Lima puluh tiga

190K 12.4K 1.2K
                                    

"Berpura-pura bego di hadapan orang dungu dengan niat menghargai sesama makhluk bumi. Tau-taunya malah dikira idiot beneran."

***

Senyum Rea perlahan pudar saat melihat pesan yang dikirimnya sudah dibaca, namun belum juga ada tanda-tanda lelaki itu akan membalasnya.

Apa Zay sakit hati dengan ucapannya?

Ah! Rea benar-benar menyesal sekarang.

Diliputi rasa bersalah sekaligus penasaran, Rea kembali membuka roomchatnya dan melihat last seen lelaki itu.

Hatinya teriris saat melihat last seen lelaki tampan itu bertepatan dengan kiriman chat terakhirnya.

Sudah jelas bahwa lelaki tampan itu tidak suka dengan gurauannya. Padahal tadinya ia berniat untuk mencairkan suasana. Tapi, saat melihat centang biru dua yang cukup mengganggu pengelihatan itu, Rea mengurungkan niatnya.

Zay selalu punya banyak cara untuk membuat Rea merasa seperti terbang di awan-awan. Namun, disaat yang bersamaan, lelaki itu kerap kali menjatuhkannya tanpa belas kasihan.

Entahlah. Mungkin hanya perasaan Rea saja.

Tok-tok-tok!

Suara ketukan pintu terdengar. Mungkin pesanannya sudah tiba. Cepat-cepat ia keluar kamar untuk membuka pintu.

Ceklek!

"Hai..."

"Kak Eric?"

Rea yang tadinya bersemangat, kini tidak lagi. Lelaki ini sering kali muncul disaat yang tidak tepat. Ia kira tadinya makanan onlinenya telah tiba, ternyata zonk.

"Boleh gue masuk?"

"Maaf, Kak. Kak Rein lagi gak ada di rumah."

"Siapa bilang gue mau ketemu Reina. Gue kesini mau nemenin lo biar gak kesepian."

Rea mengernyit heran. Dia memang kesepian, tapi jika ditemani oleh Eric, lebih baik tidak sama sekali.

"Jadi, gue gak diajak masuk nih?"

"Maaf, Kak. Di rumah lagi sepi, mending ngobrol di sini aja. Gak enak sama tetangga."

Rea sengaja mencari alasan yang tepat, berniat untuk mengusir Eric secara halus. Lagipula, di sekitar kompleksnya rata-rata penghuninya sibuk dengan kegiatannya masing-masing, hingga tak sempat untuk sekedar mengurus hidup orang lain.

"Oke." Eric beranjak. Namun bukan pulang. Lelaki itu memilih untuk duduk di kursi. Ia juga membuka kresek yang sepertinya berisi makanan. Ah, Rea malas melihatnya.

"Malah bengong. Ayo duduk, Re."

Lihatlah, bahkan dia bertindak seolah-olah menjadi tuan rumah di sini.

Dengan terpaksa Rea menurut untuk duduk. Tidak ada perbincangan sama sekali. Lebih baik seperti ini. Lagipula ia risih jika lama-lama berdekatan dengan Eric.

"Gue liat, Reina dan keluarga lo yang lain lagi di luar negeri. Kenapa lo gak ikut?"

Rea terdiam sejenak. Apa perlu dia mengatakan, bahwa dirinya tidak diajak oleh siapapun?

"Lagi pengen di rumah aja, Kak."

Obrolan tetap berlanjut, meski terkesan seperti sedang berwawancara, karena hanya Eric yang bertanya di sini.

Rea mengetuk-ngetukkan kakinya pelan. Tidak menutup kemungkinan bahwa saat ini, Rea dilanda kelaparan. Sesekali perutnya berbunyi. Namun, berusaha diredamnya dengan batuk kecil.

Fireflies [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang