24 | Mahramku

4.1K 506 177
                                    

Note : Mohon siapkan hati dan pastikan lagi sendiri pas baca part ini!

***


Waktu empat hari untuk menyiapkan pernikahan tidak semudah yang Yeri kira. Meski inginnya pernikahan dirayakan sesederhana mungkin. Walimahnya tak perlu menghabiskan terlalu banyak biaya, cukup mengundang kerabat, teman dekat, dan anak-anak yatim saja. Tidak perlulah sampai mengundang pejabat bahkan sampai artis nasional untuk hiburan. Ia tak perlu pesta mewah, yang penting sah.

Namun, apa mau dikata begitu dalang di balik semua persiapan pernikahan ini adalah eyangnya Mark. Yeri sendiri juga paham, ia menikah dengan orang terpandang. Apalagi Mark adalah anak tunggal, tentu keluarga Athalla menginginkan pesta mewah yang berkesan pastinya. Di tambah, tamu undangan yang datang dari berbagai daerah. Bahkan Mark bilang, teman-temannya saat si Kairo dulu akan datang.

Yeri sendiri juga tidak mengerti, mengapa abi setuju pada keinginan eyang. Padahal seharusnya, segala sesuatu yang di persiapkan untuk walimah itu adalah dari pihak perempuan. Yang punya hajat.

"Ini abi, kopinya!" Yeri meletakkan cangkir berisi kopi hitam di atas meja saat abi tengah mencuci motor supranya pagi ini.

Abi menoleh, mengambil lap untuk mengeringkan tangannya yang basah lalu mendudukkan diri di dekat Yeri.

"Terima kasih, putrinya Abi," ucap abi, menepuk kepala Yeri lembut dan menyesap kopi hitamnya.

Yeri tersenyum tipis. Menatap sang abi dengan pandangan penuh binar. Namun pikirannya masih saja bertanya akan alasan abi setuju pada permintaan eyang.

"Gak kerasa ya, kamu besok udah jadi istri orang aja," gumam abi dan Yeri hanya menahan senyum. "Abi biasanya nikahin orang, besok nikahin anak sendiri."

"Iya Abi, Riana juga gak nyangka bakal secepet ini." Yeri menunduk dengan tangan yang bermain di atas pahanya. "Tapi, Riana ada pertanyaan, Abi."

"Apa itu?"

Mengambil napas sejenak, Yeri memberanikan diri menatap abi. "Kenapa Abi setuju biar kita gak ngadain walimah di rumah?"

Samar, Yeri dapat melihat abi tersenyum tipis, lalu pria paruh baya itu kembali menyesap kopi tanpa gulanya.

"Abi gak mau mempersulit pernikahan putri kesayangan Abi dengan gak setuju sama keinginan eyangnya Azmi. Kamu bisa bayangin kalau seandainya Abi nolak? Pasti bakal banyak perdebatan, dan Abi ngalah aja supaya gak ada perdebatan di hari bahagia putri Abi."

Netra Yeri berkaca. Tak menyangka jika itu adalah alasan utama abi. Ia tahu, sejak dulu abi punya rencana untuk mengadakan walimah sederhana di halaman rumah untuknya. Bahkan umi dengan sengaja menanam di dekat pagar dan menyediakan bagian kosong di tengah-tengah. Namun abi tak ingin egois untuk memaksakan keinginannya. Beliau, memilih setuju untuk menghindari perdebatan.

"Abi ngerti sama kekhawatiran kamu. Kamu masih ngerasa rendah diri karena walimah semewah itu, kan?"

Yeri menunduk lagi dan mengangguk pelan. Mengunggkap kekhawatiran yang menghantuinya empat hari ini.

"Kita mungkin bukan keluarga kaya raya yang setara dengan mereka, Nak. Tapi yang namanya jodoh, itu rezeki. Dia datang pada orang yang tepat. Jadi, emang udah rezeki kamu dapetin Azmi jadi suamimu. Dan kamu harus bersyukur atas segala hal yang udah Allah kasih sama kamu. Biarin orang-orang diluar sana ngatain hal buruk tentangmu, hitung-hitung tambah pahala buatmu, kan?"

"Iya, Abi."

"Karena itu, jangan khawatirin apapun lagi, Nak. Kamu berhak bahagia. Sekarang kamu fokus memantaskan diri sebagai istri yang sholihah buat suamimu. Karena mulai besok, surgamu ada pada suamimu," kata abi. Tangannya menepuk pundak Yeri lembut.

Melamarmu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang