17. Bersepeda dengan Reno

1.2K 155 1
                                    

"Sh*t! Novel macam apa, ini?" Rani mengumpat kesal dengan menatap layar ponselnya. Ia sedang membaca novel digital ber-genre horor.

Klek! Pintu kamar terbuka memunculkan lelaki tampan dengan senyuman tulus di bibirnya. "Mbak kok marah-marah?"

"Huh, gimana nggak marah, Ren? Udah bayar lima koin buat beli novel ini, eh ternyata tulisannya berantakan. Tapi, ceritanya bagus, sih. Hehe," balas Rani cengengesan.

Ia bangkit dari kasurnya. Berdiri dan berjalan menuju adiknya. Ia merangkul adiknya mengajak keluar kamar. Tingkahnya bukan seperti kakak, melainkan adik, karena ia lebih pendek dari Reno.

Sembari berjalan menuju teras, Reno mengejek Rani. "Mbak ini, kayak pacaran aja. Ndak sekalian cium Reno aja," ucapnya dengan diikuti tawa kemudian.

"Hush! Kamu ini tau apa, cium-cium?" Bukannya membalas, Reno memeluk kakaknya erat. "Hiih, aku sayang Mbak." Pelukan dilepaskan, dibalas dengan cubitan di pipi manis remaja lelaki itu.

***

Rani dan Reno bersepeda santai mengelilingi kampungnya. Pada pagi seperti ini, orang-orang banyak yang berangkat ke sawah dan juga berbelanja kebutuhan untuk memasak.

"Mas ganteng!" sapa ibu-ibu yang sedang berbelanja pada Reno. Pipi Reno memerah karena malu.

"Rani cantik!" ucap Rani sembari memiringkan kepala ke arah Reno yang bersepeda di sebelahnya, yang sambut dengan tawa.

"PD!" Keduanya terbahak.

"Mbak, nanti ada pertunjukan wayang loh. Mbak ndak mau lihat?" tawar Reno.

"Aku lihat campursarinya aja, ya. Kemalaman kalau sama wayangnya. Aku nggak betah, Ren." Reno mengangguk paham.

Biasanya di daerah Jawa Timur kebanyakan pertunjukan wayang kulit diawali dengan nyanyian-nyanyian sinden dan juga penyanyi campursari. Belum lagi jika sang pemilik hajat mengundang Percil juga. Bisa-bisa tidak ada penonton wayang kulit, karena sudah puas dengan lawakan mereka.

Mereka berhenti di depan toko Pak Shodiq, untuk membeli minuman botol dengan bulir jeruk di dalamnya. Itu akan membuat mereka semakin segar dan tidak mengantuk karena rasa masamnya.

Reno dan Rani kini berpindah mencari tempat duduk yang tepat untuk beristirahat. Mereka memilih angkringan bambu dekat sungai. Yang mereka buat sandaran adalah pembatas jembatan, yang melindungi siapa pun yang jalan di sana agar tidak tercebur sungai.

Perlahan, isi botol Reno sudah habis. Sedang milik Rani dihemat untuk diminum saat sampai rumah nanti. "Kamu pernah ketemu mbaknya Ersa, nggak, Ren?"

Reno mengernyitkan dahi. "Ndak pernah liat, Mbak. Emang kenapa?"

Rani membalasnya dengan gelengan. Kemudian ia mengambil sepedanya bertujuan untuk pulang. Kegiatannya diikuti Reno.

__

Horror Vlogger (Completed)Where stories live. Discover now