[11] Zura Salah Gaul

2.5K 217 22
                                    

Bagian II

Pariaman, 2017

Kebaya hijau daun telah melekat dengan pas ke tubuhku yang lebar. Tinggal dengan Nenek semakin menyuburkan raga ini. Makan enak dan bergizi setiap hari. Tak lupa camilan saat membaca buku. Pipiku makin terlihat tembam dan itu membuatku merasa sebagai raksasa ijo.

”Sudah cantik. Jadi dijemput Voni?” Nenek muncul di kamar yang kulihat dari pantulan cermin.

”Kenapa Nenek belum bersiap?”

”Nenek di rumah saja.”

”Nggak bisa. Nenek harus ikut. Ini pernikahan Vika, sahabat Zura. Kita harus ada di harinya Vika.”

Nenek datang padaku, mengelus punggung dan mengusap tengkukku yang terbuka.

”Untuk apa orang tua ini hadir di tempat ramai? Nanti kamu yang susah.”

”Enggak. Zura maunya Nenek ikut.”

Kami berdua terdiam saat mendengar salam mengalun dari ruang depan.

”Tuh jemputan sudah datang. Nenek ganti baju dong atau nanti Zura bawa Nenek dengan pakaian rumahan ini.”

”Yuhuuuu ... Voni yang hari ini sedang bersedih hati datang!”

”Sedih?”

”Kita dilangkahin, Non. Yang pacaran bertahun-tahun aja nih, masih belum dinikahin. Dasar Anel payah!”

Dia malah curhat.

”Eh itu yakin mau dipamerkan depan umum? Pakai selendang atau apa gitu!” tinju Voni pada buah dadaku.

Aku mengabaikannya, masuk ke kamar Nenek yang tadi telah setuju untuk salin pakaian.

”Nek, selesai?” Aku melongokkan kepala lewat pintu.

Tertegun sesaat saat melihat pandangan Nenek memindai lemari kerudung.

”Zura pilihkan,” kataku dan menarik kerudung berwarna hijau tua agar senada dengan kostum kami para sahabat pengantin. Baju Nenek berwarna hitam dengan manik yang menghiasi ujung tangan. Bawahannya Nenek memakai kain tenun merah kombinasi hijau dan emas.

”Ayo, Nek. Akadnya pasti sudah mau dimulai.”

Kami keluar dan mendapati Voni menenteng sebuah selendang di tangan.

”Dikombinasikan dengan warna merah hati pasti kelihatan elegan. Betul nggak, Nek?” Dia melempar kain itu kepadaku.

”Kayak ibu-ibu.” Aku tak setuju.

”Kemarin nggak mau jahit seragam bareng kenapa? Selera kita beda? Apa Nenek tahu kamu akan jahit bajunya dengan model seperti itu? Nggak sayang dengan benda yang biasa kamu tutupi sekarang kamu pamerkan ke mana-mana?”

”Nenek tahu kok. Kan, Nek?”

Voni lagi-lagi meninju bagian dadaku. Dua jarinya bahkan dengan kurang ajarnya mencubit kulitku di bagian itu.

”Tutup makanya. Nggak pakai kerudung, sudah biarin aku juga enggak ‘kan. Tapi ini ... kalau Avika nggak mengharuskan kita pakai seragam, sudah aku paksa ganti baju kamu.”

”Jadi berangkat atau enggak, Voni Femitha?”

Kami semua ke luar setelah Nenek mengunci pintu. Voni membimbing Nenek ke kursi di belakang. Aku ketinggalan karena rok sempit ini menyulitkanku berjalan.

Begitu penampilanmu keluar rumah? Kebaya itu memperlihatkan tubuhmu.”

Aku tak menghiraukan bisikan itu. Seolah Kakek sedang melarangku untuk berpakaian seperti ini. “Mana kerudungmu? Bukankah kamu telah berjanji akan menutup kepalamu jika keluar rumah?”

Zura Salah Gaul (Complete)Where stories live. Discover now