14. Sesuatu di Balik Tenda

1.3K 160 5
                                    

~Rani

Kami memasang tenda di halaman rumah Ersa. Tenda kecil dengan warna seperti pelangi pun turut menghias halaman hijau itu, yang sekarang menjadi kebiruan karena langit mulai gelap.

"Allahu akbar ... Allahu akbar!" Suara azan terdengar jelas di telinga kami masing-masing. Tanda kita seharusnya berhenti dari pekerjaan dunia, dan kembali mengingat-Nya.

"Udah azan. Berhenti dulu," kataku. "Kalian kalau mau salat, salat aja."

"Kamu nggak ikut?" tanya Ersa. Aku menggeleng untuk meresponnya. "Oh, iya-iya. Paham. Lucu, kamu."

Owh, apa ini? Ersa mencubit pipiku? Mana tangannya dua kali lipat dari tanganku. Kasar. Iya, kalau halus mah namanya bukan lelaki, tetapi banci.

"Cieee, dicubit. Aw, aw!" seru Edo sembari bertepuk tangan.

"Ngobrol mulu! Yuk ke masjid!" ajak Diah. "Oh, iya, Bebeb Ersa. Mbak Raninya suruh ke dalem rumah kamu aja. Ndak mungkin toh yo, di sini. Serem." Ia mencerocos panjang seperti rel kereta api yang tidak ada putusnya.

"Nggak usah. Aku tunggu di dalem tenda aja." Eh? Ada apa ini? Ersa mengelus puncak kepalaku. Ah, jadi baper. Dan sejak kapan aku jadi sok feminim seperti ini? Rasanya mustahil.

"Oke, kamu di dalem aja ya. Jangan ke mana-mana. Nanti kalo kamu hilang, aku yang repot dimarahin emakmu."

"Iya, cerewet!"

***

Suara iqamah menggema dari arah masjid. Kupikir sudah lama aku sendiri. Namun, di masjid pun baru dimulai salatnya. Belum lagi zikir. Kenapa pikiranku kalut seperti ini?

Di luar terdengar suara sandal sedang berjalan ke arah tenda. Bayangan rambut panjang yang terurai membuatku semakin gelisah. Namun, aku tetap berpikir positif karena masih ada suara sandal yang menghiasi.

Perlahan tangannya mendekat ke resleting tendaku. Memegangnya dan .... "AAA ...!" Aku menjerit dengan keras karena rasa takutku itu.

"Hei! Kamu kenapa?" Suara lelaki? Bagaimana mungkin bisa? Tadi bahkan yang memegang resleting tenda perempuan.

"Buka mata kamu! Aku Ersa." Perlahan kubuka mataku. Kudongakkan kepalaku dengan berani menatapnya. Reflek kupeluk dirinya. Aku terisak karena rasa takutku tak kunjung hilang.

"Wah, kok main peluk-pelukan, sih? Ey, bukan muhrim, Markonah!" Ia melepaskan pelukanku. "Kenapa?"

Kuceritakan semuanya di luar tenda ditemani lampu minyak yang diambil dari dapur Ersa. Mereka terkejut tidak percaya. Namun, memang begitu kenyataannya.

"Kok aku jadi curiga yo, sama mbakmu itu, Er? Secara dia kan aneh. Masa, udah jaman now pakaiannya kayak nenek-nenek jaman perang." Ersa membungkam mulut Edo yang mencerocos menilai penampilan kakaknya.

"Kalo dia denger gimana, njir?" Ersa menarik napas. "Besok setelah kalian pulang dan mendapat hasil dari perkemahan gak jelas ini, kalian akan kuberitahu tentang rahasia. Rahasia besar yang tertutupi selama ini."

"Apa itu?" tanyaku.

"Gak usah banyak bacot!"

"Oke."

___

Akankah nanti mereka melihat hantu keranda?

Horror Vlogger (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang