Suasana taman pada malam hari tampak berbeda. Suasana temaram yang ditemani oleh lampu-lampu jalan menciptakan kesan elegan di taman. Pengunjungnya yang lebih sepi membuat ikan-ikan tak segan muncul ke permukaan. Meski begitu, Kirika masih mendapati lima hingga enam orang di sana. Tampaknya mereka pula tidak begitu acuh akan kedatangan mereka.

Perjalanan dilanjutkan menuju rumah kaca. Udara terasa lebih hangat di dalam sini. Juga terdapat lebih banyak tanaman hias berjajar rapi di rak-rak. Pula ada yang terlihat menggantung atau sekedar memenuhi tanah yang sudah sengaja diratakan.

Di bagian tengah rumah kaca terdapat satu meja kecil dengan dua kursi. Dengan penerangan dari lampu gantung di sekitarnya, Kirika mendapati Jason yang tengah duduk di sana. Dia hanya ditemani oleh cangkir yang saat ini berada di dalam genggaman tangan.

Senyum miring melebar di kala Jason mendapatkan Kirika. Sebagai sapaan tambahan, ia juga mengangkat cangkir tinggi-tinggi sembari membenarkan posisi kacamata bulatnya.

Berakhir ia menegak tetes terakhir sebelum meletakkan cangkir di atas meja. Kala Kirika mendekat, ia bertutur, "Tampaknya kamu tengah menikmati pestanya, Nona Alford?"

Kirika mengerjap. Namun, segera ia tundukkan kepala sembari menyentuh antingnya. Dia langsung duduk di kursi yang kosong selagi Hansel berjalan ke belakang kursi Jason.

"Tak seperti biasanya, Anda lebih memilih waktu diskusi tepat sebelum Anda memberi kata sambutan. Saya sama sekali tak mengekspektasikan hal ini," ujar Kirika.

Jason tertawa. "Tapi bukankah kamu lebih senang dengan suasana seperti ini ketimbang harus menyepi di antara keramaian?"

"Ah, Anda benar-benar mengerti saya."

Sebisanya manik delima kemudian menerawang kacamata hitam yang menyembunyikan manik keabuan di sana. Kirika mendengkus tenang, tak mengizinkan seorang pun tahu ia tengah berkeluh kesah mengenai pandangannya yang sedikit terhalang oleh gelap.

"Saya pikir Anda memiliki hal yang menarik untuk diperlihatkan sekarang, Tuan Howard?"

Maka Jason segera meletakkan komputer hologram mini ke tengah meja, sementara Hansel menyerahkan dua pena stylus untuk tuannya dan tamu di hadapan sang tuan.

"Mainan baru ini ... aku menamainya sebagai Save The Princess."

Satu tarikan napas juga ikut menarik atensi Kirika, berikut dengan tubuhnya yang mulai ia tegakkan. Wanita itu mulai memasang telinga baik-baik selagi maniknya tertuju kepada desain sederhana yang tertampil pada hologram.

Tampak sebuah desain rumah kaca mainan dengan detail yang sangat teliti. Di dalam sana terdapat miniatur putri yang tengah duduk menghadap meja teh. Hanya sendirian, tetapi dia tampak tersenyum menikmati teh yang dihidangkan.

"Jadi, bagaimana cara bermainnya?"

Jason mengetuk meja dua kali sehingga visual dari hologram mulai beraksi.

"Akan ada beberapa penyusup yang muncul dari sela-sela semak belukar, juga tempat rak-rak tersembunyi. Agaknya akan tampak lebih unik jika kita membuat tombol untuk memunculkan para penyusup mungil ini. Bersamaan, si putri akan terlonjak dari tempatnya.

"Lalu, dari meja juga akan muncul lubang penyimpan uang. Kau tahu, seperti kotak bank mungil untuk mengenalkan anak-anak di masa kini bagaimana kita menabung di masa lalu. Ketika uang dimasukkan, maka penyusup akan pergi dan putri kembali duduk dengan tenang bersama dengan tehnya."

Kemudian Jason memandang Kirika sebentar, membiarkan si wanita bermanik merah mulai berpikir.

Sementara mereka mulai mengabaikan sekitar. Termasuk tetesan hujan yang terlanjur hinggap di atap rumah kaca, meluncur menuju dinding-dindingnya.

Akira yang sedari tadi menahan diri untuk tidak menoleh kepada hujan, memilih mengerjap. Pun, kali ini ia juga tak mampu menginterupsi pembicaraan meski perihal yang hendak ia utarakan sangat genting. Maka ia putuskan untuk melempar tatapan kepada Hansel yang kembali berfokus kepada pembicaraan.

"Konsep yang menarik, Tuan Howard ...," kata Kirika sembari memangku dagu. Maniknya masih saa tertuju kepada visual yang kini telah mengembalikan posisi miniatur putri duduk di tempatnya. "Anda membutuhkan beberapa komponen baru untuk mainan ini."

Atas seizin Jason, Kirika mulai menggeser desain, kemudian menggantinya dengan tampilan kertas polos. Dia mulai meratakan hologram, menyatu bersama meja dan mulai menggambar. Demikian, ia mulai menjelaskan, "Alangkah baiknya jika tombol diganti dengan pemindai sidik jari. Saya memahami biaya yang dikeluarkan akan sangat besar, tetapi cukup untuk menjamin keamanan uang yang akan tersimpan di dalam kotak mainan. Prinsip kerjanya akan tetap sama. Kita membutuhkan sedikit motor untuk menarik para penyusup keluar dari tempat persembunyian."

Senyum kecil terukir, tepat di kala ia memandang Jason dan menghentikan kegiatan desain acaknya. Pun, Kirika meneruskan, "Jadi Anda juga hendak mengajak divisi robotika kami, Tuan Howard?"

Jason terkekeh. Nada suaranya sedikit lebih berat kali ini.

"Senang kau cepat tanggap!" serunya. "Tapi sayang sekali. Saat ini aku hanya memiliki satu tombol."

Kirika merespon dengan kepala yang sedikit ia telengkan. Namun, manik delima itu masih tertuju kepada lawan bicara.

Begitu cepat, Kirika sama sekali tak menyadari kapan Jason memegang senjata. Tahu-tahu ia sudah mengangkat sebuah pistol, pun menodongkan moncongnya tepat kepada Kirika, sukses membuat si wanita menahan napas.

Tak kalah sigap dengan Hansel, Akira ikut menodongkan pistol kepada pria berkulit gelap tersebut.

"Anggap saja bonus untukmu, Nona Alford." Demikian Jason berujar janggal sembari memperbaiki letak kacamata hitamnya sukses menarik atensi orang-orang yang masih bertahan di tempat masing-masing. "Kita juga akan mendemonstrasikan konsep desain mainannya."

Hello~

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Hello~. Two chapters in a week. What do you guys think?

Bersiaplah. : D

Sampai jumpa di chapter selanjutnya.

Fate : A Journey of The Bloody Rose [END]Where stories live. Discover now