DELAPAN BELAS : KEPINGAN HARAP

32 9 10
                                    

The Hidden Truth :

"Terkadang, kita hanya butuh di dengar."

☆ ☆ ☆ ☆ ☆

Pipiku baru saja terjamah dua tangan cowok. Bagaimana jika aku menikahi dua jiwa yang masih satu darah? Evan dan Mero. Sekarang, aku bingung ingin memilih siapa walaupun keduanya belum menyatakan apapun padaku.

Aku masih dalam pikiranku yang tidak pernah berekspektasi akan terjadi hal seperti ini, tiba-tiba tangan Evan di arahkan ke depan dua mataku.

Ia mencengkram kedua bahuku. "Verin, sadar!" teriaknya ketakutan.

Aku yang mendengar teriakannya juga ketakutan. "Ini gue, kenapa? Kenapa?"

Evan terlihat mulai tenang. "Gue kira lo kesurupan! Gue enggak pernah nanganin orang kesurupan soalnya, malah gue sendirian di rumah," katanya.

Apa wajahku seseram itu?

Aku berdecak. "Kan lo tinggal baca ayat kursi," balasku.

Asal tau saja, pikiranku bukan berada di sini, ia memutar suara motor Mero yang semakin terdengar jauh, tangannya yang menampar lembut pipiku, bisikkannya yang terdengar seperti suara surga, tatapan yang mengingatkanku akan sesuatu yang pernah kulupakan.

"Kayaknya lo butuh istirahat, deh, Rin. Daritadi pikiran lo kayaknya bukan di sini," balas Evan. "Gue anter lo pulang, ya?"

Wow! Dari mana Evan bisa membaca pikiranku? Apa dia belajar ilmu hitam atau sejenisnya? Tidak berusaha menaikkan rasa percaya diri, tapi apa dia memerhatikan hal dalam diriku?

Apa Evan menyukaiku?

"Lo cantik, Verin." Tiba-tiba aku teringat perkataan Mero beberapa puluh menit yang lalu.

==

"Pergi lo," usir Mero santai, namun tatapannya tajam. Mero mulai berjalan mendekat dan berbicara ke telinga Darel. "Lo ganggu dia lagi, abis lo sama gue."

Dan itu adalah kalimat terindah yang pernah kudengar.

==

"Rin," katanya di tengah hujan lebat. Ia menatapku seakan aku satu-satunya manusia di dunia ini. "Lo capek nggak?"

"Capek kenapa?"

"Kalau ngebohongin perasaan sendiri," balas Mero.

Setiap aku jalan bersama Evan, atau kapanpun ada Evan, selalu saja ada Mero. Aku bergegas memakai jas hujan dari Mero, namun sebelum aku sempat memakainya, Mero berkata,

"Rin, Evan sepupu gue. Rumah kita juga deketan. Lo pikir, kenapa gue harus ke sini? Harusnya gue se arah bareng Evan?"

==

Mataku terbelalak melihat Aldy dan temannya melayang karena ditonjok oleh Mero.

"Gece pergi!" suruh Mero padaku. "Lo kenapa diem aja? Lo bahaya kalau di sin—"

Aku langsung mendorong Mero karena dari belakang, Aldy mengeluarkan clurit untuk membacok Mero.

"Elo tuh yang enggak aman. Mending, lo pergi aja!"

Kita dan SemogaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang