5

87.1K 1.3K 30
                                    

Tangan Mischa gemetar saat memulas blush on di pipinya. Mischa teringat pada kata-kata abangnya, sedikitpun tidak mau hilang dari pikirannya.

"Kamu yakin mau meminumnya?" tanya Alvito saat itu. "Kalau calon bayi bertumbuh di sana, kita akan jadi papa dan mama sayang."

Alvito berbisik di telinganya lembut, tapi kenapa Mischa seperti mendengar bisikan iblis. Ya! Iblis yang membuatnya tenggelam dalam perasaan bimbang. Di satu sisi, dia benci dengan kelakuan abangnya, di sisi lain dia membenci dirinya sendiri, dia yang menolak kemudian pasrah. Apa sebenarnya dia menikmati? Mischa malu pada dirinya sendiri.

Menjadi mama dan papa, apa abangnya itu masih waras? Mischa tidak mengerti apa yang membuat lelaki yang tadinya penyayang berubah menjadi seperti itu.

Setelah merenung berkali-kali, Mischa akhirnya memutuskan. Dia mengangguk saat melihat bayangannya sendiri di depan cermin, tidak mungkin untuk saat ini. Mischa akan mencari cara untuk menolak Alvito. Tapi ... kenapa rasanya sulit?

Arisa melongok ke kamar Mischa, "Mischa, ayo turun sayang, Bang Alvito mau mengantar kamu ke kampus."

Nggak mau! Mischa tidak akan mau ikut abangnya. Mischa merapatkan jemarinya, hatinya sesak. Dia seorang yang kuat, ya-ya! Dia meyakinkan hatinya. Bang Alvito tidak benar-benar menyayangi dia, kalau memang demikian, bukankah seharusnya dia justru menjaga Mischa? Bukan malah ... Mischa menggeleng, berusaha lagi menghilangkan kejadian malam itu dari ingatannya.

Mischa telah kehilangan papanya sejak kecil, dia selalu sendirian. Mama juga kerap sibuk bekerja, saat Mischa bertemu dengan papa Bastian dan Alvito, dia barulah merasa kehadiran seorang laki-laki di hidupnya, terutama abangnya, begitu sempurna. Mischa mencintai Alvito seperti seorang abang yang luar biasa, sosok pengayom yang didambakannya selama ini.

Mischa diperlakukan bak seorang putri, dimanja, dihujani kasih sayang, Alvito selalu mengantar jemput ke mana-mana. Bahkan hampir tidak ada permintaan Mischa yang ditolak oleh Alvito. Dia langsung menempel pada Alvito. Dia sangat menyayangi Alvito. Bang Alv-nya yang dulu. Sebelum....

Bang Alv mencintai dia? Bagaimana bisa membedakan antara perasaan sayang dan cinta antar saudara dan pasangan?

"Mischa." Suara mamanya terdengar lagi.

Mischa tersentak dari lamunan. Dia buru-buru meraih tasnya. Saat keluar menuju ruang tengah, dia melihat Alvito. Pria itu telah duduk menunggu di sofa, melihatnya dan mengurai senyum yang sangat menawan, dada Mischa tersentak. Dia segera mengalihkan pandang.

"Aku nggak mau berangkat sama Bang Alv," sahut Mischa ketus. Kata-kata Mischa membuat kening Alvito berkerut.

"Mischa?" Arisa pun sampai keheranan. "Kalian berantem?"

Mischa segera berlari keluar rumah. Dia akan naik taxi saja, Mischa belum tahu apa yang harus dia lakukan seandainya berduaan dengan abangnya saat ini.

"Kenapa adikmu, Alv?" Arisa bertanya.

"Mischa ngambek karena kemarin minta dibeliin tas, Ma," jawab Alvito cepat.

"Ya ampun anak itu." Iya ... Arisa ingat Mischa kemarin minta dibelikan tas, tapi Arisa mengatakan tasnya sudah sangat banyak. Pastilah dia merengek pada Alvito.

Alvito mengejar Mischa. Dia kemudian menarik tangan Mischa, Mischa berteriak, "Lepasin!"

"Kalau kamu berisik, abang cium kamu di sini."

Mischa tercekat, segera berhenti meronta mendengar kalimar itu. Alvito menatapnya. "Kenapa marah lagi?"

Mischa diam saja. Alvito menyeretnya, kemudian mendorong masuk ke dalam mobil. Alvito menyeringai saat melihat Mischa akhirnya menurut.

Behind Your Smiles (END)Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt