8

69.5K 1.1K 25
                                    

Matahari masih malu-malu memancarkan sinar, masih pukul enam pagi. Suara langkah berat mengisi keheningan di rumah itu. Bastian melangkah menuju halaman belakang. Betapa kagetnya dia saat melihat putranya, Alvito keluar dari kamar Mischa.

"Alv!" Panggilnya.

"Oh papa." Alvito menjawab panggilan kaget papanya dengan nada biasa. Membuat kening Bastian berkenyit.

"Kenapa kamu keluar dari kamar Mischa?"

"Semalam Mischa mimpi buruk, jadi minta di temenin, Pa," jawab Alvito santai.

"Alv, kamu sadarkan kalau kalian sudah dewasa. Masa kamu tidur sekamar dengan Mischa?"

"Kenapa memangnya? Nggak ngapa-ngapain juga."

Bastian menghela nafas, memang sejak awal dia menikah dengan Arisa, mereka selalu mengatakan agar Alvito dan Mischa bisa dekat layaknya saudara.

"Ya sudah. Sebaiknya kamu berhati-hati," kata Bastian akhirnya.

Alvito bersiul menuju kamarnya.

Ya mungkin memang dia yang terlalu khawatir, pikir Bastian saat melihat tingkah Alvito yang santai.

Bastian akhirnya mengurungkan niat pergi ke halaman belakang dan menuju dapur. Melihat istrinya dan ART mereka masak untuk sarapan.

"Kenapa, Pa?" tanya Arisa. Bastian menggeleng.

"Kopi papa mana, Ma?"

"Sebentar, ya." Arisa tertawa. Betapa indahnya tawa Arisa di pagi hari, ketika dua perempuan itu menjadi keluarganya, kehidupan Bastian menjadi lengkap. Keluarganya sempurna, kecil dan bahagia. Bastian tersenyum, kemudian dia melihat Mischa menuju ke meja sambil melompat-lompat kecil.

"Papa." Mischa mencium pipinya. Bahkan Mischa telah menganggap dia sebagai papanya. Dia begitu gembira memiliki putri yang cantik, menggemaskan.

"Halo si cantik. Kamu nggak ke mana-mana hari ini?" Ini hari Sabtu, tapi Bastian harus berangkat ke kantor.

"Mau jalan sama Bang Alv," kata Mischa. Alv, merupakan panggilan Mischa untuk Alvito, sehingga saat ini Bastian dan Arisa ikut memenggal panggilan Alvito menjadi Alv.

"Mau ke mana?"

"Nonton sama makan palingan."

"Kenapa pergi dengan Alvito? Memangnya Mischa nggak punya pacar? Oh iya, si Lando yang dulu sering datang kemana, ya?"

Mischa tertawa. "Ih papa, Lando itu cuma temen Mischa."

"Memang kenapa kalau Mischa pergi denganku, Pa?" Suara Alvito pun terdengar sedikit serak. Alvito duduk di sebelah Mischa sambil menyesap kopi yang sudah tersedia. Mischa menempelkan pungung tangan di kening Alvito.

"Suara abang serak."

Alvito menggenggam tangan itu dan menurunkannya.

"Kamu kapan mengenalkan calon istrimu ke papa? Sudah tua tapi kerjanya masih main-main saja," kata Bastian.

"Nanti ada saatnya," sahut Alvito. Mischa menoleh ke arahnya. Jantungnya berdegup cepat sekali.

Arisa duduk dan bergabung bersama mereka. "Wah, cantik sekali kalungnya," kata Arisa saat melihat kilauan di leher Mischa.

"Eh in-ini dari Bang Alv," kata Mischa sambil memegang bandul kalung. Bastian melihat ke arah Alvito, wajah anaknya itu bahkan tidak berubah sedikitpun.

"Alvito. Kamu terlalu memanjakan Mischa," leluh Arisa.

"Nggak apa, Ma, kemarin dapat proyek yang lumayan," jawab Alvito.

Behind Your Smiles (END)Where stories live. Discover now