Gabriella atau yang akrab dipanggil Gabi itu adalah sahabat mereka yang lain. Gadis itu yang paling brutal dan tomboy dari antara mereka bertiga, sehingga baik Madison maupun Fiona tahu bahwa Gabriella jelas akan menghajar pecundang bernama Leonard itu jika ia mendengar Fiona dipukul olehnya.

Sementara keduanya bersepakat untuk tidak memberitahu Gabriella supaya tidak akan ada pertengkaran lagi, Leonard sudah melakukannya. Ia justru menyulut pertengkaran di kelasnya karena ia sekelas dengan Gabriella.

Leonard duduk berkumpul bersama teman-temannya di bagian pojok depan kelas dan mengobrol dengan suara keras, seakan mereka dengan sengaja memperlihatkan bahwa mereka tidak menghormati guru mereka yang sedang mengajar.

Sebagian kelas itu memang tidak terlalu menghormati guru itu karena ia seorang wanita dan ia masih muda. Tapi sebagian besar dari kelas itu lebih memilih diam atau tidur dan tidak mengganggu proses belajar-mengajar seperti yang dilakukan oleh Leonard serta teman-temannya.

Pemuda itu sepertinya merasa keren karena terlihat terang-terangan tidak menghormatinya. Tapi beberapa anak yang memang ingin belajar mengeluh betapa berisiknya Leonard dan teman-temannya itu. Ia bahkan dengan bangga mengatakan dirinya baru saja memukul Fiona.

Ketika Gabriella mendengar perkataan Leonard barusan, gadis itu benar-benar tidak dapat menahan diri. Gabriella menyadari sepenuhnya bahwa guru mereka sedang mengajar didepan kelas, tapi ia tidak dapat menahan amarahnya.

Travis Wood yang merupakan sahabat Sean Mitchell berada di dalam kelas itu, sehingga ia melihat bagaimana Gabriella berjalan ke arah kumpulan pemuda yang berada di pojok kanan kelas. Travis bangkit dan membelalak ketika melihat Gabriella meninju salah seorang pemuda di kerumunan itu.

Tanpa diberitahu, Travis juga mengetahui bahwa pemuda itu adalah ringleader atau pemimpin kelompok tersebut. Ketika melihat teman-teman si ringleader hendak mengeroyok gadis itu, guru mereka tidak dapat berbuat apa-apa karena ia masih muda dan tidak dapat melerai mereka.

Guru mereka jelas tidak dapat mengatasi pertengkaran yang hendak dilakukan para kelompok tersebut. Jadi ia menyuruh beberapa anak perempuan di kelas itu untuk berlari dan memanggil seorang guru pria yang lebih kompeten untuk memisahkan perkelahian tersebut.

Menurut Travis, ketika para guru lelaki itu datang ke kelas untuk melerai perkelahian itu, gadis itu -Gabriella pasti sudah babak-belur. Travis mengulurkan tangannya dan menarik belakang kerah baju Fiona supaya ia tidak terkena tinju oleh para berandalan itu.

Tinju itu memang tidak mengenai Fiona, tapi justru mengenai wajah Travis. Jika Travis tidak salah ingat, nama pemuda yang meninju pipinya adalah Roman. Semua yang tinggal di kelas tersebut terkesiap karena Roman baru saja meninju Travis.

Travis sudah sangat terkenal di sekolah bahwa ia adalah pemuda yang paling sadis ketika berkelahi. Moses dan Henry yang jelas-jelas mengetahui hal tersebut ikut terkesiap seakan Roman baru saja melakukan kesalahan besar.

Mereka tahu bahwa Travis gila berkelahi. Ia suka menceburkan diri dalam masalah perkelahian orang lain hanya untuk senang-senang. Tapi kali ini, ia benar-benar marah kepada segerombolan laki-laki itu karena ia hampir memukul Gabriella.

Bukan karena gadis itu adalah seorang gadis yang spesial, tapi mereka seharusnya tahu bahwa seorang pria tidak memukul seorang wanita. Terutama mereka beramai-ramai.

"Uh-Oh." Komentar Moses yang justru menyulut emosi Travis sehingga ia hilang kendali. Gabriella mencoba menarik pundak Travis sambil berteriak-teriak karena panik.

Tapi tubuh pemuda itu sekeras batu karang saat menyerbu Roman dengan pukulan-pukulan tiada henti. Travis sebenarnya ingin berhenti memukul pemuda itu, tapi sayangnya ia tidak dapat mengendalikan emosinya.

Ketika melihat perkelahian Travis, Mr. Salmoner menyuruh para gadis tadi untuk memanggil dua guru laki-laki lainnya. Sehingga dibutuhkan tiga guru untuk menahan Travis dan melerai keduanya.

Para guru itu setengah menyeret Travis ke ruang detention sehingga lorong kelas yang tadinya sepi jadi sedikit ramai karena keingintahuan para murid. Seorang guru berteriak dan menyuruh mereka masuk kembali ke kelas.

Sementara itu, Gabriella setengah berlari ke ruang detention untuk menyusul Travis. Ketika gadis itu mengaku bahwa dirinyalah yang memulai pertengkaran, guru-guru memutuskan bahwa Gabriella juga harus berada di ruang detention tersebut.

Gabriella merasa bertanggung jawab karena tadi memang dirinyalah yang meninju salah seorang dari gerombolan bodoh itu. Travis duduk tepat di sebelah Gabriella yang terlihat santai. Sepertinya gadis itu sudah terbiasa di ruang detention ini. Gabriella mencuri lihat buku-buku jari Travis yang terluka karena memukul wajah Roman sampai babak belur.

"Maaf.. karena ulahku, kamu harus masuk ke ruang hukuman." Kata Gabriella dengan jantung berdebar. Ia tidak pernah benar-benar mengenal Travis Wood. Mereka mungkin beberapa kali berada di kelas yang sama, mengobrol, dan bertukar informasi. Gabriella hanya tidak menyangka bahwa ternyata Travis akan membelanya hari ini.

"Tidak. Aku yang salah." Kata Travis singkat. Jantung pemuda itu juga berdebar. Bukan karena berada di dekat Gabriella, tetapi karena kekesalan yang ia rasakan akibat ditinju.

Travis juga merasa khawatir, apa yang harus ia katakan kepada kedua orang tuanya bahwa hari ini dirinya masuk ke ruang hukuman? Papa Travis pasti tidak akan suka mendengarnya, terutama karena ia memiliki tiga orang adik.

Travis mendapat tekanan yang luar biasa karena ia harus menjadi contoh bagi ketiga adiknya. Gabriella merasa bahwa mereka sudah berada di ruang detention itu sangat lama. Mereka harus menunggu keputusan guru konseling dan kepala sekolah untuk hukuman yang akan dijatuhkan kepada keduanya.

"Apakah kamu baik-baik saja?" Tanya Gabriella sambil menunjuk ke arah tangan kanan Travis yang tadi pemuda itu gunakan untuk memukuli wajah Roman. Pemuda itu hanya melirik tangannya tanpa merubah posisinya. Gabriella bersyukur bahwa ia bisa menahan diri untuk tidak menyentuh memar itu.

"Ya. Nanti juga hilang." Kata Travis dingin. Karena Gabriella menyadari bahwa pemuda itu mungkin saja merasa terganggu, sekarang ia memutuskan untuk diam.

"Bagaimana denganmu? Kamu tidak terluka kan?" Tanya Travis yang terdengar sangat peduli di telinga Gabriella, padahal pemuda itu hanya berbasa-basi. Tidak bermaksud untuk membuat gadis itu punya perasaan padanya.

"Tidak. Aku baik-baik saja." Setelah Gabriella mengatakan pernyataan itu, keduanya langsung diam ketika pintu ruang tersebut terbuka. Gabriella bisa menghirup wangi parfum yang semerbak saat guru konseling mereka berjalan melewati pintu. Wanita itu mengabarkan bahwa saat ini, Roman -pemuda yang tadi Travis pukuli, sedang dibawa ke rumah sakit terdekat.

Maka dari itu, pihak sekolah memutuskan untuk menskors Travis selama tiga hari karena perkelahian hebat yang ia lakukan dan hampir menelan korban. Berita buruknya ternyata tidak hanya sampai di sana, karena guru konseling itu berkata bahwa sekolah juga melarangnya untuk latihan atau pun bertanding football.

///\\\

Don't forget to vote!⭐️
And give me some comments!❤️
Happy Reading!🌈

Little Note From The Author:
Terima kasih yang sudah bersedia untuk klik cerita ini lagi ya.

Cerita ini telah diperbaharui dan semoga dapat menjadi lebih layak untuk dibaca oleh teman-teman pembaca semuanya ya.

Vote & Commentnya ditunggu ya.

You Belong With MeWhere stories live. Discover now