika aku tetap tidak bangun?" Tanya Fiona sambil bangkit berdiri. Berharap balasan Jacob seperti, tenang saja aku akan membangunkanmu atau semacam itulah. Tapi adiknya itu justru melipat kedua tangannya dan menatap Fiona dengan jengkel.

"Makanya, pasang alarm. Dasar pemalas." Jawab Jacob sambil berbalik sambil berjalan masuk ke rumah mereka. Seluruh kesedihan Fiona lenyap, seketika gadis itu sama sekali melupakan kejadian tadi. Fiona yang merasa gemas dengan sikap adiknya yang sok dewasa setengah berlari dan memukul pelan pundak Jacob.

Seperti biasanya, Jacob langsung bersikap berlebihan. Seakan-akan Fiona baru saja memukulnya dengan sekuat tenaga sampai membuatnya kesakitan. Anak itu mengerang sambil memegang pundaknya dan berpura-pura kesakitan.

"Halah, kamu lemah sekali." Ujar Fiona namun rasa bersalah menggumpal di hatinya. Meskipun ia sendiri tahu bahwa adiknya hanya berpura-pura. Fiona jadi khawatir jika ia ternyata memang menyakiti adiknya itu.

Tepat ketika melihat kakak perempuannya itu lengah, Jacob segera mengejarnya hendak balas memukul. Ternyata tidak semudah itu untuk memukul Fiona, karena gadis itu segera mengelak dan berlari. Seperti inilah yang biasa Fiona lakukan ketika sedang melarikan diri dari perasaannya. Bermain-main dengan Jacob.

Sementara keduanya berlari-larian di dalam rumah, mereka mendengar suara deru mesin mobil di depan rumah. Ketika melihat papanya yang membuka pintu, Fiona segera berlari dan berlindung di belakangnya.

"Pa!" Adu Jacob ketika melihat kakak perempuannya itu menjulurkan lidah ke arahnya. Bukannya bereaksi atas tingkah kedua anaknya, papanya itu justru bertanya. "Loh mama kalian belum pulang?"

"Belum." Jawab Jacob, lalu ia berjalan meninggalkan papa dan kakaknya. Setelah berhenti berlari-larian, otak Fiona memutar kembali kejadian tadi. Gadis itu tidak murung, hanya terdiam.

"Pa aku lapar. Fiona tidak memasak apa-apa. Lagipula masakannya tidak bisa dimakan." Lanjut Jacob yang membuat Fiona kembali melupakan kejadian Leonard dan Elle. Gadis itu hanya bisa melotot ke arah adiknya karena ia tidak bisa memukulnya karena sekarang ada papa mereka.

"Bagaimana kalau kita beli pizza saja?" Tanya Jacob sok mengusulkan, padahal papanya tahu bahwa itulah tujuan utama Jacob. Pria itu tertawa mendengar permintaan anaknya lalu mencibir, "Yee, itu mah memang tujuan utama kamu."

"Let's go." Lanjut papanya setelah melihat wajah senyum Jacob yang terlihat baru saja tertangkap basah. Mereka membeli seloyang besar pizza pepperoni dan memakannya di sofa depan televisi.

Jika Mrs. Richards melihat situasi ini, wanita itu pasti akan mengomel tentang kebersihan sofa dan tidak makan di meja makan. Selama memakan pizza itu, Fiona memandangi layar ponselnya terus-menerus. Sejujurnya gadis itu masih berharap bahwa Leonard akan menghubunginya dan menanyakan dimana Fiona berada sekarang.

Tapi selama hampir tiga jam ia pulang, pemuda itu sama sekali tidak menghubunginya. Fiona mencoba merendahkan dirinya satu kali lagi untuk menghubungi pemuda itu. Siapa tahu, Leonard akan menanyakan keberadaan Fiona. Ia masih berharap bahwa mereka tidak perlu putus hubungan meskipun dirinya sudah melihat apa yang dilakukan Leonard dan Elle di mobil itu.

Fiona berjanji kepada dirinya sendiri jika Leonard tidak mengangkat teleponnya yang ketiga kali ini, ia akan memutuskannya pada hari Senin. Gadis itu dibanjiri rasa syukur ketika ponsel itu akhirnya diangkat. Tapi ia segera di guyur kekecewaan ketika mendengar suara seorang gadis di baliknya.

"Hallo?" Fiona mengenali suara Elle karena beberapa kali gadis itu datang untuk menonton band mereka berlatih dan Fiona sering mengobrol dengannya. Fiona hanya tidak tahu bahwa gadis itu mengincar kekasihnya.

Ketika menyadari bahwa yang mengangkat telepon Leonard adalah gadis itu, Fiona kadi bertanya-tanya dalam hatinya. Kenapa Leonard memberi akses bebas ponselnya kepada Elle? Padahal Fiona sendiri sama sekali tidak diperbolehkan memegang ponselnya.

"Hai." Jawab Fiona berusaha untuk tidak menangis. Tapi suaranya terdengar sedikit gemetar.

"Ada apa ya?" Tanya Elle yang membuat Fiona merasa semakin terluka.

Elle bertingkah seakan-akan Leonard dan dirinya telah menjalin sebuah hubungan, lalu Fiona adalah seorang gadis asing yang tiba-tiba menghubungi kekasihnya serta berusaha untuk merusak hubungan mereka. Atau apakah gadis itu sengaja membuat Fiona merasa tergeser dari posisinya sebagai seorang pacar?

"Aku mau berbicara dengan Leo. Sekarang." Kata Fiona terdengar dingin, bahkan di telinganya sendiri. Ia sempat mendengar Elle berteriak di tengah kegaduhan musik sebelum suara kasar menjawab Fiona dari sambungan telepon itu.

"Kemana saja kamu? Ditungguin justru tidak datang. Kamu memang tidak pernah ada usahanya ya padahal aku hanya memintamu datang. Rumahmu dan tempat latihan juga tidak terlalu jauh." Omel Leonard yang membuat Fiona terdiam. Ia merasa sangat sedih, bukan hanya karena Leonard sedang memarahinya tapi tentang Elle juga.

"Ya sudah. Kalau kamu memang merasa bahwa aku tidak punya usaha dan sebagainya. Bukankah lebih baik kita sudahi saja hubungan ini?" Tanya Fiona terdengar sangat kelelahan. Gadis itu sudah berjalan naik ke lantai dua untuk masuk ke dalam kamarnya.

"Yeeh, apakah kamu gila? Kamu mengatakan ini supaya kamu bisa berkencan dengan si ba***gan Mitchell itu sajakan? Aku tidak akan membiarkanmu!"

"Tapi kamu sendiri main-main dengan Elle! Memangnya kamu kita aku tidak melihatnya? Aku sudah datang ke tempat latihan. Tapi kamu justru melakukan hal-hal aneh dengan Elle! Kenapa pula ia bisa memegang ponselmu?" Cerocos Fiona yang sudah tidak sanggup membendung kekesalannya.

"Itu bukan urusanmu!"

"Ya sudah! Bukan urusanmu juga aku mau menjalin hubungan dengan siapa!"

"Nah kan terbongkar. Kamu memang cewek ja***g! Lagi pula ya, jika dibandingkan, kamu dan Elle in bed juga lebih baik Elle!" Teriak Leonard dari sambungan telepon itu.

Fiona memandang layar ponselnya dengan tatapan kosong. Karena ia jelas belum pernah tidur dengan Leonard. Itu berarti Leonard sudah pernah tidur dengan gadis lain selain Elle.

///\\\

Don't forget to vote!⭐️
And give me some comments!❤️
Happy Reading!🌈

Little Note From The Author:
Terima kasih yang sudah bersedia untuk klik cerita ini lagi ya.

Cerita ini telah diperbaharui dan semoga dapat menjadi lebih layak untuk dibaca oleh teman-teman pembaca semuanya ya.

Vote & Commentnya ditunggu ya.

You Belong With MeWhere stories live. Discover now