TIGA BELAS : MENGGANTUNG RESAH

31 16 6
                                    

[DOR!

Bingung mau kagetin siapasih, gatau masih ada yg save di lib atau enggak WKWK klpun ada gatau manusianya masih on atau enggak dan pstinya lupa sama crrita ini!! XD tp aku lg mood buat lanjut.. ini udh berbulan2 didraft dan skrg br aku up di 26 Desember 2020 HEHE WHY AM I SO MEAN, pdhl dlu ini cerita tuh kek banyak yg spam komen dan bkin aku semangat bgt buat nextnya cm ke sini2nya aku mager lanjutin huhu:(

Btw enjoy! (KL MSH ADA YG BACA AJASIH HEHEE)]

The Weird Things :

"Apa yang terjadi di antara kita? Bukankah kita bukan siapa-siapa bagi satu sama lain?"



Senyuman Aura makin lebar, aku melihat sekeliling dan mendapati banyak murid yang mengusap-usap lengannya dengan telapak tangan.

Mereka juga merasakan hal yang sama.

"Ya udah, Aura, kamu duduk di kursi kosong sana, ya!" perintah Burket. Menunjuk dengan matanya kursi kosong tepat di samping Nanda. "Ayo sekarang buka halaman seratus enam belas."

Untungnya, Aura duduk dengan si Trouble Maker kelas yang humoris abis—sangking humorisnya, kadang jadi garing. Aku penasaran, apa Nanda Si Pemberani akan merasa ketakutan?

=ROMERO=

"Woi, kenapa lo?" tanya Nanda—anak IPS. Pandangan kami semua langsung tertuju pada sumber pertanyaan Nanda.

Terlihat Mika sedang menstandarkan motor dengan baju yang kotor bekas injakkan sepatu.

"Aduh, abis digebukin gue!" Ia menggoyang-goyangkan tangannya dan melompat-lompat persis seperti boneka mampang. "Jadi pegel semua badan gue!"

"Anak mana, Cuy?" tanyaku.

"Bantuin gue, Mer." alih-alih menjawab, ia malah meminta bantuan padaku. "Harus bales dendam ini mah."

"Ayo aja gue," balasku. Sebetulnya, aku sudah tidak ingin tawuran lagi, tapi di mana jiwa solid membela nama baik sekolahku kalau aku tidak membalaskan apa yang siswa lain perbuat pada teman sekolahku? Mereka akan jadi makin seenaknya!

Itu, sih, pikiran rata-rata cowok yang sudah kecanduan menonjok orang. Tapi jangan takut, aku cuman membela yang kuanggap benar dan membantai tuntas yang mengusik.

Selanjutnya, kami semua langsung cabut ke sekolah yang dituju.

==

"Iya, Bu, mereka terlihat ingin melakukan tawuran. Kami yang mendapat laporan dari warga sekitar, langsung cepat bergerak," kata polisi sialan yang menangkapku. "Segera ke sini untuk ditindak lanjuti."

Aku mengumpat dalam diam. Sial! Sekarang rasanya, aku benar-benar ingin menonjok orang!

Belum sempat aku ungkapkan kekesalanku lewat bogeman, aku sudah masuk sel duluan.

Ini semua adalah jebakan. Anak-anak sekolah yang menginjak-injak Mika ternyata menjadikan Mika sebagai umpan. Mereka tau betul, kita akan langsung menyerang balik.

Jadi, sebelum kami sampai, mereka sudah menelepon polisi duluan. Bukti fisik kami melakukan tawuran memang tidak ada, karena kami tidak mempersiapkan apa pun sebelumnya.

Tapi, polisi datang tepat saat kami beberapa detik lagi menonjok musuh kami.

Setelah itu, yang terjadi berikutnya adalah hari buruk yang membosankan. Kita dihukum setiap hari sepulang sekolah piket sampai Ujian Nasional.

Kita dan SemogaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang