Tanpa Arah

34 1 0
                                    

Aku sampai pada hari dimana minggu sampai sabtu sama-sama terasa kelabu. Berdebu oleh penatnya kepala yang selalu beradu dengan fatamorgananya waktu. Dibuat sesak oleh padatnya tugas yang minta diselesaikan dengan tuntas. Lalu ditambah lagi oleh rengekan diri yang selalu merasa tidak nyaman ketika berdiri di tempat ini.

Pagi selalu membuatku merasa hampa. Mata yang sempurna namun yang ku lihat saat bangun adalah hitam putih yang meraja. Menatap langit-langit kamar dengan tatapan kosong tak bernyawa. Ingin rasanya kembali tidur, bergelung dengan selimut dan melupakan kehidupan nyata yang aku punya. Rasa bosan muncul berulang kali, menebas semangat yang harusnya aku miliki. Membuatku selalu bertanya, apa alasanku berjalan kali ini?

Rumah tak terasa rumah lagi. Rumah menjadi tempat terakhir yang ingin aku datangi setiap hari. Hanya pulang, beristirahat, lalu paginya kembali pergi. Jarang ada komunikasi, hingga aku khawatir aku tak mengenali siapa-siapa lagi. Dan aku, semakin takut dengan diri ku sendiri.

Kemarin, aku berlari berulang kali. Menjauh dari rumah yang selalu membuat dadaku sesak sebab tak nyaman. Aku bisa tertawa. Keras bahkan. Namun saat semuanya selesai, lagi-lagi aku harus kembali pada tempat yang aku hindari.

Rasanya aku kehilangan diri sendiri. Aku terlalu fokus pada tertawa, hingga lupa pada luka yang masih menyiksa. Menarik jiwaku perlahan, membuatku lupa pada siapa aku harusnya memuarakan tawa. Aku terlalu fokus menghindari luka, hingga membuatku lupa pada bahagia setelah menyembuhkan bagian diri yang tersakiti. Dan sepertinya aku terlalu fokus pada obsesi untuk berjalan sendiri, hingga berani menutup mata, menolak tangan-tangan sedarah yang ingin memelukku dalam sepi yang bisa membuatku mati.

Aku..kehilangan arah. Buta arah jalan pulang.

Kita Dalam AksaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang