23. Kejadian Kemarin

1.1K 144 2
                                    

"Ran, udah baikan?" sapa Ersa.

"Alhamdulillah, udah. Kamu apa kabar? Kenapa pucet?"

Seketika Ersa menutup mulutnya dan mulai memandangi wajahnya melalui pantulan layar ponselnya. Dipegang-pegangnya bibir. Terasa kering. Ia masih trauma atas kejadian kemarin yang membuat jantungnya melompat.

Ersaaa ....

Tolong Mbah ....

"Tidaaak!" teriak Ersa membuat suasana menjadi diam sejenak. Semua mata memandang Ersa dengan wajah terheran-heran.

"Sa, kamu masih waras, 'kan?" tanya Rani.

"Beb, kalau kamu gak enak badan, pergi aja ke UKS. Aku anter, deh," tawar Diah.

Dih, modus, batin Rani. Ia melirik Diah tidak suka. Baru kali ini ia merasa tidak suka dengan sikap Diah. Biasanya ia santai dan menganggap Diah hanya bergurau. Namun kali ini dianggapnya itu berlebihan.

***

"Kamu kenapa sih, tadi kok gitu ekspresinya ke Diah?" tanya Ersa sembari menyeruput es cincaunya.

Ersa kini hanya pergi berdua dengan Rani ke kantin. Tampaknya Rani begitu sebal. Ersa pun curiga Rani cemburu. Namun, ia menepis pikiran itu jauh-jauh. Nanti malah disangka ke-geer-an.

"Nggak pa-pa, kok, Er," jawab Rani singkat.

"Diah kan cuma bercanda godain aku. Kayak biasaaa ... biasanya kamu juga ketawa?" Diaduk-aduknya es di gelas hingga timbul suara klenting-klenting.

"Kamu cemburu, ya?" tanya Ersa nakal, hingga membuat Rani tersedak. Ersa menyodorkan minuman ke Rani. "Saking kagetnya, sampe keselek gitu." Ersa menyengir.

"Enggak," elak Rani.

"Ah, yang bener?"

"Bodo, ah. Kamu tadi ngapain teriak-teriak?" Kegiatan menyedot Ersa pun berhenti.

"Naaak! Tolong Mbah, Nak!"

Suara itu menggema dalam kamar Ersa. Yang tadinya hendak salat tiba-tiba meringkuk di bawah selimut tebalnya. Listrik belum juga menyala. Kondisi kamar gelap.

Srek!

Benda bergeser terdengar. Menambah level ketakutan Ersa. "Mbaaak!" Tidak ada jawaban. Teriakannya sia-sia. Pintu kamarnya berada agak jauh di depan ranjang.

Kakinya terasa dingin. Tidak! Seperti ada yang menyentuh. Tangannya basah. "Tolong Mbah, Nak!" Lagi-lagi suara menyeramkan itu menerornya.

Dibukanya sedikit selimutnya. Ia sedikit penasaran tentang siapa yang bersuara dan berani menyentuh kakinya.

Setelah terlihat, ditutupnya mata rapat-rapat, dinaikkannya selimut. Apa yang ia lihat ternyata seperti dugaannya. Nenek itu! Yang menolong Rani saat terjatuh. Wajahnya pucat dengan noda darah di perutnya. Rambutnya putih dan acak-acakan.

Ersa pun membaca ayat-ayat Al-Quran yang ia hafal. Termasuk ayat kursi. Kata guru ngajinya, jika setan tidakpergi juga, lempar saja kursinya, karena kemungkinan setannya adalah manusia. Namun kala itu, untuk menggapai kursi saja tidak bisa. Ia paksakan matanya untuk terlelap.

"Wow! Keren!" puji Rani.

"Keren dari Sulawesi? Serem, anjir."

"Itu belum ada apa-apanya dari kejadian di rumahku."

Horror Vlogger (Completed)Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz