6.【Roku】

2.7K 248 13
                                    

Happy reading ^^

.
.
.
.
.

"Haah ...," Sakura mendesah kesal. Ia semenjak tadi berkutat dengan kamar sang kakak.

Jam di dinding kamar Sasori menunjukkan pukul delapan malam. Sakura semakin lelah karena ia tak kunjung menemukan bulpoin miliknya yang paling ia sukai. Pagi tadi, karena buru-buru Sasori meminjam bulpoin milik sang adik. Sakura sempat mengomeli sang kakak. Padahal hari ini hari Minggu. Seharusnya dia tidak bekerja di hari libur seperti ini.

Mata Sakura tak sengaja menyentuh sebuah amplop cokelat berukuran cukup besar berada di laci sang Kakak. Sebuah tulisan tercetak tebal di sana. Kata "Pengadilan Konoha" membuat Sakura penasaran. Perlahan, Sakura membukanya. Ia sempat berhenti mengambil kertas dari dalamnya saat ia merasakan tiba-tiba hatinya bergetar.

Sakura berhasil mengambil kertas dalam amplop itu. Sebuah surat. Surat yang menyatakan bahwa sebuah kasus ditutup. Hati sakura mencelus. Seperti ada lubang besar dan dalam di sana. Sakura tak percaya dengan matanya sendiri, hingga ia membaca surat itu berkali-kali.

"Kasus pembunuhan terhadap Haruno Kizashi serta Haruno Mebuki dinyatakan ditutup. Dengan alasan sebagai berikut ...," gumam Sakura tanpa sadar.

Entah semenjak kapan, pipinya telah basah dan hangat oleh air matanya sendiri. Sakura menahan sakit yang luar biasa di dadanya. Saat melihat tahun yang tertera di surat itu, Sakura kian terpukul. Rasa tak percaya menyelimuti gadis itu.

"Bagaimana bisa kakakku itu menyembunyikan sesuatu yang penting untukku ini?" tanyanya, di sela tangisan sendu itu.

Sakura terus menangis di sana. Dua tetes air matanya jatuh ke kertas itu. Cepat-cepat, Sakura memasukkan kembali kertas itu di amplopnya. Segera saja, ia mengembalikan tempat asal amplop yang membuatnya merasakan sesak di dadanya. Sakura berlari menuju kamarnya. Ia menenggelamkan wajahnya di bantalnya.

"Kenapa? Kenapa rahasia seperti itu dia simpan sendiri?" tanya Sakura dalam hati.

"Okaa-san ... Otou-san .... Sebenarnya apa yang terjadi?" racau Sakura.

Ting tong ....

Bel apartemen berbunyi. Sakura tak berniat bangkit dari ranjangnya. Ia masih terisak pelan. Gadis dengan rambut merah jambu itu sengaja tak membukakan pintu untuk seseorang yang sudah ia tebak-kakaknya, Sasori. Sakura tahu Sasori juga memiliki kunci apartemen.

Untuk kali ini, ia tak ingin membukakan pintu untuk sang kakak. Untuk kali pertamanya. Membukakan pintu untuk Sasori sudah menjadi kebiasaan Sakura dari dulu. Hanya untuk kali ini, ia benar-benar enggan melakukannya. Lebih tepatnya, ia tak ingin bertatap muka dengan Sasori.

"Tadaima, Sakura," ujar Sasori, dari balik pintu kamar Sakura. Tak ada jawaban dari Sakura.

"Mungkin dia sudah tidur," pikir Sasori.

Sasori menghela napas pelan. Pria baby face itu berjalan menuju kamarnya yang berada tepat di sebelah kamar sang adik. Di kamar Sakura, gadis itu telah mampu meredam tangisnya. Meski air matanya masih mengalir deras tanpa suara, dan sesak di dadanya kian terasa.

Sasori melepas jasnya. Meletakkan tas kerjanya, lalu mengambil handuk piyamanya. Ia ingin melepas penatnya dengan membasuh tubuhnya menggunakan air hangat. Ia pikir, keadaan baik-baik saja. Tak ada hal yang perlu dikhawatirkan.

* * *

Pagi menjelang. Sakura kini bersiap untuk berangkat ke sekolah. Setelah merapikan surai merah mudanya, ia segera keluar kamar. Di ruang makan, tak ada makanan tersaji seperti pagi biasanya. Sakura merasa heran. Hal ini jarang terjadi. Ia pikir, sang kakak telah berangkat ke kantor terlebih dahulu.

Stay With Yourself ✔Onde histórias criam vida. Descubra agora