ke dua puluh delapan

2.5K 109 1
                                    

"hati-hati Le, pulangnya." ujar Kak Lely setelah berpisah gang di perempatan depan sekolah.

"iya kak."

tiba-tiba sebuah mobil jeep Pajero berhenti tepat didepanku dengan rem mendadak.
Zavi keluar dari pintu mobil itu.

"Le ikut pulang aku sekarang." perintah Zavi.

aku mengerenyit, entah mengapa intonasi bicara Zavi seperti orang mau marah. seingatku terakhir kami bertemu seminggu yang lalu. itupun dengan adegan aku menangis didalam taksi.

"Maaf, tapi aku enggak mau." balasku sopan dengan nada datar.

tanpa ancang-ancang Zavi segera mengenggam tanganku dan mendorongku masuk ke mobil.

"duduk." perintahnya seraya mengenakanku self belt. lalu ia menutup pintu dan berlari ke sisi sebelah.

mobil ia lajukan cukup cepat, membelah kota Semarang. 20 menit perjalanan, dan kami baru saja melintasi Akpol.

artinya Zavi akan membawaku entah kemana.

"kita bicara dirumahku."

aku duduk disofa panjang yang berada di ruang tamu. rumah baru Zavi ini masuk kawasan elite kota semarang.

BSD City, Mijen.

"duduk." suruh Zavi sambil mengambil sesuatu di sakunya 

tanpa banyak tanya aku menuruti perintahnya. dan mencoba untuk tidak terpancing emosi.

"kamu kemarin habis blind date di Carpenter?" todong Zavi begitu ia mengeluarkan ponselnya.

aku melongo. memangnya ada mata-mata yang laporan tiap menit dan tiap detik ke Zavi? padahal malam kemarin, sebagian besar pengunjung Carpenter adalah pasangan berkeluarga.

sejak kapan Zavi jadi overprotektif begini. padahal kalau dia blind date sama siapa aja aku masa bodoh.

"kamu jadi suka bohong begini sejak kapan Le? harusnya bilang kalau kamu blind date jangan pake alesan nginep dirumah Daren segala." tegur Zavi.

"maksudnya gimana sih Zav?"

Zavi memperlihatkan gambar di ponselnya. sebuah foto dengan background roof palace Carpenter, seorang laki-laki mengenakan kaos dan jeans sedang menatap gadis mengenakan tunik batik dan jepit kupu-kupu.

me and Sam in the frame last night.

"kamu bohong sama Mama mu kan? malah ngibul ke acara blind date gini." kata Zavi.

aku nyaris tertawa sekarang, emosi bersamaan tapi berhasil ku tahan. aku membetulkan posisi duduk, dan sedikit memberi jarak padaku dan Zavi sekarang.

"aku memang bohong. tapi apa urusanmu Zav? kami blind date sama siapapun aku nggak peduli."

"tapi aku yang peduli sama kamu Le." Zavi nyaris membuatku meledak karena tertawa.

"peduli? peduli apaan? kita itu cuma temen. harusnya kamu paham dimana posisi seorang teman." ujarku jujur. "apa aku harus terus berharap kita punya hubungan lebih. sementara kamu masih suka kelayapan nyari pasangan?"

Zavi terdiam.

"aku sendiri udah stop blind date Zav. aku berhenti. tapi kamu?" kataku setengah tertawa. "kamu aja masih nyari yang cocok kan? padahal mulutmu itu pernah memanggilku Calon istri waktu aku mau  menyematkan pangkatmu!"

aku bersiap berdiri sekarang, "boleh aku pulanh sekarang? udah sore." tanyaku berusaha sopan.

Zavi mendesah pelan, "kamu jangan emosi gitu."

"aku nggak emosi. aku paham apa yang kamu lakukan dan aku sendiri lakukan. aku paham bagaimana intens hubungan kita."

"tapi Le." ujar Zavi menahan.

"nggak ada tapi-tapian Zav. aku rasa aku sama kamu cocok temenan aja. selama ini aku berusaha untuk memperlakukan kamu lebih. tapi yang aku terima hanya rasa kecewa karena berharap maksimal."

aku pulang setelah Zavi tidak menemukan pernyataan yang cocok untuk membalasku.

sesampainya dirumah, aku jujur pada Mama, kalau hubunganku dengan Zavi sudsh berakhir.

"jadi Mama jangan berharap, Zavi akan menikah denganku. aku akan cari sendiri Ma. tolong hargai keputusanku kali ini aja." Kataku saat masuk ke rumah.

menatap Mama cukup lama, sampai akhirnya sadar, Mama sedang melihat sosial media milik Zavi yang memposting fotoku dengannya usai Penyematan tanda Pangkat.

Jangan Tolak Aku - Tamat-Where stories live. Discover now