[18] Perkenalan Dua Keluarga

2.2K 239 14
                                    

”Kamu yakin, Ra?”

Anggukan sekali, namun mantap kujadikan jawaban. Aku sudah memilih dan inilah pilihanku. Aku terlihat tergesa saat memutuskan. Itu karena aku merasa dikejar. Aku berlari karena tak ingin tertangkap. Sebelum Heri Maryadi betul-betul datang membawa laki-laki yang dia maksud dan paksa aku menerima perjodohan darinya.

Alasan itu memang terlalu lemah, tapi aku tak bisa menampik ada rasa sukacita membayangkan hidup bersama Yuda. Intinya aku tidak salah apalagi gegabah saat mengungkapkan ini kepada Yuda.

”Mamaku sudah datang semalam. Itu bukti kalau aku mau mencoba menjajaki hubungan yang serius denganmu. Tergantung kamu kapan membawa orang tuamu ke rumah.”

”Segera, Ra, tentu saja ini yang aku nantikan dari dulu.”

Bismillah. Semoga Yuda bisa membawaku pada kebahagiaan.

Tak berselang lama karena ketika akan tidur di malam hari, Yuda mengabarkan bahwa orang tuanya akan datang besok malam. Mereka akan berkenalan dulu.

”Ma ....”

Malam ini aku tak mungkin bisa tidur sebelum bercerita dengan Mama.

***

Mama dan Nenek telah menyiapkan aneka makanan untuk suguhan tamu malam ini. Aku membantu mengupas-ngupas dan membersihkan apa yang diperlukan kedua wanita kesayanganku. Jika untuk dimakan sendiri, aku boleh dikatakan bisa memasak. Kalau untuk para tamu—khususnya orang tua Yuda, aku tidak berani ikut campur. Nanti rasanya pasti akan ditolak lidah.

”Cucu Nenek ini sudah berani mengambil keputusan besar,” kata Nenek dengan tatapan teduh sambil mengaduk randang.

Wangi daging dan bumbunya telah menyesaki indra hingga liur ingin menetes. Nenek punya resep rahasia sebab setiap rendang yang dibuatnya selalu bikin selera makan bertambah.

”Ada satu hal penting yang Nenek minta dengan sangat pada Zura.”

Nenek tidak pernah berkata seperti ini. Nenek selalu mendukung apa pun yang kupilih, mengabulkan semua yang kuinginkan, dan melakukan apa pun yang kuminta.

”Berdamailah dengan Heri papamu.”

Bukan hanya aku yang terdiam, Mama juga sama. Nenek terus menggoyangkan spatula dalam kuali. Mama mendekatiku, menyentuh bahuku setelah menyeka tangan agar tak basah.

”Zura sudah bertemu Papa?”

”Sudah dan kedatangan Papa hanya untuk merusak kehidupan Zura lagi. Bagaimana Zura bisa memaafkan dia? Zura sudah coba, sudah mulai mau bicara dengannya. Namun, Papa mulai seenaknya mengatur-atur kehidupan Zura yang bukan miliknya. Papa menjodohkan Zura, Ma. Dia tidak punya hak untuk melakukan itu.”

”Bu ... itu betul?” tanya Mama sangsi.

”Heri memang bicara seperti itu. Tapi dia punya alasan. Nenek tahu apa yang terjadi sebenarnya.”

”Zura enggak mau mendengar alasannya. Zura akan memilih Yuda. Papa harus mau menerima pilihan Zura ini. Yuda bukan laki-laki sembarangan. Nenek bayangkan, orang sehebat dia mau dengan Zura. Dia punya segalanya. Dia pintar, baik, jujur, sopan, beragama baik dan sayang pada Zura. Dia nggak aneh-aneh orangnya. Dan yang paling penting dia tidak pernah mengecewakan Zura. Dia datang setelah sekian tahun enggak ketemu hanya untuk mengajak Zura berhubungan serius.”

”Nanti Mama yang akan bicara dengan papamu.”

Kulihat kilat sedih di bola mata Nenek. Untuk kali ini, Nek, aku membantah Nenek. Aku tak bermaksud menyakiti hati Nenek. Selain Mama, Neneklah orang pertama yang kucintai. Namun, jika Nenek memaksaku menuruti perintah Papa, aku pasti mengambil jalan berbeda dari Nenek.

Zura Salah Gaul (Complete)Where stories live. Discover now