Semula Sergei tersenyum menampakkan giginya yang rapi. Berakhir ia menyandarkan punggung ke dinding dan bertutur, "Sangat serupa dengan mendiang istri saya. Percayalah, perjuangan yang terlihat sepele itu akan semakin enak dipandangi hasilnya."

Silvis membenarkan.

Tak lama atensi mereka tercuri kepada suara pembawa acara yang sudah mulai memberikan sambutan. Pun, belum juga ia temukan Jason di mana pun, sejenak memutuskan untuk memulai dengan pertunjukan musik dari Agatha Wagner.

Agatha merupakan sesosok gadis berkulit pucat yang telah dibalut gaun hijau selutut, sedikit tergesa-gesa ke tengah panggung ditemani dengan biola dan busurnya. Dia mewarisi warna rambut kecokelatan dari sang ibunda yang disanggul, sementara ia memiliki manik kebiruaan dari sang ayah. Mata yang berbentuk seperti kacang kenari tersebut mengedarkan pandangan tepat sebelum membungkukkan badan.

Dia bisa mendengarkan tepuk tangan, begitu ramai dan meriah. Agatha menunggu semuanya berhenti, kemudian berdiri tegak. Sempat ia menoleh kepada sang ayah yang tak jauh dari panggung, mengangguk yakin lengkap dengan senyum lebar. Si gadis muda akhirnya memainkan lagu dengan biolanya.

Demikian kala lagu yang mengiring, tamu yang tertarik perhatiannya segera mendekat ke panggung. Sementara sepatu hak hitam dengan permata imitasi dan ukiran yang dibordir sempurna baru saja memasuki ballroom dengan langkah perlahan. Senyum tipis dari bibir yang telah dipoles lipstik merah terpatri kala ia menontoni Agatha.

Kirika melanjutkan langkahnya sembari merangkul lengan si bibi dengan lembut, hendaknya berkeinginan melihat pertunjukan orkestra lebih dekat. Namun, yang menemaninya saat ini tengah sibuk bercelingukan.

"Aku sama sekali belum melihat pamanmu. Di mana dia?"

"Kau ingin mencarinya terlebih dahulu?" sahut Kirika. "Aku akan menemanimu."

Aleah sekedar menurunkan tangan guna melepas pegangan Kirika. Senyum merekah di wajahnya yang tampak berbeda dibanding ketika ia menggunakan kacamata.

"Aku akan mencarinya sendiri. Carilah Akira dan nikmati pertunjukan Nona Wagner."

Maka Kirika menurut.

Sesegera mungkin mereka memisahkan diri. Baru saja Kirika hendak berbalik, maniknya sudah menemukan asisten androidnya.

Tepat di hadapannya.

"Selamat malam, Madam."

Tampaknya dia selalu memiliki radar yang mampu merasakan hawa keberadaan sang Madam.

"Memang benar. Membutuhkan sedikit waktu agar tampak semakin menawan," lanjut Akira. "Anda sangat cantik malam ini."

Sementara lagu hampir habis, mereka masih saja saling pandang. Namun, Kirika sama sekali enggan berlama-lama berpaku tatap seusai menerima pujian dari si asisten. Sekedarnya ia berpaling sembari menurunkan kepala, agak menyunggingkan senyum yangterkesan luar biasa tipis. Pun, sempat ia menyelipkan rambut ke belakang telinga.

Akira yang masih bertahan dengan senyumnya, menerawang. Sedikit ia condongkan tubuhnya, memandangi wajah sang Madam lebih dekat.

Baginya, waktu seolah berhenti, rentetan nada pula ikut berdistorsi dan menguap.

"Sebentar lagi dansa akan dimulai." Begitu Akira mengumumkan pada Madam-nya. Barulah ia mengulurkan tangan sembari membungkuk hormat. "Bolehkah saya mengajak Anda berdansa?"

Yang diundang akhirnya tercuri pandangannya. Semula ia memang terkekeh sedikit, tetapi manik delima itu sudi jatuh kepada si lensa biru.

"Tampaknya ada yang menggunakan kesempatannya sebaik mungkin di sini," sindir Kirika.

Fate : A Journey of The Bloody Rose [END]حيث تعيش القصص. اكتشف الآن