*10*

20 1 0
                                    


"Kemari, Na" Bisik A.D

"Kemana?"

"Ke kamar ku,"

"Aku disini aja boleh?" Pinta Nami dengan nada memohon.

"Tentu saja, Mi. Kamu boleh disini sepuasnya." Ujar A.D senang.

"Ngg...tapi kalo udah selesai baca susul kami ke kamar ya, Mi" Pinta Arna, ia agak takut.

Berduaan dengan anak lelaki asing yang baru seminggu ini dikenalnya, yang di sekolah ia kenal kekurangajarannya, Arna sedikit khawatir.

Pun ada sedikit rasa gugup dan senang yang bercampur di dalam hatinya saat ini, entah mengapa bisa begitu.

Arna pun tidak tahu.

Atau sebenarnya tahu....hanya saja ia tidak mau mengakuinya mengapa rasa senang berduaan dengan A.D bisa muncul di dalam hatinya.

Kamar A.D terlalu luas untuk disebut kamar. Kamu bisa bermain tennis disini kalau melihat dari ukuran kira-kira luasnya.

Tenis meja setidaknya.

Cahaya matahari masuk dari jendela besar yang menyajikan pemandangan langit kota Jakarta.

"Hei Na, soal masalah kemarin...." A.D coba membuka kembali percakapan yang menjadi masalah di antara mereka.

"Kenapa?" Potong Arna cepat.

"Aku....."

"Kamu tidak tahu bahwa berpacaran dengan tiga atau empat anak cewek itu tidak boleh karena kamu tidak pernah diajari soal itu dan bla bla bla begitu kan?" Potong Arna lagi.

"Itu...."

"Ah sudah lah, basi dan itu tidak penting lagi," Tukas Arna dengan tersenyum lebar hingga berhasil membuat matanya menghilang untuk lebih meyakinkan.

A.D tidak bisa berkata apa-apa lagi selain hanya membalas dengan tersenyum dan merasa agak sedikit lega.

Sedikit.

Arna pun mengalihkan pembicaraan dengan sok sibuk melihat sekeliling kamar. Di sebelah pojok ada piano elektrik yang dikenal Arna dari video yang pernah dikirim oleh A.D, ada sebuah lemari besar dengan tiga pintu yang rata dengan dinding dan sebuah buffet kecil di samping tempat tidur, tidak ada yang spesial benar sebenarnya untuk ukuran seseorang yang keluarganya memiliki satu dua lantai apartemen. Namun ada yang menarik perhatian Arna, Ada sebuah poster besar seorang lelaki berkumis hitam tebal, nampak lucu sebenarnya kalau Arna boleh jujur, pria itu memegang sebuah tongkat mikropon yang sepertinya terpotong? Berada di tengah-tengah sebuah panggung dengan memakai kaos singlet putih yang mempertontonkan bulu dada yang lebat..oh Tuhan, sekarang kesan pria tersebut selain lucu juga menggelikan.

Poster itu begitu menonjol karena dicetak begitu besar hingga menutupi seluruh dinding yang menghadap tempat tidur A.D

"Kamu kenal pria itu?" Tanya A.D yang memperhatikan Arna tertarik dengan poster miliknya.

Arna cuma menggelengkan kepalanya.

"Papa mu?" Ia coba menebak ngawur.

"Haha...Aandai saja itu betul.." Sahut A.D santai.

"Bintang rock?" Tebaknya lagi.

A.D menggelengkan kepala.

"Bukan bintang rock.....tapi legenda" Sahut A.D lagi ini dengan nada suara penuh kekaguman.

Arna masih tidak mengerti.

Ia keluarkan smartphone dari sakunya dan memotret poster itu lalu meminta mesin pencari untuk membantunya mengetahui siapa pria itu.

Awal DesemberWhere stories live. Discover now