Lekas Akira mengangguk sebagai jawaban. Dia begitu ingat-berdasarkan data lampau dari memorinya-ia diperintahkan Aoi untuk memberikan sebuah gelang kepada Kirika. Dia hanya akan meminta empunya manik merah itu mengenakan gelang tersebut ketika Akira jauh darinya.

Benar. Itu memang bukan gelang biasa. Gelang tersebut telah dirancang oleh Aoi, terhubung langsung kepada Akira. Jika gelangnya terbentur sesuuatu dengan keras, Akira akan menerima peringatan berupa sengatan di lensa kirinya.

"Kemarin, Madam menghantam gelang tersebut ke nakas. Saya langsung menerima sengatan yang telah Anda sebutkan," terang Akira. "Barangkali rasanya seperti ketika manusia merasakan nyeri."

Aoi nyaris tergelak. "Kuharap dia tidak melakukannya lagi."

"Tentu tidak. Beliau sudah berjanji."

Akhirnya pengurus acara muncul, meminta agar mereka segera bersiap. Pembawa acara yang telah menyelesaikan riasan bangkit dan melenggang menaiki panggung. Dia bahkan menyempatkan diri bersorak menyemangati yang lain.

Kelihatannya mereka beruntung telah menyewa pembawa acara yang cukup menyenangkan.

Para juru kamera sudah bersiap-siap untuk melakukan perekaman dokumentasi. Kilatan kamera dari pihak media cetak sesekali ikut menyilaukan mata. Beberapa wartawan telah menyediakan perekam suara dengan ponselnya, ada pula yang sudah bersiap-siap dengan pena stylus serta tabletnya.

Acara dimulai dengan lancar. Kadang-kadang pembawa acara akan memberikan celetuk berupa candaan yang sukses membuat beberapa tamu tertawa. Barulah ketika itu, Silvis muncul di balik panggung, bergabung dengan kelompok Aoi dan Akira yang tengah mendengarkan.

Orang-orang di sana membungkuk hormat padanya, tak lama beralih kembali memandang penasaran ke panggung.

"Apa aku terlambat?"

"Tidak, Tuan. Pembawa acara baru saja mulai," jawab Akira seadanya.

Mendengar hal tersebut, cepat-cepat Silvis merapikan diri. Dia juga menyempatkan diri menyeka keringat dengan saputangan yang ia keluarkan dari saku jas. Demikian salah seorang pengurus acara memberikan tablet yang berisikan kata sambutan.

Berakhir Silvis diam-diam melangkah mendekati Akira. Hampir-hampir ia meringis sebab usahanya gagal setelah Akira menoleh terang-terangan. Beruntung tak ada yang menyadarinya.

"Omong-omong Aleah sangat sensitif mengenai anak gadisnya malam ini," bisik Silvis, sedikit pun tak mengalihkan pandangan dari panggung yang bisa ia dapati sebisanya. "Kau sudah memeriksanya?"

"Sore tadi ...." Akira menjeda, ikut bertepuk tangan kala pembawa acara menyebutkan nama acara yang kemudian disambut dengan musik. "Saya memang sempat menghubunginya di jalan. Beliau mengatakan ia tak memiliki kendala apapun."

Sekenanya Silvis mengangguk-ngangguk.

"Jika memang terjadi sesuatu, lekaslah pergi. Aku bisa mengatasi acaranya." Kali ini ia memandang serius android di sampingnya. "Dia menginginkan acara ini tetap berjalan sesuai rencananya."

"Meskipun beliau diserang Oohara?"

"Meskipun dia diserang Oohara."

Barulah Akira mengerjap kala ia memberanikan diri memandang Silvis. Dia tertegun cukup lama untuk terus bisa berpaling setelahnya. Ragu-ragu ia mengangguk tepat sebelum beralih kembali ke panggung.

Giliran Silvis untuk memberi kata sambutan pun tiba. Segera tepuk tangan kembali bergemuruh. Silvis tampak sedikit tersenyum kala mendapati tim robotika menyemangatinya.

Akan tetapi, baru saja Akira hendak mengangkat tangan, lensa kirinya berkedip sekilas. Hampir tak seorang pun yang menyadari hal itu kalau saja ia tidak menyentakkan kepala. Berikut tangannya menutupi mata seraya meringis. Namun, tentu Silvis jelas menangkap peristiwa tersebut, lantas menghampirinya.

Fate : A Journey of The Bloody Rose [END]Where stories live. Discover now