Aku bukan Dushanbe
Asmaraku, menjajah teritori pria
Janganlah subur terlalu besar seperti Rusia
Yang berakhir tebalnya garis batas pecahan negara
kecil pun tak berhenti tumbuh, cukuplah aku seperti kuku kita
Aku bukan Dushanbe
yang dibanggakan orang Tajik
Aku tak punya patung Ismail Samani yang gagah dan enerjik
Aku Samsul Arifin dengan segala kemegahan ibu bapakku
Aku bukan Dushanbe
dengan seratus puncak bersalju nan kaya raya
Mengaku merdeka tapi terpaksa harus identik dengan Rusia
Aku bukan Uzbek
meskipun di sana ditanam jazad Rumi, Ferdowsi, dan Ibnu Sina yang mulia
Aku hanya sebatang lisong, yang yang disruput jompo kala senja
Jangan ada garis Durand antara kita
Karena aku bukan Pakistan
kau pun bukan Afganistan
Aku bukan Dushanbe yang sibuk berdebat seru
“Mana punyamu, mana punyaku? Mana pahlawanku, mana peradabanmu?”
Karung demi karung sejarah kemudian disuapkan kepada rakyat jelata
Demi pengakuan dunia mereka berebut pahlawan-pahlawannya
Aku adalah sejarahmu sendiri
Yang di setiap halaman hari-harimu aku berdiri
Dan ilustrasi kenangan yang meluas menutupi nomor halaman cerita
Bab-bab penutup juga sama tentang tema cinta, aku dan kita