DUA : AKIBAT NUNGGU

362 86 165
                                    

The Tragedy :

"Makanya jangan sendiri mulu."

☆ ☆ ☆ ☆ ☆

Apa yang akan kalian lakukan kalau jadi aku? Please kasih tau, aku bingung.

Aku menengok ke sebelahku dan mendapati cowok itu menengok ke arahku juga.

Ini enggak buruk banget, kok. Aku cuman ketemu cowok yang kayaknya seangkatan sama aku, melihatku sedang menggigiti spidol. Dan ternyata, spidol dia yang kugigit.

Ya Tuhan, bahkan sampai detik ini aku masih menaruh spidol tersebut di mulutku. Mengapa aku ini?!

Aku mengedipkan mata dua kali lalu buru-buru mengeluarkan spidolnya dari dalam mulutku dan menyerahkannya.

"Ini... p-punya lo?" Aku berkata dengan gugup. Aku menelan salivaku, karena dari tadi tenggorokanku tercekat.

Aku bingung, cowok itu bukannya mengambil spidol yang kukasih, malah memerhatikan spidolnya dan aku bergantian tanpa bersuara.

Positive thinking, mungkin dia bisu. (Di mana sisi postitif menghujat orang bisu, Verin?).

Tapi, kalau dia bisu, kenapa tadi dia bisa bicara?

Atau mungkin ia terpesona karena kecantikanku? Kurasa ini yang benar.

Eh, atau mungkin juga ternyata ini bukan spidolnya? Terima kasih Tuhan! Terima kasih!

Tapi ternyata, semua dugaanku salah. Aku melihat atas spidol itu dan mendapati air liurku berjengger di atasnya. Malah ada busanya.

Sialan.

Oke, kasih tau lagi apa yang akan kalian lakukan kalau jadi aku?

Aku buru-buru mengelapnya dan mengendus atas spidol yang tadi kugigit. "Enggak bau, kok," kataku, walaupun sebenarnya baunya sedikit aneh.

Aku menelan salivaku, lagi.

Ia diam.

Ah, iya! Minta maaf! "Maaf, ya, gue enggak sengaja. Sumpah!" Aku refleks membuat jariku membentuk huruf 'V'.

Ia diam lagi.

Cowok ini lama-lama ngeselin, ya?

Aku menyodorkan spidolnya lebih dekat, dan ternyata cara ini berhasil, ia mengambilnya.

"Gue bener-bener minta ma—" perkataanku terpotong karena ada cowok lain yang masuk ke ruang guru dan langsung mengambil spidol yang cowok tadi genggam.

"Emang cuman gue yang bisa buka spidol ini," kata cowok itu, sedetik kemudian ia memasukkan spidol tersebut ke dalam mulutnya dan tutup atasnya langsung terbuka.

Apa? Kalau aku tak salah dengar tadi ia menyebut kalimat cuman gue yang bisa buka spidol ini.

Mereka berdua langsung mengisi spidol tersebut.

"Cepet, kan? Gue mah paling jago dalam hal gigit-mengigit," kata Si Cowok Penggigit pada Si Cowok Bisu.

Cowok Bisu itu tersenyum geli—aku tau maksudnya. Ia pasti mengingat saat aku menggigit tadi. "Terserah lo."

Mereka berdua keluar ruangan ini, tapi samar-samar aku mendangar Si Cowok Penggigit itu bilang, "Tapi tadi kok posisinya enggak pas, udah lo gigit duluan, ya?"

Dan detik ini juga aku merasa ingin muntah.

Perlahan rasa malu-ku tergantikan oleh rasa geli. Pantas aja cowok itu tadi cuman diam!

Kita dan SemogaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang