EMPAT BELAS : MULAI TERASA

26 16 2
                                    

The Sweetest words :

"Benar kata Mama, sepertinya aku butuh banyak wortel untuk melihat perasaanku sendiri."

☆   ☆   ☆   ☆   ☆

"Mau dong, Ver!" Aku meminta roti di tangan Adikku—Vero.

Ia menggeleng. "Sana, ah, gue buru-buru mau berangkat." Kemudian ia berlalu.

Aku berdecak sebal. "Verin, kan roti kamu ada di meja." Ibuku mengingatkan. Akhirnya aku makan roti di meja sendirian.

==

Saat jam istirahat, aku mengetuk-ngetuk pulpen di meja dan memikirkan mengapa semua orang seakan menjauhiku—semua cowok tepatnya.

Evan, Mero, bahkan Vero—adikku sendiri. Apa mungkin aku semakin jelek? Sepertinya memang dari dulu.

"Iris, tadi Ziky nyariin kamu," kata Manda, mukanya panik. "Tapi aku enggak tau apa-apa, sumpah!" Pernyataannya membuat pikiranku terpecah.

"Kenapa?" tanya kami kompak. Beginikah rasanya menjadi manusia kepo?

Iris terlihat sedih, bibirnya dikerucutkan lalu ia menjawab pertanyaan kami. "Kucing aku hamil sama Ziky."

"Mungkin maksud Iris, kucingnya hamil sama kucing Ziky, kan?" Qiran meluruskan, menenangkan kami yang satu persatu mulai mangap.

Iris mengangguk. "Tapi, kucingnya Ziky jelek."

Manda entah mengapa juga ikut sedih. "Aku cuman bilang Iris punya kucing," ucap Manda. "Walaupun kucingnya hilang."

Jadi, kucing Iris sudah hilang hampir 2 minggu, dan ternyata ia kabur ke rumah Ziky karena nikah lari bareng kucingnya.

Kata Iris, ia mau nikahin kucingnya sama kucing persia atau anggora, tapi entah dia mau cari kucing begitu di mana. Sedangkan, kucing Iris aja nemu di jalan.

"Dari pada kucing kamu enggak nikah-nikah dan jadi perawan tua, Ris," nasihatku, tapi Iris seakan tidak peduli.

"Aku sukanya kucing persia," balas Iris sambil menahan air mata.

"Namanya cinta nggak mandang fisik, Ris," balas Stella. "Emangnya kucing Ziky ras apa?"

"Nggak tau, taunya kucingnya jelek, nggak punya bulu," balas Iris, entah mengapa Iris ini bolotnya natural.

"MAAFIN AKU, IRIS," teriak Manda sambil memeluk Iris. Astaga, bukan hanya Iris yang bolot. Manda minta maaf karena ia merasa bersalah, kucing Iris kabur karena ia lupa mengunci gerbang rumah Iris waktu mereka main.

Sikaw, Stella, Qiran, dan aku melongo. "Why are you both so stupid?" celetuk Sikaw. "Itu kucing sphynx, kalo di jual lagi dapet untung banyak! Lagian kalo kamu nggak suka kucingnya kan yang urus Ziky."

"Aku gamau dapet untung, maunya bulunya lebat," balas Iris. "Ini bukan masalah harga, ini masalah—"

"Astaga, masalah bulu! Iris sama Manda sukanya yang lebar-lebat," potong Stella sambil nyengir. "Aku ngerti, kok." Stella mengangguk-anggukan kepalanya.

Qiran istigfar tiga kali setelah mendengarnya. "Aku mau wudhu dulu." Ia berlalu diikuti Sikaw sambil menggelengkan kepala.

"Ayok," ajak Stella.

"Ikut Qiran wudhu solat duha?" tanyaku. Tumben.

"Bukan," balas Stella. "Ke kantin, aku enggak ngerti masalah kucing, taunya kucing garong." Kemudian kami meninggalkan Iris dan Manda yang saling tatap dan mengeong.

Kita dan SemogaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang