21. Siapa Itu?

1.1K 134 1
                                    

'Mbah Sarni'. Nama itu selalu mengganggu pikiran Rani. Siapa sebenarnya orang itu, ia pun tidak tahu. Ia kembali berpikir, mungkinkah orang yang membangunkannya kemarin, saat jatuh?

Rani memilih untuk memejamkan mata.

Tok, tok, tok!
Suara ketukan terdengar dari arah pintu kamar Rani. Lagi, ia mengetuk pintunya sekali lagi. Namun sedikit pun, Rani tak menggubrisnya.

Ceklek!
Pintu berderit memunculkan sosok tinggi dibalut dengan hodie abu-abu. "Ran ... tidur, ya?"

Rani yang sedari tadi menahan napas, perlahan mengembuskan napas lega. "Syukurlah, manusia," ucapnya sembari memasang senyuman terindahnya yang membuat Ersa terdiam sejenak.

"Kamu pikir, aku setan?" Ersa mendengkus. Ia menghampiri Rani dan duduk di sebelahnya. Mengacak rambut Rani yang sudah teracak sebelumnya. "Cepet sembuh, eh." Rani mengangguk.

***

Truuut ... truuut ....
"Halo!"

"Oy, Rani! Dikau nggak siaran kah? Ini jadwalmu loh, njer." Suara melambai menyapa telinga Ira. Cempreng. Membuat Ira sedikit bergidik.

"Hey, Tyo! Ini ibunya Rani, lah. Raninya lagi sakit." Sebelum menutup telepon Ira menambahkan, "Bilang ke bosmu, Rani nggak boleh siaran lagi!"

Dibantingnya kesal gagang telepon rumah itu. Ira langsung pergi meninggalkan ruang tamu. Ia berencana akan bertakziah ke rumah Nenek Sarni. Agak sedikit telat, memang. Namun tidak menjadi halangan untuk menjalin silaturrahmi dengan keluarganya.

***

Rani merasa haus. Stok air di kamarnya habis. Untuk mengambil air, Rani harus pergi ke dapur, sedang jarak dapur dan kamar agak jauh, kemungkinan ia tidak kuat untuk saat ini. Jika dipaksakan ia akan jatuh pingsan.

"Bu Miraaah ... Bu Miraaah!" Tidak ada jawaban dari Bu Mirah. "Ibuuu! Renooo!" Nihil. Bahkan mereka pun tidak menyahut.

Rani menurunkan kakinya dari ranjang. Memakai sandal rumah bulunya dan berusaha berdiri sekuat tenaga. Untuk berjalan, ia menggapai-gapai apa pun untuk pegangan tangannya.

Ia berhasil keluar. Perlahan-lahan ia menyusuri rumah dengan bertumpu pada dinding. Berhenti sebentar. Ia merasakan sesuatu seperti mengikutinya. "Ibu? Reno?" Tidak ada jawaban.

Slap!
Bayangan melesat jauh di depan mata Rani. "Apa itu?" Dapur sangat gelap. Jendelanya belum dibuka sedari tadi, rupanya. Rani melanjutkan jalannya. Sepasang bola mata merah mengawasinya saat ini. Rani sedikit rabun, tetapi tidak menggunakan kacamata. Dirinya pun bukan anak indigo yang dapat melihat hal tak kasat mata.

"AAA!!" Kini jubah hitam itu berada di depannya dan membuat Rani jatuh pingsan dengan posisi tengkurap.

Horror Vlogger (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang