23 | Simulasi

3.9K 512 184
                                    

ﺍِﺳْﺘَﻌِﻴﻨُﻮﺍ ﻋَﻠَﻰ ﺇِﻧْﺠَﺎﺡِ ﺍﻟﺤَﻮَﺍﺋِﺞِ ﺑِﺎﻟﻜِﺘْﻤَﺎﻥ ﻓَﺈِﻥَّ ﻛُﻞَّ ﺫِﻱ ﻧِﻌْﻤَﺔٍ ﻣَﺤْﺴُﻮﺩ

Gunakan cara rahasia ketika ingin mewujudkan rencana. Karena setiap pemilik nikmat, ada peluang hasadnya.

(HR. Thabrani dalam al-Ausath 2455 dan dishahihkan al-Albani)

***


"Saya terima nikahnya Yeriana Zemma Adjani binti Salman Al-Ghifary dengan mas kawin seperangkat alat sholat dan uang tunai sebanyak dua puluh lima juta rupiah, di bayar nanti! Sah!"

"Aduhhh Bang! Ulang-ulang! Gimana sih dari tadi salah mulu, heran!" bentak Alvano yang berperan sebagai saksi. Ia membuka dua kancing atas baju batik yang di pakainya gerah. Pasalnya, sudah percobaan ke tujuh belas, dan Mark masih melakukan kesalahan yang sama. Yah, mungkin sekarang sudah lebih baik dari pada lima percobaan pertama di mana ia gagap mendadak. Sementara Jundi dan Iyang sudah tertawa melihat kegugupan pria itu.

Mark menggaruk tengkuknya, menatap raut sebal Haikal yang tangannya mulai kebas karena ia jabat sedari tadi.

"Jabat tangan Ikal aja udah gemeteran, gimana sama abinya nanti?" ledek Jundi kemudian.

"Lagian mana ada di bayar nanti, udah gitu nyebut sah sendirian!" celetuk Ikal, melepas tangannya dari Mark dan membuka peci yang ia pakai. Ia meraih gelas berisi air putih di dekatnya dan langsung meminumnya.

"Ya kan, namanya juga baru simulasi. Di bayar tunainya nanti, pas akad beneran." Mark membela diri.

Siang ini di kamar Alvano, keenam pemuda itu tengah mengadakan simulasi ijab qobul nikah yang tinggal menghitung hari. Simulasi yang di lakukan juga sangat totalitas. Katanya, agar suasana akadnya lebih terasa dan Mark tak terlalu gugup lagi nantinya. Mark dengan jas dan peci hitamnya—yang menurut mereka cenderung terlihat seperti caleg ketimbang calon pengantin pria. Dengan pinjaman jas senada milik Mark, Haikal berperan sebagai abi dan Jundi sebagai penghulu. Sisanya memakai baju batik dan berperan sebagai saksi. Jangan lupakan Zainal yang berperan sebagai Yeri dengan sorban yang ia jadikan jilbab.

"Woiii ini gue udah boleh masuk belum?!" teriak Zainal dari luar pintu kamar Alvano.

"Jangan dulu! Akadnya juga belom kelar! Belum sah!" teriak Iyang. Menahan pintu kamar agar Zainal tak masuk.

"Buruan elah, keburu make up gua luntur nanti!"

"Udah, tunggu di sana sampai jenggotan!" celetuk Jundi kemudian. Jengah juga mendengar teriakan Zainal. Beruntung semua orang rumah tengah sibuk di hotel untuk pernikahan nanti.

"Serius dong Bang, ah!" jengah Vano.

"Lo enak tinggal ngomong, gue yang deg-degan mau kawin!"

"Halah sok-sok-an bilang kawin, ijab kabul aja belum bener!" ledek Haikal, "bener kata Zainal tuh! Ntar make up tetehnya keburu luntur kalau ijab aja lamanya kek ngantri sembako gratisan."

"Udah! Kita ulang lagi dari pas Bang Mark ngucap ijabnya! Kali ini serius ya, Bang! Jangan pake sah di akhir!" Jundi menyela. Ingin simulasi ini segera berakhir.

Haikal kembali mendekat ke arah meja kecil di sana dan menjabat tangan Mark lagi. Mataya lurus ke arah pria itu dengan pandangan yang tajam. Kegugupan lagi-lagi melanda Mark yang di tatap sedemikian rupa oleh calon adik iparnya ini. Ia sudah membayangkan akan mendapat tatapan serupa dari abi saat ijab nanti.

Melamarmu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang