Semua orang berdiri di shaf masing-masing kala Jafar mengumandangkan iqomah dan sholat pun dilaksanakan penuh kekhusyuan.

Usai salat, diisi dengan tausyiah singkat yang disampaikan oleh ustad setempat. Sementara itu, panitia masjid mengumumkan akad nikah akan digelar sekitar pukul 05.00 pagi.

Sambil menunggu Yeri dan keluarganya datang, Mark telah berdiri di dalam masjid dengan pakaian pernikahanya, stelan jas putih dan sebuah peci putih ia kenakan, beberapa orang tampak bersalaman dengannya lalu duduk dilantai masjid yang ditutupi karpet merah. Sementara Jovian tampak bahagia menyambut para jemaah yang rata-rata adalah tamu undangannya dengan ditemani Eyang dan Jafar.

Hingga seorang anak kecil berlari ke dalam masjid dan saat sepasang bola matanya melihat sosok Mark tengah mengobrol dengan salah seorang pria paruh baya, ia tersenyum lebar seolah baru menemukan sesuatu.

Anak itu berlari dengan kencang hingga kerudungnya ikut terbang. Begitu berada di dekat Mark, ia menerjang kaki laki-laki itu sambil terkikik geli.

"Ayah kena!" serunya.

Pada awalnya Mark terkejut akan kehadiran si gadis kecil. Ia lalu berjongkok dan menggendong anak itu. "Bia, jangan lari-lari nanti jatuh dan nabrak orang lewat," tegurnya lembut.

"Maaf ya, Ayah. Oh iya, Ayah hari ini gaaaaanteeeeeng banget! Lebih ganteng dari kak Iyang sama kak Lukman!" ujarnya.

"Masa sih? Bukannya dari dulu Ayah emang ganteng, ya?" ucapnya dengan percaya diri.

"Ihhhh Ayah geel!" katanya sambil memajukan bibir mungilnya. Mark tekekeh kecil melihat tingkah gadis berusia empat tahun itu.

Kemudian, pandangannya beralih pada pintu masjid. Setahunya, Bia ikut bersama rombongan keluarga Yeri. Maka itu artinya, keluarga sang calon istri telah tiba di sini.

"Kamu diem di sini ya, Mark. Jangan dulu liat Yeri!" kata ibu seraya menarik Mark untuk duduk di depan penghulu.

Mark patuh tentu saja. Dalam diam, ia mati-matian menormalkan degup jantungnya yang meliar. Sungguh, ia sendiri masih tak menyangka jika ini adalah hari pernikahannya. Bahkan saat menjadi imam tadi agaknya tetap seperti hari biasa, tak seperti saat lamaran mala. Itu.

Alvano menepuk pundaknya. "Inget Bang, jangan gugup! Apalagi salah nyebut nama."

"Y-ya gak akan, lah!" elaknya. Ia sudah yakin jika ijab qobul hari ini akan berlangsung sesuai harapan meski kegugupan melanda. Jangan sampai salah dan membuatmu malu di hadapan banyak orang, Mark. Teguhnya yakin.

Yeri masuk dan langsung dibawa ke lantai dua masjid bersama dengan perempuan-perempuan lainnya baik dari keluarga atau tamu undangan.

Mark sendiri sudah gemetar karena saat ini, ia duduk menghadap kiblat dan berhadapan langsung dengan abinya Yeri yang baru saja datang. Di sisi kanannya, tampak pak Kuncoro dan ayahnya Rausya yang menjadi saksi duduk bersebelahan. Dan di kelilingi oleh keluarga Yeri seperti ini semakin membuatnya gugup.

Penghulu di depannya tampak memeriksa kelengkapan berkas yang ada dan mengisyaratkan pada abi untuk memulai.

Abi meraih microfon, samar-samar, Mark dapat mendengar basmallah yang lirih dari pria yang akan menjadi ayah mertuanya itu. Abi kemudian mengucap lafadz khutbatul hajah sebagai pembuka akad sebagaimana anjuran Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu dalam hadist riwayat Abu Daud yang dishahihkan oleh Syaikh Al Albani. Yang mana, khutbah tersebut bukan hanya di gunakan untuk akad nikah saja, melainkan setiap akan menggelar sebuah acara.

Sejauh ini, tak ada anjuran yang mewajibkan calon pengantin untuk mengucap syahadat, istighfar atau membaca Al-Fatihah ketika hendak akad. Karena semua itu sudah diwakili dengan lafadz khutbatul hajah.

Melamarmu Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora