Part Tiga Belas

34.5K 6.1K 984
                                    

Karena memang cerita ini tamatnya cepet banget kemaren. Jadi banyak yang ngga tau sama cerita ini.

Aku repost untuk yang belum pernah baca kisah DD dan untuk kalian yang kangen DD.

Aku sih yang kangen DD dan kangen kehebohan kalian di cerita ini.

Eeh jangan spoiler yaaah untuk yang udah baca versi buku atau ebook. 🤭🤭

Devan masih memegang jarik yang Muda beri tadi malam padanya ketika bel pintu berbunyi. Segera turun masih belum siap sama sekali karena ia tak tahu bagaimana cara mengenakan jarik dengan benar. Kamli, pak RT yang turut ikut mengantar Muda ke rumah mempelai wanita langsung tercengang. "Belum siap pun kau, Dev?"

Devan menggeleng pelan setelah memperhatikan Kamli yang sudah rapi dengan beskap dan jarik bercorak senada dengan miliknya.

"E ... cam mana pula ini! Kupikir sudah siap nya kau. Ya sudah, kau ke rumah pakde Suryo sekarang. Mobilmu kalau dipakai duluan ngga apa-apa? Kau nanti berangkat sama yang belakangan."

Devan menggeleng lagi. "Ngga apa-apa." Dia mengeluarkan kunci mobil yang ada di sakunya dan menyerahkan pada Kamli. "Ini jariknya nanti gimana?"

"Nanti biar dibantu sama Diana. Kau ke sana saja."

"Ha?" Devan belum sempat melanjutkan ucapannya ketika Kamli segera pergi membawa kunci mobil Devan yang tadi pagi sudah dibawa ke rumah Tiar. Pria itu mengerjap. "Diana." Bagaimana cara meminta tolongnya?

"Devan! Jangan melamun kau!" Dari pagar yang menjadi batas antara rumahnya dengan rumah Tiar, Kamli berteriak.

Devan langsung mengangguk dan bergegas mengambil beskap dan Jarik yang menjadi pakaian seragamnya.

Tiba di kediaman Tiar yang masing-masing sibuk dengan urusannya sendiri. Devan hanya diam di ambang pintu ruang tengah yang berhadapan dengan pintu ruang tamu, melihat semua orang sedang bolak-balik kerepotan.

Ya ampun ... mengapa dia bisa terlibat dalam kerepotan ini? Ibunya juga ketika ia mengatakan hal ini dengan semangat empat lima mendukung dirinya. Dia benar-benar tak bisa menolak kalau sudah dipaksa terlebih dengan tetangga dekat. Katanya sosialisasi. Jarang berbaur tak masalah. Namun jika menghindari kegiatan warga seperti pernikahan, gotong royong, atau rapat desa dan lainnya jelas hal salah.

Ima tak mau Devan dianggap sekadar numpang tidur di rumahnya. Pulang dan pergi tanpa mengenal warga sekitar.

"Devan! Malah berdiri kau di sana! Panggil Diana! Minta tolong pakaikan!"

Masih Kamli yang berteriak memberi perintah karena Suryo maupun Tiar sudah ada di mobil pengantin bersama Muda dan seorang sopir.

Devan kebingungan di tempat. Wibawa yang selalu menonjol selama ini mengapa rasanya bisa merosot jatuh hanya karena satu nama saja. Diana.

"Sebentar, Wak aja yang panggil. Diana pun lama kali!"

Seorang wanita seusia Tiar yang merupakan kerabat dekat keluarga yang sedang ada hajatan ini segera menaiki tangga susah payah karena jarik panjang yang membalut kakinya. "Diana! Lama kali kau! Cepatlah! Udah berangkat ini! Kau bawa mobil kau sendiri, jemput mak Sindi!"

"Iya, Wak!"

Wanita paruh baya berkebaya merah muda itu segera turun kembali. "Kau tunggu di sini, nanti Diana turun. Dia jugak tadi repot kali pasangkan jarik yang lainnya," oceh wanita itu sebelum mengikuti Kamli menaiki mobil Devan yang sudah penuh berdesakan. Entah berapa kampung yang keluarga ini bawa untuk mengantar Muda ke rumah mempelai wanita.

Dari Mata Turun Ke HatiWhere stories live. Discover now