34. Repression☕

Start from the beginning
                                        

Riva tak kuasa lagi bercerita. Ia mengerjap beberapa kali menahan perih di permukaan matanya. "Maaf ... tapi sampai di sini saja," ujarnya sedikit serak pada teman-teman Chelia yang kali ini hadir tanpa Rean, juga pada Arya yang entah mengapa turut serta mengantar adiknya pulang.

Chelia sendiri sudah sempat siuman di kampus tadi. Suatu keberuntungan besar baginya sebab Vian tetap berjaga di poliklinik meskipun unit kesehatan itu tidak beroperasi di akhir pekan. Saat demamnya mereda setelah mendapat suntikan antipiuretik, Chelia sadar dan melupakan peristiwa yang membuatnya jatuh pingsan. Ingatannya hanya sebatas Cassy dan Edward yang berseteru. Karena masih terlalu letih, sekarang ia sedang beristirahat ditemani Vian.

"Chelly ... hiks!" Cassy tersedu, tidak percaya dengan apa yang di dengarnya barusan. Cassy tidak menyangka Chelia memiliki masa lalu yang kelam. Pantas saja Riva begitu protektif padanya.

Erva merangkul Cassy, ia pun terkejut dengan kenyataan ini. Chelia yang dikenalinya sebagai orang paling cerdas ternyata pernah menjadi seorang pasien rumah sakit jiwa.

"Tapi bagaimana Chelly tidak ingat kejadian tadi?" Naya menutup mulut menyadari dirinya yang tidak sengaja berceletuk. "Maksudku ... ingatan Chelly yang ditutup itu tidak akan diingat lagi, kan?"

"Semoga begitu." Riva mengatur napas sejenak. "Kalian tahu sistem deep freeze? Kira-kira seperti itulah memori Chelia diatur."

Semua perhatian kembali terpusat pada Riva.

"Deep freeze?"

"Ya. Sistem yang memulihkan komputer kembali ke pengaturan awal setiap kali komputer dimatikan. Seperti itu analoginya." Riva menarik napas sejenak. "Dalam kasus yang dialami Chelly, memorinya dibekukan untuk kenangannya dengan ibuku. Sehingga bila ingatan itu masuk, saat terbangun, ia akan terlupa lagi. Kecuali ...."

"Kecuali?"

"Kecuali bila kekuatan memori itu cukup besar." Riva menatap Cassy, Erva, Naya, Rama, dan Edward bergantian. "Karena itu bila suatu saat Chelly kembali terjebak dalam ingatannya lagi, tolong bantu dia untuk keluar. Sadarkan dirinya."

Naya terhenyak. "Seperti yang dilakukan Rama tadi?"

Rama yang semula diam terkesiap. Kini semua tatapan mengarah padanya.

"Kamu sudah tahu masalah ini sebelumnya, ya?" tanya Naya lagi mengingat bagaimana Rama menegaskan keberadaan mereka pada Chelia di kampus tadi.

Rama mengangguk pelan. "Sewaktu menjaga Chelly saat sakit di hari itu, aku tidak sengaja mendengar pembicaraan Kak Riva dan Kak Vian. Aku tidak mengatakannya pada kalian karena aku tidak punyak hak untuk itu." Rama menoleh pada Riva. "Maaf Kak, aku tidak bermaksud menguping sama sekali."

Riva tersenyum haru. "Terima kasih. Kamu memang selalu bisa diandalkan," katanya mengacak rambut Rama.

Helaan napas Rama mendadak terasa makin berat. Riva masih bersikap hangat padanya karena belum tahu permasalahan yang terjadi. Ia melirik sesaat pada Arya di sebelahnya. Saat Vian menangani Chelia di poliklinik, ia mendatangi kakaknya itu dan meminta bantuan darinya untuk menjelaskan masalah mereka pada Riva. Meski sempat dilanda perasaan gentar, Rama tidak menyangka Arya langsung percaya pada penuturannya dan bersedia ikut mengantar Chelia pulang.

"Kita harus bicara, Riva."

Riva beralih pada Arya.

Prescriptio☕  Where stories live. Discover now