Mencintai Sepi

75 4 0
                                    

Berbicara tentang emansipasi, mungkin ada beberapa orang yang mengaitkannya dengan berani menyatakan perasaan pada laki-laki. Namun bagiku, dinyatakan atau tidak, perasaan tetap perasaan. Cinta tetap cinta. Suka tetap suka. Hanya saja, jika diungkapkan, hati tiba pada kelegaan yang luar biasa. Di luar kemungkinan diterima atau ditolak nantinya.

Bagiku, mengagumi dalam diam punya sisi romantis yang belum semua orang paham. Iya, romantis. Tapi sayang, para pemendam perasaan harus berkutat dengan dua hal. Menjadi realistis atau optimis. Realistis bahwa hanya kita yang memiliki perasaan. Atau optimis, terbayang semu oleh segala kecocokan yang kita buat-buat. Seakan-akan bukan hanya kita yang menyukai. Dia juga.

Menyukai seseorang juga tentu tanpa pilihan. Entah menyukai seseorang yang pendiam atau banyak bicara. Menyukai seseorang yang mencitai sepi atau malah membenci.

Dan aku, jatuh cinta pada seseorang yang menyukai sepi. Ku katakan pada diriku sendiri, untuk bersikap realistis. Ku tanamkan pada hatiku sendiri, bahwa cinta tetap cinta, sekalipun diungkapkan atau tidak. Aku juga belajar memahami sepi. Membiarkannya tenang pada ruang yang menyekatnya sendiri. Kali ini, takkan ku biarkan logikaku kalah oleh perasaan yang bahkan belum tentu terbalaskan. Hingga akhirnya, aku juga jatuh pada sepi. Mengurung diri, sambil memandangmu disini.

Saat ini, kita sama-sama menghargai sepi. Membiarkan setiap malam yang berlalu, hanya tentang dingin dan sendiri. Membiarkan ruang-ruang kosong tegak berdiri. Tanpa berniat mengisinya, lagi dan lagi.

Kamu terlalu cinta pada sepi. Hingga jarak kini kian memanjang, enggan tuk aku patahkan. Kita tetap diam. Di sini, di ruang sendiri.

Bima Sakti, 2019.

Kita Dalam AksaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang