Untuk

55 1 0
                                    

Teruntuk raga yang bagiku menyerupai dinginnya hujan, kau tak tersentuh. Terlindung ruang luas tanpa warna. Terpagar sekat maya yang tak ku lihat rupanya. Terikat waktu-waktu lalu yang merupakan kehidupanmu.

Teruntuk jiwa yang sorot matanya seindah jingga senja nanti, kau takkan bisa ku miliki. Sekalipun langit berulang kali bertukar frekuensi, kau adalah salju yang takkan mungkin jatuh di sini.

Untuk manusia yang aku jatuh padanya, aku paham dengan baik kita adalah apa. Hanya saja, ada hal yang harus ku sampaikan. Namun aku sendiri bingung, itu hal apa?

Ada sakit yang merambat tiap kali namamu teringat lupa. Ada kata yang belum sempat terucap ketika kamu di depan mata. Ada bagian yang tiba-tiba menghilang, bersamaan dengan letakmu yang semakin jauh dari jangkauan.

Nanti, bisa kau tanyakan pada daun yang berguguran di tengah jalan. Atau pada horizon sore yang menenggelamkan terang menuju kegelapan. Atau juga pada bayangan malam yang merengkuh tanpa teriakan.

Ingatan atas namamu bukan satu dua kali; namun berulang kali.

Ingatan warna netramu bukan satu dua hari; namun hingga saat ini.

Dan satu lagi, upaya untuk menghapus bukan sekedar kata yang berhembus. Sudah aku paksa, hingga jingga tak tampak mewarnai senja. Telah aku coba, sampai waktu mau menerima.

Bima Sakti, 2019.

Kita Dalam AksaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang