Part 19

2.9K 129 34
                                    

-Gak kuat tapi sok kuat-





Sore itu aku melangkahkan kaki untuk masuk ke rumah. Tapi sebelum masuk, ada laki-laki paru baya yang sedang duduk ditemani secangkir teh ditangannya.

Aku menghembuskan napas sesaat sebelum kaki kembali melangkah dan menyalami tangannya.

"Habis dari mana?" tanyanya.

"Habis ada rapat OSIS terus ke toko buku." Jelasku yang ingin masuk ke dalam rumah. Namun sebuah kata-kata terlontar dari arah belakangku.

"Gak usah beli buku matematika lagi, gak guna kalau ujung-ujungnya ngecewain. Gak usah ikut lomba-lomba lagi kalau ujung-ujung hanya ingin mempermalukan orang tua kamu sendiri." Telaknya yang memohok pikirin dan juga hatiku.

Hatiku rasanya memanas, tapi air mataku tak sanggup keluar detik itu juga.

Hanya rasa amarah yang terus terpupuk dalam hati dan pikiran yang terus melayang-layang jauh kesebuah masa lalu.

"Bodoh kamu Git." Ucapku kepada diri sendiri ketika sampai di kamar sendiri.




Semua yang ada di otak ini seketika berputar begitu saja. Jejak kenangan masa lalu, teriakan-teriakan yang sudah aku kubur dalam-dalam hingga tangisan yang menyayat hati.

Semuanya ada di dalam otak dengan terus berputar 360 derajat. Sakit, itulah rasanya ketika semua yang aku ingin lupakan terpampang jelas di otakku seperti sebuah layar proyektor.

"Arghhh." Teriakku tanpa sadar kemudian menojok meja dengan tangan kanan yang perbannya sudah aku lepas tadi pagi.

Semua orang di ruang rapat ini pun terdiam dengan raut wajah yang berbeda-beda namun menatap ke satu titik yang sama, yaitu aku.

Seketika kesadaranku langsung muncul begitu saja dengan semua orang sudah menatapku. Aku langsung berdiri dari tempat duduk. "Maaf-maaf tadi pikirannya lagi gak konsen." Kataku dengan tangan di depan dada seperti simbol perpintaan maaf.

Tapi sayangnya aku tak menyadari jika jahitannya belum kering, dengan cepat darah keluar mengalir begitu saja hingga menetes ke atas meja keluar dari luka jahitnya.

"Gita, tangan kamu keluar darah." Teriak Hana dengan keras.

Tiga orang dari arah berbeda langsung mendekat kearahku dengan wajah khawatir tercetak jelas di wajahnya.

Gara, Bayu, dan juga Tama dengan serempak langsung memegang tanganku.

Semua diruangan itu terkejut dan aku yang menjadi peran disini sangat terkejut melihat mereka disini.

"Tenang, ini gapapa. Karena aku juga gak ngerasain sakit. It's okay, lagian aku bawa P3K dalam tas." Kataku kearah mereka bertiga. "Rapatnya masih berlanjut jadi aku harap kalian balik ke bangku masing-masing." Lanjutku sambil mengeluarkan kotak P3K dari dalam tas.

"Git..." teriak Bayu degan emosi.

"Tangan kamu ngalirin darah kaya gitu kamu bilang gapapa." Kata Tama dengan nada tinggi.

"Please Gita, aku udah kenal kamu selama bertahun-tahun. Stop buat bilang gapapa." Teriak Gara yang langsung di tatap bingung semua anak di ruang rapat ini.

Aku tersentak mendengar nada tinggi dari mereka semua. Seketika bayangan laki-laki paruh baya yang sedang memarahiku dengan nada tinggi pun tergambar jelas begitu saja.

"Aku bilang gapapa yah gapapa. I'm ok..."

Ucapanku terpotong karena Tommy sudah memelukku dengan erat. "Nangis sesuka kamu, habis itu kita ke rumah sakit." Ucapnya masih menenangkanku.

Aku memukul Tommy dengan keras. "Sakit Tom, sakit." Teriakku kepada Tommy sambil menangis.

"Sak..." lanjutku yang terus memukuli Tommy hingga mataku terpejam begitu saja dengan tangan kanan yang terus mengeluarkan darah.

"Gita." Teriak Adi dari tempat duduknya berlari menujuku.

Tommy tanpa membuka suara langsung menggendongku dan melihat ke arah mereka semua.

"Ada yang bawa mobil gak?" tanya Tommy dengan sedikit teriak.

"Aku bawa." Teriak Hana yang langsung mencari kunci mobilnya di dalam tas. Memberikannya kepada Tommy.

Tommy dengan cepat menyambarnya dan tanpa berpikir lagi langsung keluar dari ruang rapatnya. Berjalan dengan langkah terburu-buru seakan-akan ingin cepet menolong wanita yang sedang ada dalam genggamannya.


*** *** ***


Gara, Bayu, Tama dan Tommy sedang menunggu hingga dokter keluar dari dalam. Bukan hanya mereka berempat yang sedang menunggu, namun ada Pradipta, Dewi dan juga Hana bersama mereka.

"Gak ada yang mau cerita nih satu-satu dari kalian ada hubungan apa sama Gita?" ucap Adi menatap mereka berempat satu-satu.

Tama menghembuskan napasnya sesaat sebelum mengatakan sesuatu. "Saya sahabatnya Gita yang udah hampir 1 tahun." Jelas Tama dengan diangguki Dewi. "Dan itu cewek samping Hana pacar saya." Lanjutnya.

"Yah aku udah tahu. Gita udah bilang semuanya." Telak Adi kepada Tama.

"Dan kamu pasti sudah tahu kita semua. Ngapain nanya lagi." Sarkis Gara kepada Adi.

"Terserah." Kata Adi kepada Gara. "Tapi yang saya heran kenapa kalian malah pergi diwaktu yang gak tepat dan pulang tiba-tiba." Teriak Adi ke arah Gara dan Tommy.

Bayu hanya diam, menyaksikan luapan emosi Pradipta kepada Tommy dan Gara. Hanya diam tak menanggapi apa pun dengan otak yang terus memperoses semuanya.

"Kenapa kalian pergi ketika dia butuh kalian berdua, kenapa?" Teriak Adi di hadapan mereka berdua. "Kenapa kalian datang dengan santainya sekarang." Lanjut Adi dengan emosi.

"Dia butuh Kak Gara buat tempat semua ngeluapin emosi dan dia butuh Kak Tommy buat ngembaliin semangatnya yang hilang." Kata Adi. "Tapi kenapa justru kalian juga yang harus ngegoresin luka buat dia. Dia butuh kita saat itu tapi kalian justru pergi. Dia berubah kak. Temen masa kecil saya berubah." Lanjut Adi.


Bugh. Tangan Pradipta sudah meninju Gara terlebih dahulu

Bugh. Layangan tangannya kini menuju wajah Tommy.

Masing-masing mendapatkan luka robek di bibirya.


Ketika Pradipta sudah puas dengan apa yang sedari tadi dia tahan. "Kalian tahu. Sekarang dia gak pernah berbagi cerita ke siapa pun. Dia sering nyakitin dirinya sendiri." Kata Adi dengan lirih. "Bahkan pernah coba bunuh diri." Lanjut Adi dengan tubuhnya yang sudah merosot ke bawah.

BOOM.

Semua orang yang mendengar itu terdiam seketika. Bayu yang mendengar itu pun hanya mematung setelah kata itu keluar dari mulut Pradipta. Hana yang selalu melihat Gita tersenyum bahagia kini dia juga tahu sisi kelam yang Gita alami.

Sedangkan Tommy dan Gara diam seribu bahasa, merasa tertampar dengan sangat keras. Sakit. Begitulah rasanya.



Jangan lupa komen guuys

-Senyum kalau ada mantan lewat-

Gita Nadiva (END)Where stories live. Discover now