-Endless Love-
Bila cinta adalah sebuah besaran, maka tak hingga adalah simbol untuk mewakili kasih sayang seorang ibu
♥Happy Reading♥
.
.
.
Penafsiran terhadap rasa sakit bersifat subjektif bagi tiap individu. Namun ada sedikit pemahaman yang keliru perihal ini. Ambang rasa sakit manusia sebenarnya setara.
Sel saraf membutuhkan voltase kurang lebih -50 mV agar mencapai keadaan yang disebut potensial aksi untuk menghantarkan rangsangan nyeri ke otak. Ekuivalen untuk semua jenis manusia. Tentu saja, jangan pernah meragukan keadilan Tuhan.
Yang membedakan toleransi terhadap rasa sakit adalah persepsi saat impuls tersebut sampai ke otak. Hal tersebut menciptakan sensasi rasa sakit yang berbeda-beda untuk jenis rangsangan nyeri yang sama bagi tiap orang.
Seperti itulah yang Chelia pahami dari mata kuliah farmakologi molekuler. Satu hal yang membuatnya gagal paham adalah reaksi berlebihan teman-temannya saat dirinya terluka, terutama Rama-yang bahkan sudah menghubungi dokter Al alias Vian.
"Chelly tahan, ya!" Erva merengkuh pundak Chelia.
"Aku nggak apa-apa, Va. Jangan khawatir." Chelia mengamati luka di lengan kirinya yang sudah tidak terasa perih lagi. Fakta yang dikatakan Gio tentang Cindy tadi terus terngiang, membuat pusat rasa sakit di kepalanya menjadi toleran terhadap rasa sakit.
"Aaahhh!!!"
Naya yang sedang membersihkan luka di lengan Chelia dengan antiseptik mendesis saat mendengar teriakan Rama.
"Apa, sih! Jangan lebay, deh! Ini cuma tergores sedikit!" omel Naya pada Rama yang memekik dengan memasang ekspresi cemas, padahal kapas alkohol di tangannya bahkan belum sempat menyentuh kulit Chelia yang terkelupas itu.
"Cuma tergores? Duh Naya, Princess Aurora saja bisa tidur bertahun-tahun cuma karena tertusuk jarum!"
"Ini bukan negeri dongeng, Rama!"
"Siapa juga yang bilang ini negeri dongeng!"
Rean hanya mendengus. "Sini, biar aku saja," katanya lalu menggantikan posisi Naya. Luka di lengan Chelia keburu terinfeksi bila menunggu keduanya selesai berdebat.
"Pelan-pelan, Brother!"
"Hm." Rean bergumam singkat. Ia sudah paham betul segala wujud ketidaknormalan Rama, termasuk khawatirnya yang berlebihan. Sewaktu ia nyaris terjatuh dari gedung dan mendapat beberapa jahitan di punggung, Rama kalang kabut sampai menghubungi semua cabang PMI di kota untuk memastikan ketersediaan pasokan darah. Padahal darah yang keluar tidak banyak, ditambah lagi dibawah pengaruh anastesi, lilitan benang dan jarum yang berpadu untuk menutup lukanya itu sama sekali tidak terasa. Kepanikan Rama justru membuat Rean merasa geli, sekaligus haru.
"Kalau sakit bilang, ya." Rean menatap Chelia yang dibalas dengan anggukan kecil.
"Nggak sakit, kok."
"Baguslah."
Edward hanya mengamati. Sejujurnya ia masih tak terima perlakuan Cindy dan dayang-dayangnya tadi. Kemejanya bahkan sampai robek di bagian kerah karena ditarik kanan-kiri.
"Eddy ...."
Edward menoleh pada Erva yang berjinjit untuk membisikkan sesuatu di telinganya.
"Kenapa, Va?" Edward spontan merendahkan posisinya.
YOU ARE READING
Prescriptio☕
Mystery / ThrillerMenjadi mahasiswa farmasi yang super sibuk seolah cobaan yang belum cukup bagi Rama dan kawan-kawannya. Berbagai kejadian misterius terjadi pada orang-orang yang memiliki masalah dengan salah seorang di antara mereka. Ketika persahabatan diuji oleh...
