Chapter 1.14 [2/2]

Beginne am Anfang
                                    

Si manik delima mengerling kepada lantai kosong kala ia mendengarkan beberapa pramuniaga yang tak sanggup menahan diri untuk terkikik karena gemas.

Namun, justru tingkah Kirika ini membuat Akira sedikit khawatir. "Apa Anda tidak menyukainya, Madam?"

Yang ditanya mengembalikan pandangan kepada lawan bicara.

"Saya bisa mencarikan yang lain jika Anda tidak suka," ujar Akira segera. "Atau barangkali Anda ingin mencari sendiri?"

Sang Madam sejenak terkekeh. "Padahal kau cukup percaya diri mengatakan bahwa aku sangat cocok dengan gaun ini."

Tak membutuhkan waktu yang lama, Kirika berbalik begitu saja tanpa menunggu respon apa pun dari asistennya. Setelah mendapatkan jarak yang cukup jauh, Akira mendengar Kirika yang berceletuk kepada pramuniaga, "Aku akan mengambil yang ini, lengkap dengan aksesoris dan sarung tangan."

~*~*~*~*~

Butuh waktu yang cukup lama untuk keluar dari toko. Pasalnya Kirika berdebat bersama para pramuniaga yang berkata tak perlu membayar gaunnya dan setelan jas Akira. Selain dikarenakan Kirika merupakan anak dari Aronia, Aleah—yang telah mengambil alih butik milik mendiang sang kakak—berpesan agar mereka tidak menerima bayaran apa pun dari Kirika.

Tentu saja Kirika memenangkan debatnya. Mereka pula tidak mampu menolak dirinya yang terus bersikeras untuk membayar, lantas memerintahkan mereka untuk mengirimkan gaun dan setelan jas ke rumah tepat sebelum ia minggat dari tempat.

Di luar, salju semakin meramaikan keadaan kota. Sementara waktu senja hampir tiba, lalu lalang pun mulai lenggang.

Segera manik delima mendapati Akira berdiri sembari menengadah. Sekali lagi ia tampak melamun memandangi langit sedari menunggu Kirika menuntaskan pembayaran.

"Hei, Kepala Kaleng," celetuk Kirika kala ia keluar dari toko.

Kontan, celetukan itu sukses membuat si android setengah berbalik, memperlihatkan mimik sedikit tersinggung. Namun, tentu ia tak diberi kesempatan untuk protes sebab Kirika sudah meneruskan, "Apa yang ingin kau lihat dari musim dingin? Tidak ada hal yang istimewa, kau tahu?"

"Saya tidak tahu. Namun sangat menyenangkan setelah berkeliling dan berbaur dengan manusia," jawab Akira. "Pasti banyak tempat yang dihias dengan indah. Saya sedikit penasaran dengan beberapa tempat rekreasi. Barangkali ada pemandangan yang indah."

"Rasa penasaranmu tampak menyebalkan, ya."

Begitu puas berkomentar, Kirika berlalu. Sementara Akira berkedip selagi kepalanya mulai mencari jalur tercepat untuk sampai kembali ke gedung Alford. Namun dirinya justru membeku sejenak di tempat, memandangi sang Madam yang berlalu menuju arah yang berlawanan.

"Madam, jalur tercepat seharusnya menuju ke kanan, bukan?" Akira berujar sembari mengekor.

"Ah ... kau tidak mau melihat pemandangan Taman Yoyogi?"

Sebentar Akira termenung di antara langkahnya. Namun senyum mengembang jelas sampai pipinya terlihat merona kala ia mengangguk dengan senang hati.

Tentu, banyak hal yang menarik perhatian Akira untuk kesekian kali. Kirika bertingkah sedikit senggang, rela menunggu lebih lama di kejauhan. Sedikit pun ia tidak protes dengan tatapan jengah. Semua tampak sama seperti di kala mereka hendak pergi ke butik.

Diam-diam, kala si manik delima memanangi Akira yang sibuk menikmati pemandangan, secercah perasaan iri tumbuh di dalam benaknya.

Bisa-bisanya android itu terlihat lebih ekspresif ketimbang dirinya sendiri.

Kirika mendapati Akira yang berinteraksi dengan balita. Gadis kecil bertampang lugu sempat menyapanya dengan ramah di gendongan sang ibu. Singkatnya mereka berpisah seusai mereka saling melambai. Barulah Akira segera berlari mengejar wanita yang tengah menunggunya.

Hingga sampailah mereka di Taman Yoyogi.

Jangankan mengharap khalayak ada. Di sini bahkan nyaris tak ditemukan orang berlalu lalang. Tidak mengherankan jika demikian, mengingat suhu udara yang sangat dingin membuat orang malas untuk singgah.

Teramat jarang Taman Yoyogi berhias salju. Biasanya akan diadakan pameran instalasi cahaya. Namun tidak ada tanda-tanda bahwa pameran itu diadakan tahun ini.

Tidak ada salahnya. Salju yang bertengger di dahan-dahan pohon sudah cukup mempercantik mereka yang sedang tak bermahkota.

Tak lama, pandangan Akira jatuh kepada Kirika yang tampak kontras dengan putihnya salju. Ya, warna rambutnya membuat Akira berpikir demikian. Dia terlihat seperti peri bunga yang tersesat di tengah musim dingin. Barangkali, lupa kalau ia harus menjalani hibernasi.

"Lihat? Tidak ada yang menarik, bukan?" celetuk Kirika kemudian. Setengah menengadah, dirinya pula menoleh kepada Akira yang masih membelakanginya. "Sudah puas?"

Anggukan mantap lantas Kirika terima terang-terang.

Sekali lagi Akira mengedarkan pandangan. Dia berkomentar, "Tapi tamannya jadi lebih cantik. Alam tampak mengerti bagaimana cara menghias diri."

Kirika tidak menanggapi. Dia melangkah mendekat ke jembatan, seolah hendak menyapa kolam yang hampir membeku karena dingin. Airnya yang bersih memantulkan langit yang masih bertahan utuh dengan warna kelabu, salju yang sukses jatuh di sana, perlahan-lahan tertelan air.

"Madam, saya pikir Tuhan juga menghias Anda dengan baik ketika Anda lahir." Sekali lagi, Akira berceloteh tepat di kala ia berdiri di samping Kirika.

Belum juga ia mengalihkan pandangan kepada kolam, maka Kirika melontarkan tanya, "Meskipun aku albino?"

"Meskipun Anda albino."

Lantas Kirika menoleh kepada asistennya yang belum berhenti memandanginya.

"Tuan Silvis pasti seorang ilmuwan yang luar biasa pada masanya." Akira melanjutkan. "Beliau bisa menyembuhkan Anda. Itu merupakan hal yang patut disyukuri, bukan?"

Kekehan yang luar biasa singkat melantun dari mulut yang bersembunyi di dalam syal. Bersamaan, Kirika pula menolehkan pandangan kembali ke danau. Setengah hati, ia termenung sendiri.

Jika saja Akira paham, Kirika tak seutuhnya sembuh dari albinisme. Silvis dan rekan kerja terdahulu hanya mencegah kanker kulit yang kemungkinan menyerang Kirika. Tidak sengaja mereka pula mengubah pigmentasi rambut Kirika.

Berulang kali Kirika harus melakukan operasi mata agar ia dapat melihat lebih jelas di tempat terang. Tentu saja operasinya tidak dapat mengubah warna maniknya. Kirika sempat diberitahu ia kehilangan melanin mata, jelas merupakan fenomena yang jarang terjadi. Percobaan sekali lagi dilakukan padanya. Namun, semakin bertambah usia Kirika, warna delima pada manik itu malah terlihat semakin jelas meski berangsur gelap.

Si manik delima akhirnya berkedip menyadarkan diri dari lamunan. Dengkusan pelan menciptakan uap samar di sekitar hidung. Pun, menghilang lebih cepat bersama angin dingin.

Hal yang patut disyukuri, huh?

Hal yang patut disyukuri, huh?

Hoppla! Dieses Bild entspricht nicht unseren inhaltlichen Richtlinien. Um mit dem Veröffentlichen fortfahren zu können, entferne es bitte oder lade ein anderes Bild hoch.


GPS : Global Positioning System, sebuah sistem navigasi.

Fate : A Journey of The Bloody Rose [END]Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt