DUA PULIH SATU : MANTERA ILUSI

31 7 11
                                    

The War :

"Kenapa ragu? Apa karena kamu mulai menyadari keberadaanku? Kamu terlalu sibuk memberi peduli pada yang tak acuh, juga aku yang terlalu bodoh memberimu semangat dan tindakan hangat. Mengabaikan semua masuk akal, untuk merasakan sakit demi seseorang yang salah, bagi satu sama lain."



Aku mulai ketakutan, kupegang tangan Evan erat-erat karena kapan lagi aku bisa megang-megang Evan kayak megang balon yang sisa empat?

Evan menutup matanya dan menghadap tembok, sesekali menutup kupingnya. "Dia siapa, sih? Kok serem?" bisik Evan.

"Namanya Aura, anak pindahan," balasku, aku mulai menghadap tembok dan makin kencang memegang tangan Evan. Yah, kurasa kami semua di sini sama-sama ketakutan.

"Ssshhhh! Berisik!"

Atau mungkin tidak?

Kami langsung melirik ke sumber suara, karena setelah itu, tawa Aura berhenti. Itu suara Mero, ia menempatkan telunjuknya ke depan mulut Aura—aku tau itu tidak menempel ke mulutnya, namun itu membuat aku menarik tangan Mero tanpa sebab.

Aku juga tidak tau mengapa, tapi aku tidak bisa berhenti menatap mata Mero agar matanya tidak memandang siapapun selain aku.

Aku tidak berani melihat reaksi Evan sekarang, atau apa yang akan Aura lakukan, yang jelas aku ingin Mero hanya melihatku.

Tapi itu tidak bertahan lama.

"Kenapa ragu?" tanya Mero saat aku mulai tidak fokus. Kubilang, aku tidak berani melihat reaksi Evan sekarang, tapi aku melirik bekal pemberian Evan.

{Kamu terlalu sibuk memberi peduli pada yang tak acuh

Juga aku yang terlalu bodoh memberimu semangat dan tindakan hangat.

Mengabaikan semua masuk akal, untuk merasakan sakit demi seseorang yang salah, bagi satu sama lain.}

"Ma-maksudnya?" tanyaku gagap. Apa Mero memerhatikan gerak-gerikku?

"Kadang, memang harus dinyatakan di waktu yang tepat. Tapi, waktu yang tepat bukan berarti menunda waktu," kata Aura dengan suara lembut tapi mengerikan.

Setelah mengatakan itu Aura langsung membalikan badan slow motion dengan wajah yang berekspresi 'gue keren banget' kemudian menabrak gerombolan Cindy.

Jujur, aku ingin tertawa namun aku takut Aura memutar badannya dan mengikutiku.

"Aduh!" teriak Cindy. Mereka saling tatap dengan tatapan yang sama-sama menyeramkan, kemudian Aura tertawa lagi dan Evan mulai merinding lagi.

"Apapun yang mau kamu lakukan, lebih baik batalkan," kata Aura pada geng Cindy, ia menatap mereka satu per satu.

"Apa, sih?" Cindy mendorongnya dengan bahu. Kurasa, Cindy sebelumnya sudah melihatku yang menatap Mero seperti hal yang paling indah yang pernah kulihat.

"Bad day!" Cindy berlalu menuju kelas lain diikuti Fina dan Dinda.

"Nyatain apa?" tanyaku pada Mero setelah semua berlalu, kecuali Evan, aku, dan Mero.

"Mana gue tau," balas Mero. Wajahnya mulai mendekat ke arahku. Deg! Aku teringat momen di mana ia mengatakan kalau aku cantik, "lo tanya aja sama temen lo." Mero membalikan badan, sepertinya berniat ke kantin.

Kita dan SemogaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang