PROLOG

156K 3.6K 101
                                    

DILARANG MEMPLAGIAT KARYA SAYA!

——happy reading!

Ada hal yang tak bisa kau ucapkan dengan kata, tapi bisa kau ungkapkan dengan rasa.

Zia Bellia Asyafa

***

Cowok berambut hitam itu menjauhkan ponsel dari telinga ketika penelepon menaikan suaranya. Merubah posisi tidur menjadi duduk sambil bersandar ke punggung sofa.

"Lebay banget sih lo! Udah ganti kelamin jadi cewek?" Ia berteriak di depan speaker ponselnya.

"Kali aja. Udah, to the poin aja! Lo ganggu waktu tidur gue!"

"Hm. Lo kumpulin aja dulu orangnya, baru gue mau."

"Gue serius!"

"Fine, ntar malem gue ke sana. Tepat waktu." Cowok itu menekan kalimat terakhirnya. Kemudian mematikan sambungan secara sepihak. Wajahnya kembali datar seperti sebelumnya.

Cowok bernama lengkap Vero Andratasama Jayasukma atau kerap disapa Vero itu kembali membaringkan tubuhnya di sofa yang berhadapan dengan televisi yang menayangkan kartun Spongebob Squerpants kesukaannya.

Seragam putih abu-abu yang telah kusut masih melekat di badannya, ia terlalu lelah untuk melepasnya. Kebiasaan Vero ketika pulang sekolah adalah tidur, setelah itu mandi.

Baru saja mata beratnya akan memejam, terpaksa ia buka kembali ketika mendengar bel yang berbunyi berulang kali. Vero menggerutu, satu bel saja sudah memekakkan telinga, apalagi ditekan berulang-ulang. Ingin rasanya Vero memukul orang yang telah mengganggu waktu tidurnya saat ini.

"Bi Ning? Bi, ada tamu tuh!" teriak Vero yang menggelegar di ruangan. Tapi tak ada sahutan dari orang yang ia panggil Bi Ning, atau bernama lengkap Ningsih. Vero menepuk dahinya bodoh, ia lupa bahwa asisten rumah tangganya itu sedang ke toko untuk membeli gula.

Bel terus berbunyi. Dengan malas, Vero berjalan menuju pintu utama. Membukanya dengan kesal, bahkan engselnya seperti akan putus. Detik itu juga, mata Vero yang sayu langsung berubah menjadi membola. Vero memekik tak percaya pada apa yang saat ini ia lihat.

"Zia!"

Gadis yang berdiri di depan pintu tersenyum lebar dan merentangkan kedua tangannya. Tanpa aba-aba, Vero langsung menerjang tubuh kecil itu. Apakah ini nyata?

"Gila, kak! Jangan kenceng-kenceng!" Zia memukul punggung Vero karena dirasa pelukan itu membuatnya tak bisa bernafas.

"Bodo amat! Gue kangen!" Vero tak mengindahkan kata adiknya, ia tetap mempererat pelukannya seakan tak ada hari esok. Sampai suara Zia tercekat, barulah ia melepaskannya.

"Bukannya lo ke sini besok ya? Kok sekarang?" Tangan Vero terulur untuk merapikan rambut Zia yang berantakan akibat ulahnya.

"Zia nggak disuruh masuk dulu nih? Capek loh perjalanan dari pagi."

Vero terkekeh. "Ya ya, gue terlalu terkejut. Ya udah, masuk dulu gih!" Vero mempersilakan Zia masuk, sementara ia membawa dua koper besar milik gadis itu.

"Welcome back again. Gue seneng banget, akhirnya ada yang nemenin gue tinggal di sini lagi." Vero dan Zia mendudukan diri di sofa yang sebelumnya Vero gunakan untuk tidur.

"Zia juga seneng. Setelah sekian lama, akhirnya Zia bisa ketemu abang lagi." Zia kembali memeluk Vero. "Tenang aja, mulai sekarang abang nggak akan kesepian lagi, kan udah ada Zia."

Vero tersenyum dan mengecup singkat dahi adik kandungnya. Ini adalah kejutan yang sangat membahagiakan untuk Vero. "Btw, kenapa lo datangnya sekarang? Bukannya waktu kemaren di telepon bilangnya besok?"

"A-aku udah nggak sabar ketemu abang, makannya dimajuin harinya," ucap Zia sedikit gerogi.

Tanpa alasan, Vero tersenyum lembut lalu mengusap kepala Zia. "Gue tahu. Lo akan aman di sini. Gue bakal jagain lo 24 jam dan mastiin kebahagiaan lo," jawabnya yang tak nyambung dengan ucapan Zia.

Zia terdiam cukup lama. Zia paham, meskipun ia berbohong, kakaknya akan tahu. "Zia harap gitu," cicitnya hampir tak terdengar.

"Ya udah. Sekarang abang anter ke kamar kamu yuk! Untung abang kemaren udah suruh Bi Ning buat bersihin kamar itu." Vero menggandeng tangan Zia agar mengikutinya. Sementara koper masih ada di tempat, biarlah, nanti ia akan kembali untuk membawanya.

"Masih kayak yang dulu ya bang." Zia menatap kamar yang pernah ia huni. Isinya masih sama, hanya suasananya saja yang berbeda. Lebih rapi dari pada yang terakhir kali Zia kunjungi.

"Ya. Abang yang pastiin ruangan ini tetap terjaga. Bilang makasih dong buat abang!"

Zia terkekeh. "Makasih bang Vero tercinta!"

Vero tersenyum. "Ya udah. Lo istirahat dulu aja, katanya tadi capek. Kalo ada apa-apa, panggil abang. Nanti koper kamu abang bawa ke sini."

Zia mengangguk paham, kemudian menghampiri kasur yang sudah lama tak ia tiduri. Vero melangkah pergi setelah Zia membaringkan tubuhnya.

Zia belum memejamkan matanya. Ia menatap sebuah foto yang berada di atas nakas, tangannya terulur untuk mengambil itu. Mengusap figur laki-laki yang sudah lama pergi dari kehidupannya. Laki-laki yang amat ia cintai dan selalu mewarnai hidupnya.

"Maafin Zia. Zia kangen."

ZIALGA ✔Where stories live. Discover now