26 | Walimatul 'Urs

4.4K 515 134
                                    

***

Sinar matahari hangat menyelimuti pagi cerah kota Bandung. Seolah tak cukup menyinari acara resepsi, lampu-lampu di nyalakan hingga wajah orang-orang di sana tampak bersinar. Rausya tampak sudah duduk di kursi penerimaan tamu bersama Bia, sementara para keluarga yang lain sudah duduk di tempat yang telah di sediakan sembari menunggu kedua mempelai selesai berganti pakaian.

Lokasi resepsi Mark dan Yeri terbilang cukup strategis dan nyaman. Selain ballroom, tamu undangan juga bisa menikmati suasana natural di taman hotel. Meski mungkin Yeri tak banyak ikut andil dalam dekorasi walimahnya karena ia sibuk dengan berkas-berkas, namun ia rasa hasilnya tak mengecewakan dan sesuai dengan apa yang ia mau. Tak ada kesan mewah dan mahal.

"Ayo! Udah di tungguin Mark, tuh!" Yeri tersentak akan suara umi saat ia tengah mempersiapkan diri.

"Umi juga duduk di sebelah aku, kan?"

Umi tersenyum dan mengangguk singkat. "Tapi tetep harus kamu sama Mark yang masuk berdua, barengan gitu!"

"Aku malu, Um," ungkapnya dengan kepala tertunduk.

Hari ini ia memakai gaun pengantin yang merupakan paduan gamis brukat dan batik agar menunjukkan pernikahan adat sunda versi syar'i. Jangan lupakan karangan bunga melati yang menjuntai di sisi kanannya. Soal riasan, Yeri jelas menolak memakai bulu mata palsu dengan make up ekstrem yang membuat orang-orang pangling padanya. Yeri hanya mau dengan riasan natural, sesuai dengan tema pernikahan mereka. Beruntung, Diana yang bertanggung jawab soal riasannya.

"Cuma jalan bareng ke pelaminan kok malu, gimana nanti pas berduaan di kamar?" timpal Diana yang tengah merapikan alat make-upnya.

"Yan, ih!" Jika Diana menoleh, mungkin ia dapat melihat wajah memerah Yeri sekarang.

"Diana bener, kok! Kamu gak usah ragu lagi, kalian udah sah! Justru kalau kamu bahagiain suami datang pahala buat kamu!" Umi mencoba memberi pengertian.

"Umi jangan bilang gitu! Diana jadi mau nikah juga, kan!"

"Yaudah sana nikah! Mumpung Lukman ada di depan, tuh!" goda Umi.

Yeri masih bungkam. Ragu dan takut. Ia percaya ucapan umi ada benarnya. Hanya saja, untuk berjalan bersama ke pelaminan dan duduk berdekatan di sana sepertinya tidaklah cukup baik bagi kerja jantungnya. Bisa-bisa ia pingsan di tengah acara kan tidak lucu.

"Masuk aja bang, udah sah ini, kan?" suara Haikal di depan pintu kamar membuat ketiga wanita itu menoleh kompak ke arah pintu yang mulai terbuka.

"Gak usah, panggilin aja Yerinya."

Jantung Yeri berpacu dua kali lipat mendengar suara Mark. Jadi laki-laki itu menunggu di depan kamar? Mendadak Yeri merasa bersalah membuat Mark menunggu.

"Nunggu itu lama bang, teteh aja nunggu abang sampe setaun. Jangan bikin setaunnya teteh jadi sia-sia, udah jemput istrinya sana!"

"E-eh, Kal—"

Pintu terbuka lebar, menampakkan Mark dengan pakaian serba putih dan raut paniknya setelah Haikal mendorongnya paksa ke dalam kamar. Mark tersenyum canggung begitu hadirnya tertangkap oleh tiga pasang mata di dalam kamar. Ia mengalihkan pandang, berusaha untuk tak menatap Yeri yang tengah menatapnya.

"Ngapain sih, Ikal? Jangan di dorong gitu abangnya!"

"Lah, udah selesai? Padahal Bang Mark mau liat!" kata Haikal sok tahu dengan wajah tanpa dosanya.

Umi tersenyum melihat pengantin baru yang tak saling menatap ini. Agaknya lantai lebih menarik ketimbang wajah pasangan mereka.

"Acaranya udah mau mulai, ya? Yaudah yuk, kita ke bawah!" Diana berucap, mengkode pada umi untuk ikut keluar kamar dan meninggalkan pasangan suami-istri ini berdua.

Melamarmu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang