4

89.2K 1.4K 14
                                    

Mischa melenguh, dia terdiam sendiri di kamarnya. Menggabungkan semua peristiwa yang terjadi. Kenapa perasaannya seperti ini? Setelah dua minggu kemarin ditinggalkan oleh Alvito, semua membuatnya gelisah, diam-diam dia merindukannya. Walau, Mischa berjuang melawan perasaan rindu, mengingat bagaimana Alvito berubah menjadi sosok yang menyakitinya.

Sebelum pergi, Alvito membelikan buket bunga mawar dan coklat favorit Mischa. Tapi, selama dua minggu di luar kota, lelaki itu juga tidak menghubunginya sama sekali. Mischa merasa kehilangan, di lain sisi merasa tenang. Karena dia belum tahu bagaimana harus menghadapi abangnya.

Alvito, sosok abang yang Mischa sayangi, dia ... dia tak ingin perasaan itu hilang. Dulu, hubungan mereka begitu dekat dan saling menyayangi. Alvito yang selalu menurutinya, mendengarkan ocehannya dengan seksama. Menghabiskan waktu berdua, hingga Mischa tidak butuh orang lain lagi dalam hidupnya. Sekarang, Alvito bilang dia memiliki perasaan yang berbeda untuk Mischa, bagaimana dia tidak bingung?

Lama Mischa merenung dalam keheningan kamarnya. Akhirnya dia memutuskan untuk melupakan yang terjadi, mungkin Alvito memang khilaf. Karena mereka berduaan di malam yang dingin. Mischa akan berusaha agar Alvito kembali seperti biasa, mereka saling menyayangi layaknya saudara. Mischa meyakinkan dirinya sendiri.

Tadi siang, Alvito membawakannya pizza, mengambilkan jus jeruk, seperti biasa, dia selalu memanjakan Mischa. Mischa melamun memikirkan sosok abangnya yang tampan dan atletis itu, sangat nyaman berada di pelukannya.

Mischa berbaring, hujan di luar semakin menambah dingin udara malam di kamarnya yang ber -AC. Mischa membaca novel di smartphone untuk membuatnya mengantuk, sayup matanya terpejam.

Saat itulah Alvito pulang, dia berjalan pelan ke kamar Mischa, matanya awas memandangi suasana rumah yang sudah sepi. Lampu-lampu telah dimatikan. Sejak tadi dia menunggu papa mamanya terlelap, agar bisa melancarkan aksinya.

Alvito meraih pegangan pintu kamar Mischa, dikunci? Alvito tersenyum tipis, dia telah membuat kunci duplikat kamar Mischa. Mischa jarang mengunci kamarnya, tapi Alvito tetap bersiap-siap. Saat Alvito menyatakan perasaan, dia menduga Mischa bisa saja berubah.

Saat pintu terbuka, lampu di kamar itu telah mati. Setelah matanya terbiasa dengan kegelapan, Alvito melihat sosok Mischa yang terbaring di atas tempat tidur. Wangi kamar adiknya terasa begitu manis, begitu juga dengan wangi Mischa, didominasi wangi strawberry, segar sekaligus lembut. Alvito menghidupkan lampu tidur di sebelah ranjang Mischa. Duduk di sebelahnya.

Pelan, Alvito menelusupkan tangannya, kulit Mischa lembut dan lembab. Selalu membuatnya kehilangan akal sehat.

Nakal sekali Mischa. Kenapa memakai baju tidur berupa dress pendek tadi? Kamu ingin menggoda abang? bisik Alvito lirih.

"Enghh ...." Mischa menggeliat, saat membuka mata, dia melihat sosok Alvito berada di atas tubuhnya. Sebelum mulut Mischa terbuka, Alvito telah membungkamnya dengan ciuman penuh gairah. Oh, sudah sebulan dia menahan hasrat itu. Bibir Mischa lembut seperti meleleh di mulutnya. Seandainya Mischa membalas, tentu ciuman itu menjadi lebih panas dan bergairah.

"Ssttt ... abang kangen Mischa." Alvito mulai membujuk rayu.

Mata Mischa terlihat sayu, tidak menolak? Alvito tersenyum. Sudah dia duga. Dia tahu cara mengendalikan Mischa.

"Biar abang yang bekerja, sayang, jangan bersuara, ya." Dia melanjutkan ucapannya.

Mischa menahan tangannya di dada, seperti melarang Alvito membuka kancing-kancing piyama yang dia kenakan. Alvito meraih tangan itu dan menciumi dengan lembut.

Tubuh Mischa diterangi lampu dari samping tempat tidur. Alvito berdecak, tubuh ranum itu segera membuat menggila. Malam saat peristiwa di villa, Alvito sangat terburu-buru hingga tidak sempat memanjakan matanya dengan keindahan tubuh Mischa. Maka, malam ini dia menatap lekat dan memuaskan mata dengan setiap lekuk tubuh Mischa. Alvito menurunkan tangan, menjelajah. Menggoda sangat menggoda.

"Bang Alv ..." Mischa terengah, matanya melebar, Alvito bersiap seandainya Mischa teriak. Ternyata tidak. Mischa hanya menatap wajah Alvito dengan mata sayu.

"Abang, i-ini dosa," lirih Mischa di sisa- sisa kesadarannya.

"Tidak dosa, kalau kita sama-sama menikmatinya," bujuk rayu Alvito menenangkan pergolakan batin Mischa.

Menikmati? pikir Mischa. Apa yang harus dia lakukan? Baru saja dia bermaksud untuk melupakan semua, mencoba kembali sepertu biasa. Tapi ...

Akhirnya Mischa menutup mata dan mencoba menerima sentuhan Alvito di setiap jengkal tubuhnya. Dia tidak mampu berpikir.

"Buka mata Mischa sayang, liat abang."

Mischa membuka matanya pelan, bukan wajah iblis seperti dulu yang dia lihat di sana. Tapi wajah super tampan Alvito yang memesona, wajah yang lain dan berbeda dari biasa. Membuat dada Mischa berdebar keras, dia menyukai wajah abangnya saat ini. Mischa yang membuat wajahnya seperti itu. Hubungan terlarang kembali terjadi. Apa dia bodoh?

"Mi-mischa takut hamil," ucap Mischa gemetar. Astaga, apa yang telah dia lakukan? Bisa-bisanya dia membiarkan lelaki itu melakukan hal yang sama, walaupun dengan cara yang berbeda.

"Besok abang kasih pil pencegah hamil, ya." Alvito mengisap leher Mischa keras, membuat tanda di sana.

Mischa diam, dirasakannya nafas Alvito yang tersengal di lehernya. Alvito memeluk tubuh Mischa dengan kedua tangan, sementara kakinya dililitkan di kaki Mischa. Mischa memejamkan mata, merasa berkecamuk. Percintaan yang memabukkan bersama seorang lelaki, bukan kekasih bukan pula suami.

Mischa memandang langit kamarnya mencari jawaban dari reaksinya malam ini, dia keheranan dengan tubuhnya yang menerima persetubuhan tanpa paksaan dengan abang tirinya. Mischa merasa bersalah pada mama, papa dan dirinya sendiri. Mischa selalu berpikir kalau semua yang terjadi hanyalah mimpi terliar miliknya, namun, kehangatan Alvito terasa nyata.

Tepat pukul lima pagi, Alvito terbangun. Melihat Mischa di sampingnya. Alvito tidak menampik kalau semua hal dalam diri Mischa memanggil untuk disentuh. Seandainya dia tidak sesempurna ini, mungkin Alvito tidak akan kesulitan.

Tangan Alvito tergoda untuk mengecap lagi, merasakan putik milik Mischa. Mawar di tengah semak berduri yang terlindungi, hanya Alvito yang berhasil menerobosnya.

Sial! Alvito mengembalikan logikanya.

Alvito segera menutup tubuh Mischa dengan selimut, sangat bahaya kalau dia menyerang Mischa kembali pagi ini. Seperti apapun hubungannya dengan Mischa, Alvito masih waras untuk tidak membiarkan ayah dan ibu tirinya mencurigai gerak-geriknya, sebelum tujuan yang dia inginkan tercapai. Setelah itu dia tidak akan peduli.

Mischa masih tertidur. Sangat pulas. Mungkin dia kelelahan karena perlakuan Alvito. Alvito dengan cepat mengenakan pakaian. Dia menoleh lagi ke arah Mischa yang terlelap sebelum meninggalkan kamar itu. Jejak percintaan mereka bahkan tidak dia bersihkan, senyum tipis mucul di wajah Alvito.

Dengan perlahan Alvito menuju beranda belakang, gelap-segelap hatinya. Terkadang dia merasa menyesal untuk Mischa, tetapi nasib kehidupan memang tidak bisa ditentukan oleh manusia. Karena itu, Alvito akan membiarkan kegilaan ini mengalahkan akal sehatnya. Angin malam berhembus, terasa dingin.

***

4/12/19

Behind Your Smiles (END)Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum