Part Dua Belas

30.5K 6.3K 1.5K
                                    

Devan masih di atas ranjang, mencoba untuk tidur dengan jantung yang masih berdebar ketika Bagas menelepon dirinya.

"Apa sih, Gas? Gue mau tidur."

"Assalamualaikum!"

"Waalaikumsalam."

Dari seberang sana tawa Bagas terdengar meledek. "Masih sore, Dev. Lo udah mau tidur? Gue sih nunggu bini boboin anak abis itu kita bergadang."

Bagas kian tertawa riang, sedang Devan diam dengan raut masam. "Diem lo."

"Hahaha! Lo intip itu isi celana. Bulukan kagak kelamaan disimpen?"

Mendengar tawa Bagas lagi, ekspresi Devan kian masam. "Lo mau ngomong apa? Kalau ngga ada gue matiin."

"Eeiiits! Perjaka sewot. Hahaha! Masih virgin kan, bro? Belum khilaf kan?"

"Gue matiin."

"Hahaha! Ya ampun! Gue serius sekarang." Masih terdengar tawa bagas namun tak lagi kencang melainkan mulai mereda. "Aduuh." Di seberang sana terdengar helaan napas Bagas pelan. "Jadi, gimana sama dokter gigi gebetan lo? Udah sampai tahapan mana?"

Tahapan. Tahapan apa? Dia malah merasa ingin berhenti saja dari rencana yang tak sama sekali berhasil. Dia akan menjauh perlahan dari Arum, mengembalikan hubungan mereka seperti semula agar tiada beban jika mereka menjalin hubungan pertemanan kembali. Rasanya aneh jika ingin menjadikan Arum calon pendamping. Entahlah. Hatinya tak merasa cocok.

"Entahlah."

"Entahlah?"

"Gue ngga ngerasa cocok."

"Ya ampun, bro. Apa yang bikin ngga cocok? Gue follow akun IGnya sangking penasarannya dan ngga cuma gue yang muji. Tante Ima udah srek."

"Lo cerita sama nyokap gue?" Kening Devan mengernyit merasa tak setuju pada apa yang Bagas lakukan.

"Sori, bro. Bukan niat ngelangkahin. Cuma kan biar lo makin termotivasi, jadi kalau lo ditanya soal dokter Arum, lo makin semangat buat deketin."

Devan segera duduk. "Sejak kapan nyokap gue tau?"

"Baru kemaren sih. Abis dia galau gitu. Beneran deh, udah sampai tahapan mana? Udah pernah kencan belum?"

Yang ditanya menggeleng pelan. Dia selama ini hanya berduaan dengan Arum ketika mengantar wanita itu pulang. Itu juga jika Arum tak membawa kendaraan. "Belum."

"Ya Allah! Terus lo pendekatannya pakek gaya apa, mas Devan?! Serius, lo ... ck! Pernah main ke rumahnya?"

"Cuma sampai gerbang." Pertama kali dulu saat melayat kepergian ibu Arum. Itu saja.

"Ya ampun." Devan bisa membayangkan bagaimana ekspresi Bagas sekarang. "Gue loh PDKT satu bulan udah di bawa ke kamar."

Devan langsung memutar bola matanya malas. Terlebih ketika mendengar tawa Bagas.

"Eh, awas lo cerita sama Tania," ancam Bagas kemudian yang menghentikan tawanya cepat. "Ya udah. Lo belum pernah ke rumah Arum. Terus dia pernah lo ajak ke rumah?"

Devan diam. Perhatiannya malah berlari ke arah sofa dan pikirannya melayang ke kejadian beberapa hari yang lalu. "Arum belum." Tapi Diana pernah.

Pria itu mengerjap disusul kernyitan heran. Kenapa jadi memikirkan Diana?

"Lo belum pernah ke rumah Arum, dan Arum belum pernah ke rumah lo. Lo belum pernah kencan atau sekadar dinner? Lo sebenernya serius ngga sih mau cari calon istri?"

Dari Mata Turun Ke HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang