15. taman induk

264 51 2
                                    


"Indira"

Gadis yang sedang membalik sampul buku itu pun mendongak dan matanya bertemu dengan tatapan Kian. Indira baru sadar, buku yang tadi ia ambil itu di meja seberangnya yang artinya buku yang mau dibaca Kian dong? Ya ampun, padahal ia mengira kalau ada orang iseng yang emang gak balikin buku.

"Buku ini yang mau kamu baca ya? Nih, maaf ya" Indira berbicara dengan pelan dan tersenyum canggung, merasa tak enak hati. Diberinya buku itu ke Kian.

"Udah kamu baca aja duluan, kebetulan banget ya kita" Ada nada senang saat Kian menyebut kata 'kebetulan' di dalam omongannya.

Indira mengangguk, "kemaren aku ketemu tanteku kan, aku disuruh buat baca buku ini. Katanya bagus buat nambah-nambah pengetahuan"

Kian mengernyitkan dahinya, "Tante yang...mana?"

"Tante aku yang temennya ayah Tita. Dia kan kerja di kejaksaan juga, jadi ya kadang suka sharing buku-buku politik"

Kian mengangguk dan tak henti menyunggingkan senyum. Seneng deh rasanya denger Indira cerita lagi.

"Kamu tumben akhir-akhir ini di perpus?" Indira bertanya kepada Kian berbisik. Kalo udah di perpus tuh emang lagi berasa kaya syuting film a Quite Place.

"Keluar aja yuk ngobrolnya"

Ciaaa, gak tahan kan lu pengen ngobrol banyak.

Indira mengerjap sesaat dan mengambil buku sampul hitam tadi. "Boleh"

Hati Kian rasanya udah mau lompat aja rasanya ke lantai. Seseneng itu men. Setelah seminggu gak ada obrolan di real life, akhirnya ada juga momennya.

Mereka berdua berjalan bersampingan. Kian kelur terlebih dahulu karena Indira ingin mencatat namanya di buku pinjam.

Kian jalan nunduk dan masih terus tersenyum. Kalo bisa terbang, mungkin udah sampai galaksi andromeda kali si Kian. Ia tunggu gadis itu di depan pintu perpus. Indira keluar tanpa buku lagi di tangannya.

"Udah?"

Indira menyampirkan kembali tali totebagnya, "iya, udah beres"

Mereka berjalan beriringan, tapi masih tetep ada jarak satu orang lah diantara mereka. Kian mengajak Indira untuk duduk di bangku yang terjajar rapi di taman induk FEB.

"Jadi kamu ngapain aja tujuh hari ini?" Indira bertanya seraya menyilangkan kakinya.

"Nemenin Seno yang kegiatannya gak habis-habis, numpang makan ke Tole, main game, terus ini baru aja mau ngegarap skripsi"

Indira mengangguk, agak canggung karena mungkin mereka tidak ada percakapan langsung selama tujuh hari ini.

"Urusan di BEM aman aja kan?"

"Aman gimana? BEM gak ada apa-apa kok hahaha"

Kian tersenyum, ah masa gak ada apa-apa sih, pikir Kian.

"Ya kali aja kamu dijulid sama anak-anak BEM" Kian berkata bercanda, tapi serius.

"Gak papa, selama gak ganggu aku buat kegiatan di BEM sih harusnya gak masalah"

"By the way, kamu kenapa numpang makan sama Tole? Kasian tau"

Kian terkekeh pelan, "aku tuh males aja buat beli, males go food juga soalnya biasanya kan aku nunggu go food sama kamu. Yaudah, ada temen yang jago masak, masa cuman aku diemin? Bayu, Ario, sama Seno juga malah ikut-ikutan minta masakin Tole hahaha"

"Kamu tuh ya ngerepotin Tole banget, kamu bantuin gak?" Setelah Indira berkata seperti itu, ia mendecak.

"Enggak lah, mana bisa aku masak? Biasa nya kan kamu yang masakin"

civilian (discontinue)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang