*15*

7 0 0
                                    

"Jalan yuk," Ajak A.D via telepon.

"Kemana?" Tanya Arna di seberang jalur.

"Kemana saja aku ikut, seterah kamu. Tapi yang nggak mainstream, lagi jenuh, Na" Ujar A.D.

"Hmmm....okay....Follow me..." Jawab Arna sebelum mereka memutuskan hubungan....telepon, tentu saja.

Arna dengan pak Kur menjemput A.D yang menunggu mereka di depan jalan di depan gedung apartement tempat A.D tinggal.

"Yakin ga ngajak yang lain?" Tanya A.D ketika Arna sampai.

"Nggak, hari ini aku pengen berdua sama diri mu saja," Jawabnya dengan mengedipkan mata meniru gaya Imel kalau lagi genit.

Tapi sebenarnya, Imel nggak pernah nggak genit juga sih....

A.D cuma terkekeh-kekeh melihat tingkah tak biasa dari Arna yang biasanya kalem. Mungkin karena mereka semakin akrab, sehingga Arna pun sudah bisa nyaman dan lepas untuk bercanda gila dengan dirinya, begitu juga sebaliknya.

"Ok...yang ku maksud nggak mainstream itu...nggak se-nggak mainstream kayak gini juga kali, Na" Protes kecil dari A.D begitu mereka sampai di tempat tujuan yang dikemaukan Arna.

Mereka sekarang berada di sebuah 'sematery' alias Tempat Pemakaman Umum alias kuburan.

Masih sore hari, tapi tetap saja seram.

Giliran Arna yang terkekeh-kekeh sekarang melihat wajah pucat A.D yang tambah pucat. Tidak lupa lengannya merangkul lengan A.D dan menyeretnya masuk ke dalam gerbang kematian eh...kuburan.

"Yuk...masuk.." Ajaknya. A.D pun dengan berat hati ikut.

Mereka pun memasuki lingkungan perkuburan dimana ribuan batu nisan berjejer rapi di sekeliling mereka.

"Ma, Pa....Kenalin ini A.D," Ujar Arna di hadapan dua buah batu nisan besar yang terbuat dari batu granit yang berdampingan.

Di dua batu nisan ini tertulis dua nama yang bernama "Arthur Samuel" dan "Nadine Syah binti Faisal". Kedua nama tersebut adalah milik kedua orang tua Arna.

Bahkan nama Arna diambil dari penggalan kedua nama orang tuanya tersebut.

Mereka memberi nama lengkap anaknya 'Arnanda Bettany August'

Yang diperkenalkan Arna kepada mendiang kedua orang tuanya cuma hanya bisa tersenyum kecut.

"Ayo sapa mereka," Desak Arna.

A.D pun kembali menuruti meski dengan canggung melambaikan tangan ke dua buah batu nisan.

"Hai Ma...Pa...Apa kabar kalian..di dalam sana...eh?" Sapa A.D yang langsung disambut dengan sikutan Arna ke arah rusuk A.D. ia hanya bisa mengaduh.

"Anak ini memang kurang ajar ma, pa. Ga pernah sekolah soalnya," Sahut Arna lagi.

A.D cuma bisa terkekeh-kekeh mendengarnya.

Cukup lama mereka berdua disitu, lebih banyak diam, setetes dua tetes air mata jatuh dari pipi lembut Arna.

A.D cuma bisa membiarkannya, ia tahu perasaan itu sedikit banyak, meski setahun sekali dirinya dan bunda masih menyempatkan diri pergi juga berziarah ke makam papa-nya di Jawa Tengah sana.

Ia hanya menggenggam jari-jemari Arna lebih erat saja.

Sore itu cuaca dingin kerana sehabis hujan, bau tanahnya begitu kentara lengkap dengan bau wangi bunga-bunga yang ditebarkan di kuburan-kuburan baru di sekitar, dan bunga-bunga kamboja yang jatuh berguguran.

Pada akhirnya cepat atau lambat, kita hanya akan berakhir ditempat seperti ini, mati.

"Berita bohong tentang mu dan Toby semakin parah, D. Sudah hampir semua orang di sekolah sepertinya mendengar kebohongan tersebut.....dan bodohnya banyak juga yang percaya," Ujar Arna di perjalanan mereka pulang masih di area perkuburan.

"Biarkan saja, Na." Jawab A.D singkat.

"Mereka bahkan tidak percaya kalau kita berdua....Nggg....pacaran..." Arna ragu mengucapkan kata terakhir itu.

"Emang kita pacaran?" Tembak A.D langsung.

Arna cuma mencubit pinggang A.D dengan perasaan geram.

Yah bagaimana pun mereka berdua memang tidak pernah meresmikan hubungan mereka berdua, hanya menjalaninya begitu saja, mengalir. Toh mereka sudah tahu perasaan masing-masing yang tidak bisa dibohongi.

"Ah status pacaran atau tidak itu tidak penting, Na. Sama tidak pentingnya cerita-cerita konyol di sekolah itu," Tukas A.D.

Arna pun mengamini.

"Sepertinya Abi dan kawan-kawan begitu mengetahui dirimu hendak membuat band tandingan berusaha sedemikian rupa agar reputasi mu hancur, yah" Ujar Arna lagi.

"Sepertinya begitu,"

"Dan kamu tetap tidak masalah meski seluruh sekolah mempercayai kebohongan itu, D?"

"Meski seluruh dunia , Na"

"Na, kau seharusnya yang paling mengerti, apa yang menjadi berita bohong itu tidak ada apa-apanya dibanding kenyataan dari apa yang kita bawa dari lahir, dari kedua orang tua kita, yang merupakan dosa atau aib besar bagi orang-orang kebanyakan" Lanjut A.D lagi, serius.

Berhasil membuat Arna tertegun dan sempat menghentikan langkahnya.

"Kau benar..." Ucap Arna lirih.

Kondisi mereka berdua di kalangan masyarakat adalah bagian dari hal buruk atau bahkan ada yang menyebutnya sebagai kutukan yang sepantasnya bagi para pendosa termasuk keturunannya.

Dan ini kenyataan yang mereka berdua sembunyikan dari seluruh dunia, sehingga kisah antara A.D dan Toby yang tidak benar itu sebenarnya benar adanya, tidak ada apa-apanya.

Bayangkan kalau seluruh sekolah tahu mereka berdua mengidap apa, pasti hari-hari di sekolah akan lebih sulit lagi.

"Oleh karena itu Na, kita mungkin tidak kebal terhadap serangan penyakit ini, namun kita harus kebal terhadap serangan penyakit mereka yang suka usil membuka-buka keburukan orang lain, biarkan saja"

Kali ini Arna tidak mampu berbicara apa-apa lagi. Ia tatap diam-diam lelaki yang disampingnya ini yang terkena cahaya matahari sore nampak begitu tampan, dan nampak dewasa melebihi usianya.

Lelakinya ini bisa lebih mampu menghadapi apa yang mereka derita dengan lebih baik daripada dirinya.

Kali ini ia yang menggenggam erat jari jemari mereka berdua yang bertautan lalu bersender di bahu A.D sampai di ujung jalan pemakaman.

"D, Aku........" Ia tidak melanjutkan.

"Aku tahu...." Jawab A.D lalu melepaskan kecupan di kepala Arna yang lembut dan wangi.

Terkadang memang banyak hal yang tidak perlu diungkapkan dengan kata-kata. Di luar ruang dan waktu yang imajiner ini, diam terkadang bisa banyak hal di antara dua hati yang terpaut oleh cinta dan kasih.

Awal DesemberOnde histórias criam vida. Descubra agora