14. buku hitam

308 56 2
                                    

A couple weeks maybe

2 minggu katanya

2 minggu cuy?

Lama bener.

Baru seminggu setelah percakapannya dengan Indira, dirinya udah kesiksa aja. Kalau ketemu cuma nyapa lewat tatap mata, atau gak senyum dikit super tipis. Nyesek men.

Keadaan kampus dan mental Kian udah berangsur-angsung membaik sih, sangat baik malah. Saking baiknya Kian gak tau mau ngapain lagi, tanpa Indira dirinya bingung mau ngapain.

Keadaan yang membaik itu juga diprakarsai oleh skandal video kemaren yang mulai memudar. Pelaku video alias si Nina juga udah di drop out dari kampus. Malu-maluin kampus, kata Pak Dekan. Gimana enggak, video nya udah nyebar satu kota. Untungnya orang-orang gak tau sih Kian itu siapa, dimana, dan bentuknya kayak apaan.

Tapi yang bikin Kian ketar-ketir adalah gimana kalau keluarga Indira tau? Masa restu yang, kayaknya sih udah dikasih sama keluarga Indira menguap gitu aja? Ambyar udah hati Kian.

5 hari tanpa jalan sama Indira bikin Kian nempel terus sama Seno atau gak Bayu, seringan Seno sih. Ya namanya anak kuliah, mana ada temen yang deket-deket banget. Paling satu dua orang.

Nah karena sering banget nongkrong kayak orang susah bareng Seno, jadilah beberapa sifat Seno nular ke dia. Dari Kian yang awalnya kelihatan anak kalem dan rapi, jadi kayak anak skuy living ala Seno.

Kian yang kemaren-kemaren sering pake kemeja, sekarang udah ganti jadi kaos oblong.

Kian yang kemaren-kemaren selalu pake sneakers, sekarang udah ganti jadi sandal gunung.

Kian yang kalo ke kampus naik motor sendiri, sekarang nebeng mulu sama Seno.

Gara-gara Seno juga nih, Kian jadi sering olahraga. Entah itu diajak Seno ngefutsal, diajak hiking, sampe diajak mancing sama Seno. Kian sih oke-oke aja mancing, asal enggak mancing keributan aja. Ribet itu mah.

Dirinya juga sering ngechat Indira. Pake bahasa santun, misalnya yang dulunya gak pake salam, sekarang jadi pake salam. Hitung-hitung ngebangun image lagi lah ibaratnya.

Setiap hari Kian rasanya pengen mutar lagu om Caca Handika. Lagu Angka Satu menggambarkan dia banget pokoknya!

Makan sendiri, biasanya kan ditemenin sama Indira.

Masak sendiri, sesekali Indira masak bareng Tole di dapur kosan. Atau kalau Indira males masak, mereka bakalan nge-gofood.

Tidur pun sendiri, ini sih emang sendiri. Mana mau Indira nemenin Kian tidur.

Ngomong-ngomong masalah tidur, selama break sama Indira dirinya jadi sering tidur. Kalo Seno gak ada dan Bayu serta temen kos-nya lagi sibuk, Kian akan kembali masuk kamar, tarik selimut, dan main game sampai ketiduran.

Ketiadaan Indira juga bikin Kian boros. Ditambah lagi Seno yang ngajakin main hal-hal baru, bikin Kian ketagihan dan akhirnya beli alat-alatnya. Dari sepatu futsal baru, jersey baru, sampe segala alat pancing lengkap ia beli. "Gak papa Ki, sesekali. Siapa tau lo jadi atlit pancing professional" Gitu kata Seno.

Kian yang emang dari sananya udah boros, jadi makin-makin deh tuh. Sampe dibilang sama Tole kalau Kian tuh gak cocok jadi anak Akuntansi, borosnya keterlaluan. Kan stereotype anak Akuntansi teliti dan jago buat ngatur uang. Kian udah out of stereotype banget. Dulu waktu ada Indira, dirinya akan selalu meminta pertimbangan kepada gadis itu. Indira selalu akan menanyakan apakah barang yang akan Kian beli sangat mendesak atau hanya kebutuhan sesaat aja. Mengingat Kian mempunyai kebiasaan buruk yaitu, mudah bosan dengan hobi atau hal baru.

Dan terjadi lagi, borosnya datang kembali. Keuangannya kembali menipis. Jadi untuk menghemat keuangan, Kian setiap hari makan sama Tole. Temannya itu kan jago masak dan setiap hari masak di kos, kenapa tidak diberdayakan..

Tole bukannya tidak tau alasan Kian numpang makan, malah ia sangat-sangat tau. Pasti boros lagi, pasti udah. Dia sih gak keberatan Kian numpang makan terus, hitung-hitung beramal ke fakir miskin lah.

Aish, jahat betul Tole.

Selama Kian ikut makan sama dia, Tole jadi gak ngerasa bosan. Biasanya masak sendiri, makan sendiri, cuci piring sendiri. Sekarang yang cuci piring Kian, ya tau diri lah anaknya.

Tapi gara-gara Kian makan sama dia, anak-anak kos yang lain pada ikutan. Dimulai dari Bayu, merembet ke Seno, dan ke Ario. Ampun deh, Tole jadi berasa kayak babu di kosan bude ini. Untuk menekan biaya pengeluaran, Tole minta mereka patungan bertiga buat beli bahan makanan di pasar. Yang ke pasar tetap Tole sih, sekalian nemenin Bude.

Kadang Tole ngerasa Kian kena masalah gini ada hikmahnya juga. Pertemanan mereka makin akrab karenanya. Dari berbagi makanan itu, Tole jadi tau sifat mereka terhadap makanan. Kayak Bayu yang gak suka tomat sama kentang, Ario yang gak bisa makan ikan, dan Kian yang gak terlalu suka pedas. Tapi alhamdulillah, mereka bisa-bisa aja makan sayur kangkung yang kayaknya tiap seminggu pasti ada dalam menu makan siang maupun makan malam Tole, dan juga mereka tentunya.

Kalau Tole lagi masak, dirinya paling ogah bantuin. Yang sering bantu-bantu sih si Ario. Bayu? Jangan harap deh. Goreng ayam aja segala bawa payung. Masih mending Bayu sih. Lah Wenas, goreng nugget aja pake jas hujan sama helm. Dikira mau nerjang hujan apa ya.

Sekarang Kian lagi duduk di perpustakaan fakultas. Selagi break sama Indira, Kian sering mengunjungi perpustakaan. Nerdy Kian, komentar Seno. Padahal kan suka-suka Kian.

Kian datang ke perpustakaan juga bukan tanpa maksud. Apalagi kalau bukan buat liatin Indira. Iya, cewek itu juga sering datang ke perpus buat nyari referensi. Mereka berdua sudah mulai skripsian. Kelihatan jelas kalau Indira lebih niat dalam menggarap skripsinya dibanding Kian.

Melihat Indira yang niat banget garap skripsi, Kian jadi tergerak. Seminggu kemaren Seno yang ngajak Kian nyari hal-hal baru. Kini saatnya Kian yang ngajak Seno buat ngambis garap skripsi.

Kian membuka buku yang ia pilih tadi di rak. Buku itu berjudul 'Demokrasi di Indonesia' yang ditulis oleh Prof. Miriam Budiardjo. Baru aja Kian mulai membaca halaman pertama, Handphone di saku celananya bergetar. Ternyata ada panggilan telpon dari Seno. Kian keluar sebentar untuk menjawab telpon.

"Apa?

"Lo dimana men?"

"Perpus fakultas"

"Ck, sejak kapan sih lo jadi nerd. Gue susul nih"

"Janc-"

Tut-

Belum sempat Kian cursing, panggilan itu ditutup sepihak oleh Seno. Sadar atau gak, Kian jadi sering mengumpat ya sekarang? Jelek banget akhlaknya akhir-akhir ini. Makanya setelah mengumpat, Kian pasti langsing istigfar. Kali aja dosanya bisa di undo gitu.

Baru aja Kian mau melangkah ke dalam perpus, bahunya ditepuk oleh seseorang. Kian berbalik dan melihat Seno yang sedang terduduk di lantai.

"Lo ngapain Sen? Jangan kaya gembel"

Perkataan Kian mendapat decakan dari Seno. Tangan seno mengambil sesuatu dari saku celana kanannya, "gue tadi lari kenceng banget biar nyampe sini, nih kunci motor gue lo bawa."

Kian menyambut kunci motor itu dengan bingung, "lo mau kemana emang?"

"Mau futsal bareng temen gue, pake mobil. Lo ikut?"

"Enggak" Kian menggeleng. "Gue mau santai disini aja"

Seno mengangguk dan berpamitan. Kian kembali masuk ke dalam dan kembali ke mejanya. Buku yang tadi ada di meja sekarang sudah tidak terlihat lagi olehnya. Pandangannya mengedar ke penjuru ruangan. Ia berdiri dan berniat untuk mengambil kembali buku itu di rak. Baru saja Kian memundurkan kursinya, ia melihat Indira menarik mundur kursi di depannya. Ada satu buku bersampul hitam yang menarik perhatian Kian, itu buku yang tadi ia ambil!

"Indira"

----------🧚‍♀️

Kangen Kindira gak c klean?!?!? Ak tangen mereka bengats

civilian (discontinue)Where stories live. Discover now