Yang lain tertawa renyah mendengarnya. Sementara Daniel yang disebut kudanil, menatap tajam teman-temannya agar tak tertawa di bawah penderitaan orang lain. "Ngapain pada ketawa?! Gak ada yang lucu! Kudanil itu singkatannya 'kusayang daniel' iya kan, Ver!" ucapnya percaya diri.

Vero bergidik ngeri. "Gue bukan homo ya!"

"Elah, sekali aja belain gue!"

"Udah, udah. Malah pada bahas apa sih! Langsung ke rencana aja. Kita mau bahas tentang strategi penyerangan kan?" Kano menengahi perdebatan.

"Bentar-bentar, kayak ada yang kurang." Mata Vero menyusuri tiap sudut ruangan, tapi orang yang ia cari tak ketemu. "Alga mana kok nggak keliatan?"

"Itu Alga!" tunjuk Daniel pada cowok jangkung yang baru saja datang dengan wajah tertekuk. Cowok itu masuk ke ruangan dan tanpa diperintah, Daniel langsung bergeser agar Alga dapat duduk di kursinya.

"Dari mana aja, Ga?"

"Biasa," singkat Alga yang langsung dipahami teman-temannya. Biasa itu merujuk pada berjalan-jalan menemani pacarnya belanja ke mall.

"Oh. Ya udah, langsung ke topik aja biar cepet selese. Kasihan adek gue nunggu di rumah!"

"Oke. Jadi ...."

Mereka yang berada di ruangan sepenuhnya larut dalam diskusi rahasia mengenai strategi penyerangan lawan. Mereka adalah DALTON, geng yang cukup terkenal di kalangannya. Terdiri dari 20 anggota inti dan 23 cadangan, geng ini sudah ditakuti orang-orang karena kebrutalannya melawan musuh. Dalam geng ini terdapat 5 anggota pokok yaitu Vero, Alga, Daniel, Kano, dan Lano. Lima orang itu lah yang membangun geng Dalton.

Berkelahi dan tawuran sudah menjadi rutinitasnya. Mereka berpendapat bahwa kedua hal itu adalah suatu wujud menghibur diri. Tak hanya dua itu saja, ada lagi kenakalan mereka, salah satunya balap liar. Meskipun brengsek, mereka punya semboyan 'nakal boleh, selagi wajar'. Hal yang tidak wajar bagi mereka adalah membunuh. Itu larangan keras dalam geng mereka, siapapun yang melakukannya akan langsung dikeluarkan.

Kano menutup rapat pada malam ini. Sebagian anggota keluar dan pulang, sebagian lagi menetap untuk menginap atau sekedar menghabiskan waktu saja. Ruangan kini hanya tersisa Vero, Alga, Daniel, Kano, dan 4 cowok yang akan bermalam di sini.

"Mana sih Lano?! Dari tadi kok belum balik-balik." Kano berdecak gelisah. Takut jika terjadi sesuatu pada kembarannya, mengingat ini sudah tengah malam.

"Mampir dulu kali!" sahut Daniel sambil menghidupkan televisi.

"Mampir kemana coba? Ditelepon juga gak aktif! Bikin kuatir aja tuh cebong!" Kano melempar ponselnya asal ke meja.

"Positive thinking aja, mungkin dia lupa jalan pulang." celetuk Vero, kemudian mematikan nyala rokoknya yang sudah kecil. "Alga!"

Cowok yang bersandar di sofa paling pojok itu membuka matanya yang sempat tertutup setelah diskusi tadi. Tanpa bersuara, ia memandang Vero dengan tatapan bertanya. Vero pun paham dengan itu.

"Lo pulang apa di sini?"

"Pulang."

"Gue nebeng ya!" pinta Vero.

"Motor lo kemana, Ver?" tanya Daniel.

"Gue nggak bawa motor. Lagi males nyetir."

"Elah, bilang aja kalo bensinya tipis!"

"Mana ada! Orang gue kalo ngisi sampe luber!"

"Ngisi lo sebulan sekali."

Vero tak menanggapi ejekan Daniel, ia kembali menatap Alga yang kembali memejamkan mata. "Gimana, Ga?"

"Iya, lo nyetir, gue ngantuk!" ucap Alga tanpa membuka mata.

Vero berdecak. Sama saja dong, padahal niatnya tak membawa motorkan agar tak menyetir. "Ck, okelah. Demi nyawa gue."

"Lo gimana, No? Nunggu si curut atau mau pulang sama gue?" tanya Daniel yang melihat Kano gelisah.

"Gue nunggu Lano dulu deh. Kasian kalo dia ke sini tapi nggak ada gue."

Vero menggelengkan kepalanya heran. "Itu kembaran laknat amat ya! Sodaranya lagi nunggu, dianya kelayapan nggak jelas!"

"Kalo gue jadi lo, udah gue kutuk jadi timun tuh adek durhaka!" timpal Daniel.

"Lah, kok timun, buat apa coba?"

"Timun kan enak buat lalapan," jawab Daniel dengan gampang. Vero lupa jika kudanilnya itu memang suka lalapan sebagai teman makan. Bahkan jika nonton, Daniel lebih milih makan lalapan sebagai camilannya.

"Balik!" Alga berucap pada Vero.

Vero hanya mengangguk sebagai jawaban. Alga itu memang irit bicara dan pendiam. Jika teman-temannya sedang bercanda, ia lebih memilih memejamkan mata. Jangan tanya alasannya, karena itu sudah bawaan dari lahir.

"Kita duluan ya!" pamit Vero pada teman-temannya.

"Ya, gue juga mau balik!" sahut Daniel.

_

"Thanks yo, bro!" ucap Vero memberi jeda. "Hati-hati kalo bawa motor!" Setelah itu Vero pergi masuk ke rumahnya.

Alga masih duduk di jok belakang motornya yang sudah distandratkan. Menatap punggung sahabatnya yang perlahan hilang di telan pintu. Matanya mengerjap. Hanya begitu?

Apa sahabat yang sudah ia antar tak ingin menunggunya pergi dulu?

Alga menggeleng, apa yang ia harapkan dari teman tak tahu dirinya itu. Ia pindah ke jok depan dan menghidupkan motornya. Tak sengaja lewat ekor matanya, Alga melihat sebuah jendela yang terang dengan lampu. Bayangan seseorang berambut panjang muncul di sela-sela jendela yang tertutup gorden itu.

Alga bergidik. Setahunnya, Vero hanya tinggal sendirian. Tidak, ia tinggal dengan pembantunya. Tapi itu jika siang saja. Lalu siapa bayangan yang ia duga berjenis kelamin perempuan itu?

Alga kembali menolehkan matanya ke kamar itu, tapi sekarang jendelanya sudah gelap. Lampunya mati.

Bulu kuduk Alga berdiri, padahal ia memakai jaket tebal. Cepet-cepat Alga memutar gas untuk meninggalkan rumah itu.

ZIALGA ✔Where stories live. Discover now