ke dua puluh empat

2.5K 107 3
                                    

"Ijin ya Le. panas gini." Mama heboh mendapati aku mengigil saat habis mandi subuh tadi.

"jangan ma. kasian anak-anak." cegahku "hari ini ada festival. nggak mungkin diundurin."

Mama menyerah membujukku untuk ijin kerja. ia memasukkan sebotol sirup obat paracetamol. dan mengantarku ke bawah untuk naik gocar.

ini gocar beneran. bukan Zavi. soalnya dia juga baru kelar tadi jam 12.

"Mbak Aleana ya? saya antar mbak." ujar sopir Gocar seraya membukakkan pintu.

dan aku masih mengigil kedinginan, padahal udah jaket lapis dua dan pakai sarung tangan serta penghangat, lengkap!

"berangkat ya mbak." sopirnya menyalakan mobil, dan khas sekali mobilnya. aroma kopi, seperti milik Zavi.

efek obat mulai bekerja, dan aku terkantuk-kantuk, terlebih masnya memutar playlist murrotal Muzzamil Hasballah.

"Mas, putar balik ke Karyadi aja. saya mau priksa." kataku.

"okkay mbak."

mobil itu berhenti di parkiran, dan tepat aku mengingat peristiwa beberapa tahun lalu, dengan gila-gilaan aku mengantar Jena.

"mau periksa mbak. atas nama Aleana Rafsanjani."
aku sudah berdiri di meja loket.

"keluhannya apa mbak?" balas salah satu petugas adminstrasi RS.

"mual, mengigil dan ada sedikit bercak merah." aku memperlihatkan kulitku yang pori-porinya mulai berubah.

dokter mendiagnosisku terkena Demam Berdarah. dan harus opname selama seminggu.

Selamat!

***

berhubung bahan gossip bu koordinator masih minim, ketidakhadiran Aleana menjadi 'daging empuk dan lezat untuk di olah'.

"Ale kayaknya lagi isi deh." buka Kak hikma usai briefing pagi di kelas 5.

kakak-kakak sibuk menyusuri tangga menuju ruangan guru, namun kak hikma mendapatkan satu mangsa yang ia setarakan mulutnya berkecepatan LTE.

"serius kak?" kak Dwi melotot nyaris nggak percaya. "padahal anaknya polos gitu."

"polos apanya." bantah kak Hikma sebal. "bulan lalu aja masih ngegodain ayahnya Olla. eh sekarang dapet sama polisi ganteng."

"wah. kalau ini udah kebangetan. wali murid sampe jadi korban?" kepala kak Dwi geleng-geleng "ckckck...

bu Rahma yang berada tepat dibelakang mereka, mendengarkan pembicaraan yang kurang menyenangkan ini.

"beneran po kak? jangan sampe jadi gossip yang nggak bener lho."

kak hikma dengan nada menyakinkan, "beneran kak. sumpah. saya liet sendiri itu si Ale jalan berdua sama ayahnya Olla. terus kalau soal si anak itu hamil, bisa aja kan dia habis pergi berdua sama si mamas polisi."

bu Rahma melotot kaget, langsung mengeluarkan ponselnya dan mengetik sesuatu di whatsapp.

send.

di rawat jalan, Aleana sedang menunggu check darah. ia berjalan membawa selang infus ditemani oleh Mama.

"kabari Zavi ya." bujuk Mama.

Ale mendelik kaget, "hah buat apa ngabarin dia?"

"dia perlu tau keadaan kamu Le." jelas Mama.

Ale mengibaskan tangannya, "halah.. nggak usah ma. nanti ganggu dia kerja."

"Ya udah Mama aja yang telepon." Mama merogoh saku baju Ale dan menemukan ponselnya disana.

tangannya sedang mengetuk-ketuk layar ponsel.

"kamu ngapain habis telepon Diaz?" Tuduh Mama marah.

Ale hanya diam, kepalanya tertunduk dan bingung harus jawab apa.

"dia tanya soal anaknya ma." jelas Ale "aku harus professional ma soal kerja."

"professional apanya. kamu masih melibatkan perasaan mu gitu. sadar nggak si Ale, kamu yang berjuang, kamu juga yang terbuang." kata Mama tegas.

sebenarnya aku mulai lelah harus berdebat mengenai Diaz dan Jena terus menerus. tapi duniaku terus berputar diantara mereka.

dan pada akhirnya pula Zavi ditelepon Mama, untuk mengetahui kondisiku yang fix kena DBD dan harus opname selama seminggu.

Jangan Tolak Aku - Tamat-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang