Zero Chemistry? (4)

Start from the beginning
                                    

"Amin."

"Lagian Kikan udah gede juga. Udah di tahap yang wajar dengan dengan laki-laki," lanjut Fachri.

"Lo setuju Kikan jadian sama Mirza?" tanya gue harap-harap cemas.

"He seems like a good guy. Gue udah minta Indira buat stalk dia. So far aman. Keluarga baik. Pergaulan baik. Dia kan partner Kikan waktu ikut kompetisi di Jepang."

Ya ya ya. Sialan. Sekali muncul aja Mirza langsung dapet approve dari Fachri.

"Bokap Nyokap lo tahu?" tanya gue lagi.

Fachri menggeleng. "Nanti-nanti saja lah. Kikan juga bilang mereka cuma teman."

Alhamdulillah. Makasih, Gusti.

"Adek lo kayaknya nggak mau pacar-pacaran, ya?"

"Mungkin. Tiap orang kan beda-beda. Kami sekeluarga emang nggak yang gampang dekat sama orang."

Iya, sih. Yang gue tahu dari cerita Kak Eka, dia cuma pacaran satu kali. Putus, terus pacaran sama suaminya yang sekarang. Fachri cuma pacaran dua kali sebelum ketemu Indri dan akhirnya nikah. Wajar banget Kikan ngikutin jejak kakak dan abangnya.

Beda banget sama gue. Sebenernya gue malu buat ngakuin ini. Tapi gue udah pacaran dari kelas 6 SD. SMP juga mungkin udah 5 kali. SMA 3 kali. Nah, begitu kuliah, pacar mulai seret. Cuma dua kali.

Yang paling ngenes ya pas kerja. Begitu gue jadi sahabat Fachri, gue kayak butiran debu di mata cewek-cewek di kantor. Cewek yang gue dekatin ternyata demennya sama si PNS setengah ustadz.

Mulai dari penempatan di Ambon sama di Tanjung Priok, yang artinya hampir sebelas tahun, gue cuma pacaran SATU KALI.

Sedih nggak sih nasib gue?

Fachri harus balas semua ini dengan ngizinin gue jadi adik ipar dia. Titik.

***

Gue memutuskan untuk main ke kost Kikan. Kebetulan ini hari Jumat. Gue nggak harus kerja besok. Besides, gue udah mastiin Kikan lagi nggak di rumah Fachri lewat Indri.

Beruntung banget punya teman kayak Indri. Kooperatif. Dia tahu gue demen sama adik iparnya. Jadi dia ngasih gue  jalan. Beda banget sama suaminya.

Indri bilang Kikan lagi di kost. Lagi revisian. Dia bahkan kirim screenshot chat dia dengan Kikan ke gue.

Jantung gue langsung deg-degan nggak keruan begitu Kikan membuka pagar kost-an. Wajahnya keliatan capek. Dia pakai jins di bawah lutut, kaos, dan sweater.

"Hai," sapa gue sambil tersenyum.

Kedua mata Kikan terbelalak. Dia langsung ambil langkah mundur.

Sakit banget. Dia jadi ketakutan.

"Aku nggak akan jahatin kamu, Kikan. Jangan mandang aku gitu dong," pinta gue memelas.

Ketegangan di wajah Kikan berangsur menghilang. Tapi suaranya belum keluar.

"Kamu mau ke mana?" tanya gue lagi.

"Cari makan. Permisi," Kikan langsung kabur dengan berjalan cepat.

Gue mengikuti dia. Tentu saja gue gampang nyusul. Langkah Kikan pendek-pendek. Mungkin cuma setengah dari langkah gue.

"Aku juga lapar. Makan bareng, yuk."

Kikan menggeleng.

"Ayo dong. Masa kamu nyuekin aku terus," aku berbicara sambil berjalan di sebelah Kikan. "Demi Tuhan, aku nggak sengaja, Kikan. Aku nggak akan ambil kesempatan kalau kamu nggak suka. It was purely an accident. Aku sangat menghargai kamu, baik sebagai adik sahabat aku, dan sebagai cewek yang aku suka."

Langkah kaki Kikan terhenti. Dia menatapku tajam.

"Kamu terlalu gampang bilang suka sama cewek. Itu artinya kamu nggak benar-benar suka sama mereka," ucapnya dingin.

Gue menarik nafas dalam. Ya Tuhan. Kenapa sih Kikan selalu meragukan niat gue buat ngedeketin dia?

"Aku mungkin keliatan terlalu santai, tapi aku tahu siapa yang aku suka," balas gue yang mulai habis kesabaran. "Aku datang ke sini. Jauh-jauh dari Tanjung Priok sana untuk dapat maaf dari kamu. Sekalian untuk bilang kalau aku serius sama kamu. Kalau nggak benar-benar suka, I wouldn't be here, craving for your apology."

Tatapan Kikan tidak sedingin tadi. Tapi gantian gue yang menatap dia dingin.

"Cuma karena nggak sengaja nyium kamu, it wasn't even a kiss, I just pecked your lips by the way, aku dateng ke sini karena kamu nggak mau bales chat aku atau angkat telepon aku. Aku nggak mau kamu salah sangka dan mikir yang jelek-jelek tentang aku. Tapi ya emang dari awal kamu selalu negative thinking, sih."

Gue yakin kami pasti diliatin sama orang-orang di daerah Kutek ini. Bodo amat. Paling mereka mikir kami sepasang kekasih yang lagi berantem.

"Yasudah. Kamu lapar, kan? Makan, gih. Maafin aku ya. Maaf juga kalau kesannya aku emosian dan nggak tahu waktu dan tempat. Mungkin karena capek juga baru pulang kerja. Maaf juga karena ganggu kamu padahal lagi sibuk revisian. Pasti capek banget, ya?"

Kikan tidak menjawab.

"Jangan marah sama aku lagi ya, Ki. Walaupun kamu nggak suka sama aku, tapi kita tetap temenan, kan? Mau gimana pun, aku temannya abang kamu. Kita bakal sering ketemu. Toh kalau ditanya-tanya sama yang lain, kamu pasti bingung mau jawab apa."

Gue menyerahkan sebungkus plastik yang sebenarnya dari tadi pengin gue kasih ke Kikan. "Ini ada multivitamin. Supaya kamu tetap fit. Skripsian pasti capeknya nggak kira-kira. Ini rekomendasi dari teman kantor. Katanya bagus banget."

Kikan menerimanya.

"Aku pulang dulu, ya. Bye, Kikan."

"Kamu...nggak makan malam dulu?"

Gue menggeleng kemudian tersenyum kecil. "Nggak laper. Tadi boong aja supaya bisa makan bareng kamu."

I can't face her in this kind of mood. Yang ada malah makin runyam. Gue nggak benar-benar mau nyerah. Cuma kayaknya malam ini nggak tepat aja.

Gue berbalik meninggalkan Kikan kemudian masuk ke dalam mobil. Perut gue keroncongan.

Lapar banget. Kayaknya gue mesti drive thru atau singgah ke warteg dulu deh.

***

Galih yang super ceria bisa emosi juga ya hahahaha.

Oh iya, mau nanya nih. Udah pada nonton video yang ada di akun youtube nya Elex Media belom? Kalo belum, kindly visit akun yutup Redaksi @Elex.Media . Kalau yang udah nonton, pasti tahu kenapa aku nggak bisa update sesering dulu.

Sorry for my 'jutek' face. Itu nggak jutek sebenernya. Tapi mukanya emang songong gitu gimana dong ya :(

Oh iya. Mau nanya nih. Kalau kita ketemuan tanggal 5 oktober jam 5 sore pada bisa nggak ya? Pengin banget deh ketemu langsung sama temen-temen yang mau membaca tulisan-tulisan aku. It's such an honor for me. Tolong dijawab ya para bucin Gandi/Pakde/Fachri/Kahfi atau siapa pun you name it😉

Thank you for reading
See you on the next chapter






Mission : Discovering LoveWhere stories live. Discover now